LSM KAKI dan GRIB NTB Bongkar Dugaan Beragam Praktik Liar “Kelompok Oligarki” Di Tambora dan Dompu

“Layaknya Lingkaran Setan dan Negara Terkesan Kalah Dari Kelompok Mafia”

Iskandar, S.Sos (Kiri) Bersama Ketua Umum GRIB Jaya, H. Hercules Rosario Mashal
(Maung)
Visioner Berita kabupaten Dompu-Setelah sekian lama tak bersuara, kini Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Swadaya Masyarakat (lsm) Komite Anti korupsi Indonesiasi (KAKI) dan Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) NTB yakni Iskandar, S.Sos kini bersuara lkeras dan lantang. Pegiat anti koripsi dan lingkungan asal Etnis Donggo yang berdomisili di Desa Sori Tatanganga Kecamatan Pekat-Kabupaten Dompu ini, kini membongkar beragam dugaan praktik liar yang terjadi di kawasan Gunung Tambira di wilayah Desa Doro Peti, Desa Nanga Kara dan Desa Sori Tatangan Kecamatan Pekat Kabupaten Domp, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tak itu, aktivis berbadan mungkil namun tegas ini juga membongkar dugaan keterlibatan oknum Penguasa Dompu sebagai pemilik lahan seluas puluhan hektar di wilayah Kecamatan Hu’u-Kabupaten Dompu. Dugaan praktik ilegal di atas lahan milik Negara dimaksud, dibeberkanya berlandaskan SPPT milik pribadi yang diterbitkan oleh Instansi terkait.

Iskandar pun mengaku meyakini beragam dugaan tindak pidana kejahatan yang terjadi di Desa Sori Tatanga, kawasan Tambooran seluas ribuan hektar di atas lahan Konsesi milik PT Agro Wahana Bumi (AWB) yang berada dalam wilayah Desa Doropeti, Desa Nanga Kara, galian C berupa “pencurian” pasir di atas lahan seluas ribuan hektar di Desa Sori Tatanga dan kawasan Hodo hingga soal sinyalemen penguasaan lahan milik Negara seluas ribuan hektar di kawasan Kecamatan Hu’u itu terjadi sejak lama dan bahkan masih berlangsung sampai dengan saat ini.

Beragam dugaan praktik ilegal yang bekerjasama dengan kelompok mafia dimaksud, disinyalirnya menggunakan modus operandi yang beragam pula. Dan keragaman dugaan tindak pidana kejahatan yang “digerakan oleh Kelompok Kekuasan Oligarki” tersebut, dibeberkanya masih berlangsung sampai sekarang. Sedangkan upaya-upaya melaporkan beragam kasus dugaan tersebut telah dilaporkanya kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Pemprov NTB dan pihak Kementerian Terkait di Jakarta, antara lain pihak Kementerian LHK RI.

“Laporan resmi yang dilampiri dengan dokument lengkap, antara lain foto dan video dugaan kegitan ilegal dimaksud telah lama kami sampaikan. Sayangnya, saat itu baik pihak Kementerian terkait maupun Dinas LHK Provinsi NTB yang bisa memberi janji akan turun mengkroscek secara langsung di Kabupaten Dompu. Namun sampai saat ini, batang hidung mereka tak ditemukan di Dompu. Oleh sebab itu, kami menduga bahwa dalam kaitan itu Negara telah dikalahkan oleh kelompok Mafia. Atau bisa jadi, beragam dugaan kejahatan tersebut identik dengan “lingkaran setan”,” tegas Iskandar kepada Media Online www.visionerbima.com, Kamis (12/9/2024).

Iskandar kemudian membongkar sejumlah dugaan tindak pidana kejahatan yang diduga dikendalikan oleh “Kelompok Oligarki” di Kabupaten Dompu tersebut. Dan dugaan tersebut diperolehnya melalui upaya invetigasi Oleh Tim KAKI dan GRIB NTB yang memakan waktu sangat lama di sejumlah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan hasil klarifikasinya dengan Instansi terkait.

Antara lain dugaan praktek liar berupa Galian C di atas lahan Usaha Tani Lestari (UTL) seluas ribuan hektar oleh salah satu Perusahaan Swasta (PT) berinisial TJ di wilayah Desa Sori Tatanga. Dugaan praktik ilegal tersebut yakni pengerukan pasir yang kemudian di jual di sejumlah wilayah di Pulau Sumbawa, termasuk di Bima dengan harga rata-rata Rp1,5 juta per truk.

“Dugaan usaha ilegal ini dikendalikan oleh pemilik PT dimaksud berinisial MD. Sinyalemen perampokan pasir di atas lahan yang diperoleh daroi hasil kompensasi dengan PT SMS tersebut, ditengarai keras terjadi sejak lama dan bahkan masih berlangsung sampai dengan saat ini. Dari estimasi kasar kami di KAKI dan GRIT NTB, dugaan rata-rata uang yang diperoleh MD dari hasil tindak pidana kejahatan tambak pasir ilegal tersebut yakni sebesar Rp250 juta pebulan. Jika ditotalkan dugaan diperoleh MD dari hasil praktik ilegal tersebut (tambang pasir) per tahun yakni sebsar Rp3 M,” beber Iskandar.

Iskandar menjelaskan,; kasus dugaan tindak pidana kejahatan itu telah dilaporkan secara resmi oleh pihaknya kepada pihak Polres Dompu. Penanganan kasus ini, diakuinya masih ditangani secara serius oleh Penyidik Sat Reskrim Polres Dompu.

“Penanganan kasus ini, hingga saat ini masih dalam tahapan penyelidikan. Salah satunya, diinformasikan bahwa MD telah dipanggil dan dimintai diperiksa oleh Penyidik. Dalam kasus ini pula, kami meminta kepada Penyidik setempat agar segera meningkatkan kasus itu ke tahapan Penyidikan. Sebab, Alat Bukti maupun Barang-Buktinya (BB) telah kami serahkansecara resmi pula. Dan dugaan praktik liar MD tersebut dilakukan tanpa didahului rangkaian-rangkaian administrasi sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku (legal proses),” duganya.

Sinyalemen praktik liar melalui penambangan pasir oleh oknum mafia yang kemudian di jual ke sejumlah wilayah di Pulau Sumbawa dengan harga sekitar Rp1,5 juta per truk ungkapnya, juga terjadi di wilayah Desa Hodo Kecamatan Pekat-Kabupaten Dompu. Dugaan tindak pidana kejahatan ilegal maining ini, dibeberkanya terjadi sejak lama dan bahkan masih berlangsung sampai dengan saat ini.

“Dugaan penambagan pasir besir di dua wilayah tersebut, sesungguhnya bukan lagi rahasia umum. Dan kami sangat meyakini bahwa pihak-pihak terkait sudah sangat tahu. Hanya saja, hingga detik ini praktik liar yang berdampak pada kerusakan lingkungan tersebut terkesan “masih dipelihara dengan sangat baik”. Indikasi itu tercermin antara lain tercermin melalui tak seorangpun oknum mafianya yang digiring oleh pihak terkait kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Tetapi hanya kami di KAKI dan GRIT saja yang menggiringnya ke proses hukum. Oleh sebab itu, kami berharap agar Kapolri menempatkan kasus ini sebagai salah satu atensi khususnya,” pinta Iskandar.

Meski soal Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang antara lain Pertambangan (Galian C) telah beralih penangananya dari Kabupaten-Kota ke Provinsi NTB dijadikan sebagai alasan pihak Pemkab Dompu untuk tidak bisa bertindak, namun Iskandar membongkar dugaan yang sangat menarik. Yakni dugaan aktivitas penguasaan lahan Negara melalui di sejumlah wilayah di Kabupaten Dompu didasari oleh Perda Inisiatif (PI) yang diproduksi oleh pihak DPRD setempat pula.

“Fenomena yang satu ini juga terkesan sangat ironis. PI itulah yang yang diduga dijadikan sebagai sandaran bagi lahirnya SPPT milik para oknum penguasa lahan Negara di sejumlah wilayah di Kabupaten Dompu itu. Antara lain, dugaan lahan Negara seluas puluhan hektar di kawasan Hu’u itu adalah milik salah satu oknum Penguasa di Dompu itu dikuasai hanya dengan modal (landasan) SPPT yang bersifat individu (pribadi). Dugaan aksi-aksi liar di Hu’u itu, terjadi sejak lama dan ditengarai keras masih berlangsung sampai sekarang,” tandas Iskandar.

Berangkat dari kesan “mati surinya” Pemprov NTB terkait beragam dugaan tindak pidana yang dikendalikan oleh “Kelompok Penguasa Oligarki” tersebut, Iskandar mendesak agar Menteri UTR/BPN RI segera hadir di Dompu guna dilakukan pemetaan secara total dan kemudian menyeret para terduga pelakunya ke proses hukum. Namun sebaliknya, maka dugaan mafia di atas kawasan milik Negara di Dompu oleh para terduga mafia akan terus meluas di kemudian hari.     

“Dugaan masih terpeliharanya beragam praktik ilegal yang menguntungkan kelompok mafia tersebut, semoga tak berlebihan jika dilebeli dengan kegiatan para oknum yang berada pada lingkaran setan. Jangan-jangan PI yang diproduksi secara legal oleh pihak Legislatif Dompu itu menjadi salah satu siasat bagi terduga kelompok mafia untuk terus beroperasi secara nyaman untuk beroperasi secara ilegal hingga saat ini di wilayah Kabupaten Dompu. Yakni mulai dari dugaan ilegal logging, perambahan, penambangan pasir hingga menguasai lahan milik Negara?. Dan bukankan PI itu diproduksi oleh Legislatif tersebut memiliki korelasi yang sangat kuat dengan pihak Eksekutif setempat di bawah kendali Abdul Kader Jaelani (AKJ) yang kini masih menjabat secara resmi sebagai Bupati Dompu?,” tanyanya dengan nada serius.

Dugaan beragam aktivitas ilegal di wilayah Kabupaten Dompu dijelaskanya juga terjadi di atas lahan Konsesi milik PT. AWB di wilayah Desa Doro Peti dan Desa Nanga Kara Kecamatan Pekat. Berdasarkan hasil investigasi pihaknya secara kelembagaan (KAKI dan GRIT) yang memakan waktu sangat lama hingga terkermas ke dalam sebuah berkas, Iskandar memastikan bahwa hutan seluas ribuan hektar di atas kawasan seluas ribuan hektar tersebut masih sangat lestari dan bahkan terjaga sebelum PT AWB hadir dengan konsep kegiatan Multi Usaha Pengelolaan Kahwasan Hutan. Namun pada saat yang bersamaan, indikasi soal dugaan keterlibatan oknum mafia kayu (Cukong) yang salah satunya berinisial PA diduganya memainkan peran-peran ilegalnya.

“Dugaan itu antara lain merambah kawasan Konsesi tersebut dan menebang pohon secara babi-buta dan disinyalir beragam kayu rimba campuran berusia hampir ratusan tahun dijadikan kayu balok di atas lahan dan kemudian di jual ke PA sebesar Rp2,5 juta per kubik. Dan selanjutnya, diduga MD menjulanya ke luar daerah sebesar Rp5 juta sampai dengan Rp6 juta per kubiknya. Dugaan praktik liar itu terjadi sejak lama dan ditengarai keras masih berlangsung hingga tahun 2024 ini,” bongkar Iskandar.

Iskandar kembali mengungkap, PA adalah satuCukong kayu dan diduga keras memiliki gudang penampungan di belakang rumahnya dan MD yang hingga kini masih menjabat sebagai Anggota Legislatif Dompu dari PPPA berstatus sebagai saudara kandung. Oleh sebab itu, terkait dugaan perambahan dan tindak pidana kejahatan ilegal logging di atas lahan Konsensi milik PT AWB seluas ribuan hektar di wilayah Kecamatan Pekat tersebut sinyalir memiliki korelasi dengan kedua oknum dimaksud.

“Kawasan Konsesi itu kini terlihat gundul. Itu akibat dari dugaan aksi perambahan dan ilegal logging oleh para oknum warga yang diduga dikendalikanya. Lahan dirambah itu diduga dikuasai melalui praktek penanaman jagung oleh para oknum warga. Sementara beragam jenis kayu rimba campuran usia hampir ratusan tahun dengan diameter sangat besar ditengarai keras di jual kepada PA. Sedangkan dugaan tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh MD di kawasan itu, antara lein tercermin melalui adanya alat berat yang diduga milik MD yang membuka akses jalan baru hingga ke objek sumber kayu di atas lahan itu pula. Dan alat berat itu diduga keras dioperasikan oleh anak buahnya MD berinisial JML. Pertanyaan apakah MD juga mengambil bagian dari dugaan penguasaan lahan yang kini ditanami jagun itu atas sebaliknya, tentu saja itu menjadi kewenangan APH untuk mengungkapnya,” tegas Iskandar.

Pasalnya papar Iskandar, penanganan kasus soal dugaan ilegal logging, perambahan dan adanya alat berat  itu sudah dilaporkan secara resmi oleh pihak PT AWB kepada pihak Polres Dompu. Kasus itu diungkapnya dilaporkan secara resmi kepada APH yakni setelah  pihak PT AWB melajukan kegiatan Operasi Gabungan (Opgab) yang melibatkan pihak Polres Dompu, sejumlah personil Jagawana dan sejumlah Wartawan pada beberapa Media Online juga ikut melakukan peliputan secara langsung.

“Pada moment Opgab itu, beberapa Media Online telah memberitakan bahwa alat berat tersebut telah diamankan oleh pihak Polres Dompu. Pada kegiatan dimaksud, Polisi sudah melaksanakan salah satu rangkaian kerja dalam penanganan kasusnya. Yakni melalui cara memasang police lain (garis Polisi) di TKP alat berat itu pula. Namun selanjutnya alat berat itu hilang di TKP dan sekarang belum diketaui rimbanya. Sedangkan secara hukum, yang berhak memindahkan alat berat tersebut setelah dilakukan Police line adalah Polisi, bukan yang lainya. Polisi menjelaskan bahwa BB berupa alat berat tersebut tidak bisa dibawa pada saat Opgab karena alasan rusak. Namun selanjutnya hilang di TKP. Nah, itu teramat ironis dan bahkan dinilai tamparan keras bagi Polri,” kata Iskandar.

Terkait hilangnya alat berat tersebut di TKP, Iskandar menduga adanya peran yang dimainkan oleh MD. Sebab, pada sebuah rekaman suara yang telah beredar luas itu diyuga duga adanya pengakuan MD bahwa alat berat yang telah diamankan oleh Polisi itu adalah miliknya. Dan pada rekaman suara tersebut, diuga MD membuka akses jalan hingga ke kawasan objek sumber kayu di atas lahan Konsesi milik PT AWB itu bermula dari pikiran bahwa dirinya adalah Anggota Dewan yang wajib mengakomodir kepentingan masyarakat setempat di mana soal ketahanan pangan merupakan perogram Pemerintah Pusat, dan Pemerintah harus hadir karena masyarakat mulai memanfaatkan lahan itu jauh sebelum PT AWB hadir di sana.

“PT AWB hadir di Tambora dengan cakupan wilayah kerjanya berada id Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu itu, tentu diawali dengan kelengkapan syarat administrasi dan hukum sebagai acuan operaionalnya. PT AWB hadir di Tambora dengan dengan Konsepsi Multi Usaha Pengelolaan Hutan di sana, kami meyakininya dilandasi oleh adanya syarat Administrasi dabn regulasi lainya dari Kementerian Terkait. Nah, kalau mengoperasikan alat berat itu di atas lahan Konsesi milik PT AWB di Kecamatan Pekat itu mulai dari membuka akses jalan hingga akses ke sumber objek kayu rimba capuran juga dilandasi oleh seluruh rangkaian Legal Proses dari Negara, kuat keyakinan itu tidak dikantunginya?,” tanyanya lagi.

Iskandar menandaskan, dugaan perambahan, ilegal logging hingga hingga memicunya terjadinya banjir bandang menimpa warga Tambora sebagai akibat yang ditimbulkanya terjadi sebelum PT AWB hadir di Tambora dan Dompu. Dugaan tindak pidana kejahatan yang dinilai jauh lebih dahsyat dari kejahatan terorisme itu, disinyalnya lahir karena adanya peran-peran oknum yang berkitan dengan hutan. Antara lain, diduga adanya keterlibatan oknum aparat pada Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) setempat. Dugaan tersebut, ditegaskanyaa terindikasi melalui aksi permabahan dan ilegal logging di kawasan hutan Tambora, termasuk di atas lahan Konsesi milik PT AWB. Sinyalemen tersebut, diungkapaknya terjadi sejak lama dan ditengarai keras masih berlangsung sampai detik ini.    

“Objek crossing pasca terduga pelaku pencurian kayu ditangkap misalnya, sejak awal diduga sengaja sudah ditentukan oleh terduga Cukong kayu. Saat Crossing dilakukan yang juga melibatkan oknum aparat BKPH setempat, diduga hanya satu sampai dengan dua pohon sebelumnya ditebang dan kemudian ditaburi dengan dedaunan yang seolah-olah dedaunan itu bersumber dari daun-daun kayu yang ditangkap itu pula. Pada saat yang bersamaan yang diuga diperkuat oleh “surat sakit” yakni Surat Akutan Kayu Rakyat (SAKR) Lanjutan. Pun di dalam narasi surat tersebut dijelaskan bahwa sumber kayu yang ditangkap itu beradal dari kebun rakyat setempat. Padahal, kayu yang ditangkap itu ditengarai keras bersumber dari tindak pidana kejahatan ilegal logging di kawasan Tambora. Salah satu alasan logisnya, nyaris tak kita tak temukan adanya kebun rakyat di Kecamatan Pekat yang ditanami dengan kayu rimba campuran. Ini juga harus menjadi atensi Kemnterian LHK RI, Kapolri dan Panglima TNI di Jakarta,” harap Iskandar.

Dugaan crossing yang sarat dengan rekayasa untuk tujuan memperkaya diri kelompok tertentu tersebut,  salah satunya terkuak melalui upaya investigatif yang dilakukan oleh pihak KAKI dan GRIP. Terduga pelaku ilegal logging yang sebelumnya ditangkap dan diharapkan diseret ke dalam penjara, namun ditengarai dibiarkan kembali menghirup udara segar setelah upaya lacak-balak dilaksanakan.

“Anda boleh tidak percaya dengan keragaman dugaan tindak pidana kejahatan serta keapikan modus operandi yang dimainkanya dalam kaitan itu. Tetapi pertanyaan logis dan bertanggungjawabnya, siapa pemilik kebun yang isinya ditanami kayu rimba campuran di wilayah Kecamatan Doro Peti dan di mana lokasi kebun rakyat itu berada. Jika pertanyaan itu tidak mampu dijawab dengan data-data kongkriet, maka patut dicurigai bahwa kayu-kayu yang ditangkap itu bersumber dari kawasan hutan Tambora. Oleh sebab itu, “misteri kejahatan itu” sudah saatnya kini ditelusuri oleh dalam oleh APH. Sekali lagi, kami tegaskan bahwa Negara tidak boleh kalah dari terduga pelaku kejahatan-terduga kelompok mafia yang ada di belakangnya. Pun kami berharap agar Presiden RI terpilih, H. Prabowo Subianto bisa menggerakan seluruh instrumen Negara untuk segera hadir melihat langsung kondisi terkini Tambora dan sekitarnya. Sungguh kini “Tambora Menangis”,” ujarnya dengan nada sedih.

Iskandar menyatakan, akan menjadi sia-sia upaya keras Pemerintah RI memposisikan secara resmi Tambora sebagai Kawasan Konservasi jika tidak dibarengi dengan berbagai upaya nyata. Antara lain memberikan efek jera kepada pelaku perambahan kawasan dan ilegal loging dan memastikan adanya peran-peran pihak-pihak tertentu dan oknum Cukong kayu yang diduga sebagai salah satu pemicu gundulnya kawasan hutan Tambora hingga berdampak buruk pada kehidupan baik secara psikis, sosial dan ekonomi bagi warga di beberapa Desa di Kecamatan Tambora-Kabupaten Bima yakni banjir bandang pada tiap tahunya.

“Selain dari penegakan supremasi hukum yang bersifat mutlak atas kasus yang telah dilaporkan secara resmi oleh PT AWB kepaqda pihak Polres Dompu tersebut, maka salah satu misi Indonesia yang menyelamatkan Tambora pasca diposisikan sebagai Kawasan Konservatif adalah mendesak keberanian serta ketegasan Kementerian terkait untuk segera membekukan SKAR yang hingga kini diduga keras masih dikantungi oleh salah satu oknum Cukong kayu berinisialo PA. Sebab, kuat dugaan bahwa SKAR itu menjadi salah satu pemicu utama bagi gundulnya kawasan hutan di Tambora, tak terkecuali di wilayah Kecamatan Pekat-Kabupaten Dompu itu,” tutur Iskandar.

Iskandar menambahkan, dugaan praktik liar melalui pengelolaan tambang pasir di sejumlah wilayah di Kabupaten Dompu berpotensi besar akan melahirkan berbagai dampak buruk, baik dari aspek lingkungan maupun pada ada aspek sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Pasir yang dikeruk dengan kedalaman tidak ditentukan itu,  dilakukan sejak lama dan masih berlangsung sampai sekarang tersebut diduga keras tidak diikuti dengan kegoatan reklamasi oleh oknum terduga pelakunya.

“Atas nama bangsa maupun LSM KAKI dan GRIT, kami sudah bekerja semaksimal mungkin, antara melalui saluran Investigatif bertanggungjawab dan hasilnya dikemas ke dalam berkas laporan. Dan hal itu telah kami serahkan secara resmi pula pada Instansi terkait dengan harapan agar ditindaklanjuti melalui aksi nyata, bukan sekedar memperkaya kata dan memperindah kalimat. Pertanyaan serius lainya soal kondisi menyedihkan di Tambora itu, apakah lebel Tambora sebagai Kawasan Konservatif itu hanya dijadikan sebagain salah satu “alibi” apik bagi para terduga mafia kayu agar tidak tersentuh oleh hukum, sementara pada saat yang bersamaan dugaan beragam dugaan berbagai tindak pidana kejahatan masih terpampang di mata kita semua?. Lantas apa gunanya kita mensepakati bahwa ilegal logging merupakan ekstra ordinary crime (tidak pidana kejahatan luar biasa) dan musuh bersama,  sementara dugaan aksi liar para oknum mafia di sana masih berlangsung sampai saat ini?,” pungkas Iskandar.

Secara terpisah Direktur Utama (Dirut) PT AWB melalui Asisten General Managernya, H. Muhammad Amir, SH, M. AP yang dimintai tanggapanya oleh Media ini beberapa hari lalu mengaku enggan berkomentar banyak. Sebab, berkas dan data dari hasil kerja investigasinya terkait berbagai dugaan tindak pidana kejahatan yang antara lain Ilegal Logging di atas lahan Konsesi milik PT AWB dimaksud telah diserahkan kepada pihak Polres Dompu. Hal itu diakui diserahkan secara resmi kepada Polisi yakni bersamaan dengan moment kasus itu dilaporkan. Dan upaya hukum tersebut, diakuinya sangat serius. Untuk itu, maka aspek penegakan hukumnya sebagai bagian terbesar dari misi menyelamatkan Tambora tetap bersifat mutlak.

“Pada laporan tersebut, ada dua oknum yang kami laporkan. Yakni MD dan JML. Apakah nanti akan berkembang terduga pelaku lain atau sebaliknya, tentu hal itu merupakan kewenangan penuh APH. Dan hal itu tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Sementara tugas dan tanggungjawab kita semua, tak terkecuali kami di PT AWB pasca kasus itu dilaporkan adalah melakukan pengawalan melalui intensitas koordinasi dan komunikasi dengan APH terkait perkembangan penangananya.

“Soal seperti apa kondisi kawasan terkini di Kawasan Tambora, termasuk di wilayah Kecamatan Pekat-Kabupaten Dompu itu, tentu saja sudah tergambar secara jelas melalui pemberitaan sejumlah Media Online baik di Bima, Dompu, Bima dan di Media-Media Nasional. Pun dokument-dokumen yang bersifat terukur dan bertanggungjawab dari hasil kerja profesional sejumlah pihak tersebut sudah beredar luas di beranda Media Sosial (Medsos). Upaya kami di PT AWB menggiring kasus tersebut ke meja hukum, esensinya lebih kepada misi bersama kita bersama untuk menyelematkan kawasan Tambora dan sekitarnya dari tangan para terduga pelaku kejahatan luar biasa, antara lain ilegal Logging yang kini diduga keras masih saja terjadi di sana,” ungkap Amir.

Terkait dengan beragam dugaan fenomena kejahatan di Kawasan Gunung Tambora tersebut, Mantan Kepala Cabang BNI 46 Bima (Persero) ini juga memastikan telah melakukan koordinasi secara secara serius dengan sejumlah Lembaga resmi Negara. Antara lain Aparat Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan kehutanan (Gakkum). Lembaga resmi yang diinisiasi oleh Kemneterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI telah membangun kerjasama secara resmi dengan pihak Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan bermitra secara aktif dengan Lembaga-Lembaga resmi lainya.

“Kerjasama tersebut, antara lain sangat fokus terkait soal Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Antara lain, hal penting tersebut salah satunya difokuskan di Kawasan Tambora dan sekitarnya. Keseriusan Negara dalam kaitan itu, antara lain misi pentingnya adalah menyelamatkan Tambora dan sekitarnya serta memiliki korelasi yang sangat kuat dengan kehadiran Geopark Tambora dan Gunung Tambora diposisikan sebagai Kawasan Konservatif. Misi ini mendesak kerjasama yang sangat kuat dari kita semua untuk menindalanjutinya. Sebab, kejahatan ilegal logging adalah musuh bersama,” tegas Amir.

Amir menyatakan, pihaknyamengapresiasi apresiasi dan berterimakasih besar kepada berbagai pihak yang diakuinya peduli dengan kondisi real di kawasan hutan Tambora dan sekitarnya. Antara lian TNI, Polri, Instansi terkait dan Wartawan di sejumlah Media Online, khususnya di Bima dan Dompu. Hal yang sama juga disampaikan kepada Anggota DPRD Dompu dari Partai Demokrat yakni Yatim dan Hermansyah selaku Aktivis Lingkungan asal Kabupaten Dompu yang ikut bersuara keras terhadap beragam dugaan tindak pidanja kejahatan di Kawasan Hutan Tambora dan sekitarnya tersebut,

“Dan soal misi menyelamatkan Tambora tersebut, kami juga sedang mematangkan rencana-rencana Kemiteraaan bersifat sangat serius yang menggandeng Lembaga-Lembaga Non Pemerintah. Pada Lembaga-Lembaga Non Pemerintah tersebut, Insya Allah akan melibatkan Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki kemampuan dan kuat korelasinya dengan misi menyelamatkan Kawasan Tambora dan sekitarnya. Selain itu, ruang kerjasama pastisipatif dengan berbagai elemen masyarakat atas nama kepedulian dan Menyelamatkan Tambora akan tetap kami buka selebar-lebarnya,” pungkas A Amir. (ISRAT/JOEL/RUDY/AL) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.