Selamat Datang di Era Post-truth

Sahidah

Post-Truth berkembang pesat dimasyarakat yang sudah diwarnai oleh arus informasi yang mengalami ketidakpuasan dan. kekecewaan terhadap fenomena sosial. Apa yang terjadi dalam Post-Truth adalah relativisasi. kebenaran dengan objektivitas data, dramatisasi pesan jauh lebih penting dari pada isi pesan itu sendiri. Dalam era Post-Truth,narasi selalu mengalami kemenangan mutlak terhadap data atas fakta yang ada,maka sangat perlu dilakukan fact-checking atau pemeriksaan terhadap suatu fakta.

Dalam konteks itu, begitu banyak orang, baik secara individu maupun kelompok mudah terjebak dalam serangan distribusi informasi yang beredar. Di satu sisi mentalitas ilmiah ingin menemukan ruang rasionalitas nalar kritisnya, sebaliknya malah ada perlawanan. Ada orang yang tak lagi percaya pandangan - pandangan lama, berupa bualan sengketa kemanusiaan. Sensasi dirayakan,esensi diabaikan. Proses digital menyiapkan panggung untuk itu. Mengizinkan satu miliar bunga mekar, namun sebagian besarnya berbau busuk, mulai dari pikiran iseng para penulis blog, teori konspirasi, aktivis media ,hingga penyebar hoaks. Pertarungan opini dimulai.

Jika sebuah kabar menguntungkan pilihan politiknya, pasti disebarkan walau sumbernya tak jelas dan terindikasi hoax. Buku Matinya Kepakaran sejatinya adalah cerminan perilaku kita saat ini di dunia maya. Buku ini bukan pledoi alias pembelaan untuk para pakar, namun memberi peringatan bahaya bila pakar dibiarkan musnah. Nichols juga melihat orang bukan saja kian tak dapat informasi yang benar namun “memerjuangkan” informasi yang salah sambil tak mau belajar atau mencari yang benar. Yang dikira fakta dipertahankan walau sekabur apapun "fakta" tersebut.

Begitulah posisi dilematis manusia di era menakjubkan ini. Rasionalitas berpikir manusia seiring sejalan dengan warna warni cerita mitos di ruang publik. Mitos yang bekerja dalam modus kebohongan masif,yakni hoaks. Usaha manusia untuk makin rasional malah terjebak pada irasionalitas. Peradaban justru bergerak mundur menjadi barbar. Kemajuan teknologi membawa ke arah kehancuran dan disintegrasi bangsa. Dalam konteks ini, lahirlah gejala emosi sosial yang mudah mengecoh siapapun untuk melakukan animalitas kepada sesamanya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan untuk menganugerahkan martabat dan kebebasan subtansial manusia, kesadaran diri, tapi malah menjerat dan memenjarahkan manusia dalam rantai ideologi. Dalam perkembangan arus informasi yang begitu luar di sarankan agar memfilterisasi segala bentuk informasi serta di perlukan bagaimana kita memandang sebuah pengetahuan di dalam informasi.

 Post Truth, Emosi sosial,dan Tekanan Massa.

Penulis Sahidah 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.