Anak Tiri “Yang Dicabuli” Herman Diduga Sempat Satu Kali Keguguran
Kasus FJR Sudah di P21 Oleh Kejaksaan
Inilah Herman |
Visioner
Berita Kota Bima-Hingga kini, terduga pencabulan terhadap anak tiri bernama
Herman (42) masih menginap di Mapolres Bima Kota. Hanya saja, ia masih
berstatus sebagai terlapor. Kendati demikian, Herman belum diperbolehkan pulang
oleh Polisi. Sementara potensi ia akan dinyatakan sebagai tersangka dengan
ancaman hukuman 20 tahun penjara dalam kasus dugaan menggauli anak dibawah umur
tersebut, diakui sangat besar.
Selasa (5/5/2020), Visioner mengungkap adanya dugaan yang tak
kalah mirisnya dalam kasus dugaan pencabulan anak tiri oleh Herman ini. Disinyalir
hubungan tak lazim antara ayah tiri dengan anak tiri ini berakibatkan kepada
hal lain yakni Mekar (bukan nama sebenarnya) sempat mengalami satu kali
keguguran.
Informasi tentang dugaan tersebut, diperoleh Visioner melalui
anggota Polres Bima Kota pada Selasa siang (5/4/2020). Tak hanya itu, Video tak
lazim yang ada di HP milik Hemarn maupun korban juga telah disita oleh Penyidik
PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota. Sementara dugaan perbuatan yang dinilai
biadab dilakukan oleh ayah tiri kepada anak tirinya yanhg masih duduk dibangku
kelas III SMP ini, disinyalir dilakukan di rumahnya dan disaaat isterinya tidak
ada di rumah.
Dalam catatan Polisi menguak, dugaan hubungan tak lazim ayah
tiri dengan anak tirinya itu terjadi disaat ibu kandung korban sedang berjualan
di kawasan Amahami Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima. Hanya saja, hingga detik
ini Polisi belum bisa memberikan penjelasan tentang kapan hubungan tak lazim
keduanya itu berlangsung.
“Kami masih mengumpulkan semua bukti-bukti terkait kasus ini.
Yang jelas, sampai sekarang herman masih berstatus mengamankan diri di sel
tahanan Polres Bima Kota,” ungkap Kapolres Bima Kota melalui Kasat reskrim
setempat, Ipptu hilmi Manossoh Prayuga S.IK, Selasa (5/5/2020).
Pada penyelidikan awal nyang dilakukan Polisi menguak, Mekar
merupakan anak tiri Hemar dfari isteri keduanya berinisial S. Mekar hidup
bersama Herman dan isteri keduanya ini sejak berumur 4 tahun dan masih
berlangsung sampai dengan saat ini.
“Kendati Mekar adalah anak itir yang dibawa oleh isterinya,
namun dalasm Akta kelahiranya tertera nama Herman sebagai bapaknya. Jika dalam terbukti
melanggar dalam kasus ini, maka Herman diancam dengan hukuma selama 20 tahun
penjara. Jika dalam akta kelahiran menyebutkan bahwa Mekar tidak tertulis
sebagai anaknya Herman, tentu saja ancaman hukumanya hanya 15 tahun penjara.
Namun karena dalam akta kelahiran tersebut menyebutkan bahwa Mekar tercatat
sebagai anaknya Herman, maka Herman dikenakan dengan ancaman hukuman tambahan
selama dua per tiga,” terang Hilmi.
Hilmi menandaskan, semula kasus inid ilaporkan oleh S ke Polisi
setelah melihat adanya video tak lazim yang dikirim oleh Herman melalui HP
milik Mekar. Dalam dokument file yang telah disita oleh Polisi tersebut, keduanya
saling mengirim video tak lazim. “S melaporkan kejadian ini setelah melihat
video tak lazim yang dikirim Herman ke HP milik Mekar. Berawal dari itu, S
mengintrogasi Mekar dan pada akhirnya dilaporkan secara resmi ke Mapolres Bima
Kota,” beber Hilmi.
Sebelum kasus ini dilapoirkan secara resmi oleh S, diduga Herman
sudah membawa Mekar ke sejumlah wilayah di Kabupaten Bima dalam waktu
berhari-hari lamanya. Namun apa yang terjadi selama itu, Hilmi menyatakan masih
terus mendalaminya.
“Tertanggal 3 Mei 2020, Herman bersama Mekar ada di Kota Bima.
Saat itu, Polisi memancingnya agar Herman mengambil uang sebesar Rp200 ribu di
salah satu warung di dekat Lapangan Sera Suba. Setelah keluar dari lokasi itu,
ia kemudian nonkrong di Lapangan Sera Suba. Pada saat itu pulalah Buser Reskrim
Polres Bima Kota menangkapnya dan kemudian digelandang ke Mapolres Bima Kota
untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tandasnya lagi.
Hari ini (5/5/2020) merupakan hari ketiga bagi Herman menginap
di Mapolres Bima Kota dengan status mengamankan diri dan diperiksa sebagai
terlapor. Sementara upaya olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dalam kasus ini,
diakuinya akan dilaksanakan besk (6/5/2020). “Olah TKP dalam kasus ini akan
dilaksanakan pada Rabu (6/5/2020). Bagi Rekan-rekan Wartawan yang ingin ikut
pada moment olah TKP tersebut, kami juga tidak keberatan,” papar Hilmi.
Singkatnya, Kasat yang yang diakui telah membuktikan
keberhasilan dalam pengungkapan sejumlah kasus luar biasa ini menegaskan bahwa
penanganan kasus ini akan tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Aspek penegakan hukum dalam kasus ini, pun diakuinya bersifat mutlak
seperti penanganan kasus tindak pidana lainya.
“Kasus kejahatan terhadap anak dibawah umur di wilayah hukum
Polres Bima Kota sudah seringkali terjadi. Oleh karena itu, semua pihak
dihimbau agar tetap waspada dan menjaga serta mengawasi anak-anaknya sehingga
kasus yang sama tak terjadi di kemudian hari. Dan perbuatan tak lazim yang
dilakukan oleh Herman terhadap anak tirinya itu merupakan salah satu dari
sekian banyak kasus kejahatan terhadap anak yang kami tangani. Oleh karena itu,
sekali lagi kami himbau agar para orang tua selalu menjaga dan mengawasi
anak-anaknya dengan baik,” imbuhnya.
Pihaknya mendapatkan informasi bahwa dalam Akta tersebut bahwa
Mekar tercatat sebagai anak kandungnya Herman adalah dari pengakuan terduga
pelaku kitu sendiri. Hanya saja, sampaid engan detik ini pihaknya belum
menerima Akta resmi dari pelapor. “Herman mengaku bahwa dalam akta tersebut
tercatat bahwa Mekar merupakan anak kandungnya,” ulas Hilmi.
Sekedar tambahan, dalam penanganan kasus dugaan pencabulan yang
dilakukan oleh FJR terhadap anak tirinya yang masih dibawah umur yakni Mawar (bukan
nama sebenarnya) sudah dilakukan tahap 2. Maksudnya, berkas perkara penanganan
kasus tersebut sudah dilimpahkan kepada pihak Kejaksaan setempat pada Selasa
(5/5/2020). “Kasus ini sudah di P21 oleh pihak Kejaksaan. Tadi siang kami sudah
menyerahkan berkas perkara tersebut berikut tersangkanya kepada pihak Kejaksaan.
Namun sampai dengan kasusnya di P21 secara resmi oleh pihak Kejaksaan, FJR
belum mengakui perbuatanya,” pungkas Hilmi.
Secara terpisah, ketua Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak
(LPA) Kota Bima, Juhriati, SH, MH yang dimintai komentarnya menegaskan bahwa
aspek penegakan hukum dalam kasus ini bersifat mutlak untuk diwujudkan.
“Dalam kasus ini, kami dari LPA Kota Bima sejak awal dan
seterusnya tetap mendampingi proses pemeriksaan terhadap korban. Sejak awal hingga
saat ini pula, kami dari LPA Kota Bima masih melakukan proses pemulihan
terhadap kondisi psikis korban. Alhamdulillah dari upaya tersebut, kini korban
mulai terbuka dan siap untuk diperiksa oleh Penyidik,” jelasnya kepada
Visioner, Selasa (5/5/2020).
Dalam kasus ini pula, LPA Kota Bima selain mendampingi juga
menyiapkan kondisi korban agar pada moment pemeriksaan oleh Penyidik
benaqr-benar dalam sistuasi yang nyaman pula.
“Pendampingan yang yang
kita lakukan lebih kepada bagaimana memulihkan kondisi psikologis korban yang
dalam keadaan trauma pasca kembali ke rumahnya. Korban sedang kami dampingi
sebagai bentuk pemenuhan haknya sebelum poroses pemeriksaan lebih lanjut.
Sehingga anak benar-benar berada pada kondisi sesuai dengan jiwa anak.
Pemeriksaan ini kita upayakan semaksimal mungkin agar anak benar-benar merasa
nyaman, tidak dipaksa dan benar-benar dalam kondisi psikologis yang siap untuk
diperiksa walaupun dalam keadaanya kami membutuhkan waktu untuk mengembalikan psikologis
anak tersebut,” terangnya.
Ketua
LPA Kota Bima kembali mengungkap, hingga saat ini kondisi psikologis korban
masih dalam keadaan tertekan. Oleh karenanya, baik sejak awal maupun hingga
saat ini pihaknya masih melakukan pendampingan sekaligus memulihkan psikologis
korban itu sendiri. “Untuk proses penegakan hukumnya, kami dari LPA Kota Bima
akan berupaya keras memposisikan anak ini sebagai korban sehingga proses
penegakan hukumnya harus benar-benar sesuai dengan UU Perlindungan anak Nomor
35 tahun 2014,” tegasnya. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda