Muthiya Nurhaqul Iman : Perempuan Sebagai Penentu Arah Pilkada Kota Bima

Mantan Sekjen BEM FH Unram Tahun 2023

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan momen penting dalam sistem demokrasi disuatu negara. Tidak hanya ajang untuk memilih pemimpin, tetapi juga sebagai sarana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi.

Hal ini sesuai amanat UU Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Nomor 10 Tahun 2016 bahwa tahun 2024 dilaksanakan Pemilu secara serentak dalam satu tahun yaitu pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, dan Pemilihan Kepala Daerah. 

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 ini tentu menjadi ajang penting bagi warga masyarakat untuk menentukan pemimpin mereka kedepan. Sejauh ini tidak sedikit partisipasi masyarakat dalam menjemput pilkada pada 27 Novermber yang akan datang baik dikalangan perempuan, pemuda maupun orang tua.

Menelaah terkait peran perempuan dalam Pilkada di kota Bima, salah satu fakta menarik yang terungkap adalah tingginya partisipasi pemilih perempuan yang mencatatkan angka signifikan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kota Bima. 

Mengutip data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 114.351 orang untuk Pilkada 2024. 

Jumlah itu tersebar di 41 kelurahan di lima kecamatan, rinciannya laki-laki sebanyak 55.600 pemilih dan perempuan sebanyak 58.751 pemilih. Hal ini jelas menjawab bahwa keterlibatan perempuan lebih mendominasi di Kota Bima dalam hal pilkada serentak 2024.

Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana tingkat kualitas partisipasi perempuan dikota bima dengan bijak dalam memilih? 

Kesadaran politik dan kemampuan untuk memilih secara cerdas dan cermat menjadi kunci dalam proses pemilihan kepala daerah tentunya. Perempuan dapat berperan sebagai pemilih yang aktif dan bertanggung jawab sehingga dapat memanfaatkan hak pilihnya dengan memahami visi, misi, program kerja serta rekam jejak pasangan calon.

Sebagai perempuan yang memiliki hak pilih pada pilkada nantinya, tentu dapat memilih para calon kepala daerah yang mampu menjadi representasi bagi perempuan, berperspektif gender serta menaruh atensi yang sangat tinggi pada isu-isu perempuan dan anak serta permasalahan lainnya yang rentan terjadi di kota Bima.

Dalam hal demikian tentu menjadi PR pemerintah yang harus diminimalisir dengan baik. Penulis memberikan beberapa perumpamaan, misalnya maraknya kasus kekerasan seksual, belum lagi masalah pernikahan dini yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, lebih-lebih masalah stunting di Kota Bima. Stunting ini memiliki efek domino, yang berdampak besar pada kualitas sumber daya manusia di masa depan. Stunting akan mempengaruhi dalam tumbuh dan berkembang anak.

Data yang penulis peroleh bahwa keadaannya stunting Kota Bima saat ini 2024 naik 0.6 persen, atau bertambah dari 31.2 persen menjadi 31.8 persen. Angka ini bisa dibilang sangat tinggi. Maka dengan demikian menjadi seorang pemilih langkah yang sepatutnya dilakukan oleh kita adalah mencermati visi misi,program kerja serta gagasan calon pemimpin Lebih-lebih sebagai pemilih kita mampu melihat, apakah proyeksi calon kepala daerah dapat menjawab dari isu-isu demikian yang  mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang ada atau tidak. 

Hal ini selaras dengan Komnas Perempuan yang terus menyerukan program Jeli, Inisiatif, Toleran, Ukur (JITU) pada masa Pilkada 2024. Dalam artian bahwa kita harus jeli memilih dan memutuskan pemimpin bangsa agar tidak terjadi lagi produk-produk diskriminasi yang merugikan perempuan. Pada akhirnya, penulis hanya berharap besarnya hak pilih perempuan dikota Bima pada Pilkada 2024 berbanding lurus dengan kesadaran dan tanggung jawab yang dimiliki terhadap nasib daerah kedepan. (***)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.