Pensiunan Guru Ini Ngaku “Dipersulit Oleh BTPN” Bima, Ingin Impas Dikenakan Pinalti Rp12 Juta-Pencabutan “Harus Tunggu 3 Bulan”

Berjam-Jam Ditanya Aturan Malah Disebut Itu Privacy?

Abubakar H. Ibrahim Didampingi Putranya, Nahrul Haya

Visioner Berita Kabupaten Bima-Di salah satu lokasi di Kota Bima pada Selasa lalu (27/8/2024), Media Online www.visionerbima.com menemukan adanya pemandangan dengan kesan menyedihkan. Seorang pensiunan Guru asal Desa Teke Kecamatan Palibelo-Kabupaten Bima berjalanan tertatih-tatih yakni Abubakar H. Ibrahim. Sosok yang terlihat sangat bersahaja ini, saat itu didampingi oleh dua orang anak kandungnya dan seorang menantu.

Pada moment yang sama, sosok yang pernah mengajar di SMPN 2 Kota Bima dan SMPN Wera-Kabupaten Bima ini mengaku baru saja pulang dari Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) di Kota Bima. Ia mengaku berada di Bank tersebut lebih dari tiga jam lamanya.

“Ya, saya dengan dua orang anak laki-laki saya dengan seorang menantu ini baru saja dari Bank BTPN. Karena masa pinjaman di Bank itu masih beberapa bulan ke depan, kedatangan kami di Bank itu yakni ingin melunasi pijaman lebih awal sebesar Rp48 juta (Impas). Tujuan impas itu agar kami bisa mengajukan permohonan pinjaman ke Bank lain,” terangnya didampingi olehsalah seorang anak laki-lakinya yakni Nahrul Haya.

Namun harapanya agar upaya impas tersebut bisa diamini oleh pihak Perbankan itu, namun diduga dipersulit oleh pihak perbankan tersebut pula. Padahal soal impas tersebut ujarnya, biasa terjadi di Bank manapun dan tidak pernah mempersulit debiturnya.

“Pihak Perbankan itu mengatakan, boleh impas saat ini namun harus kena penalti sebesar Rp12 juta. Tak hanya itu, mereka juga bilang bahwa setelah impas dilakukan bukan berarti pencabutan data pinjaman bisa dilakukan hari ini. Tetapi katanya harus menunggu sampai tiga bulan ke depan (November 2024),” bebernya.

Alasan yang dinilai tak masuk akal tersebut paparnya, praktis saja memicu ketegangan antara pihaknya dengan pihak Perbankan itu pula. Ketegangan dimaksud diakuinya berlangsung di Bank BTPN itu pula.

“Disaat ketegangan berlangsung, kami meminta kepada mereka untuk menunjukan aturan soal penalti dan pencabutan berkas pinjaman dalam kurun waktu tiga bulan itu. Namun mereka tidak bisa menunjukanya, kecuali mengaku bahwa itu bersifat privacy dan itu katanya aturan dari BTPN Pusat. Lho, kok aturan sebagai dasarnya disebut privacy?. Jangan-jangan ada sesuatu dengan alasan privacy yang mereka maksudkan,” tanyanya dengan nada serius.

Perdepatan antara pihaknya dengan pihak Perbankan tersebut soal privacy tersebut diakuinya berlangsung alot. Kendati berkali-kali pihaknya agar pihak Perbankan tersebut menunjukan aturan dimaksud, namun tak mampu dibuktikan. Dan tuntutan soal transparansi tersebut, ditegaskanya masih akan berlanjut.

“Soal apakah aturan yang bersifat perivacy tersebut mereka berlakukan kepada debitur-debitur BTPN lainya yang mengajukan permohonan impas atau sebaliknya, tentu saya tidak tahu. Jika mereka bertahan dengan alasan dimaksud, bukan tidak mungkin kasus ini akan kami bawa ke ranah hukum,” imbuhnya.

Ia kemudian menceritakan tentang kronologis menjadi salah satu debitur BTPN Bima. Awalnya ia mengaku menjadi salah satu debitur pada Bank NTB Syariah Cabang Bima. Usai menuntaskan tanggungjawabnya di Bank NTB Syariah tersebut, ia mengaku langsung mengajukan permohonan pinjaman ke BTPN.

“Permohonan saya untuk menjadi salah satu debitur dengan menjaminkan gaji pensiun per bulan pada BTPN berlangsung sangat cepat. Maksudnya, di restui dalam waktu satu hari saja,” tandasnya.  

Ia mengaku mulai menjadi debitur resmi BTPN Bima pada Maret 2015. Total pinjaman paparnya yakni sebesar Rp150 juta. Sedangkan rentang waktu pinjaman tersebut selama 10 tahun dan berakhir tahun 2025. Sedangkan untuk membayar kewajiban dari pinjaman tersebut, perbulanya sebesar Rp3,6 juta. Kewajiban tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan masih berlangsung sampai dengan tanggal 27/8/2024. Sedangkan total nilai pinjaman saya ke Bank itu yang masih harus dituntaskan adalah sebesar Rp48 juta. Nah, sisanya ini yang mau saya tuntas sekarang juga. Sebab, saya ingin mengajukan permohonan pinjaman ke Bank lain,” terangnya.

Di moment awal permohonan pengajuan pinjaman dengan menjaminkan gaji pensiunya pada Bank itu, ia mengaku diwajibkan oleh pihak perbankan tersebut untuk membayar iuran (kewajiban) lebih awal selama tiga bulan. Dalam kaitan itu ungkapnya, menurut pihak Bank tersebut berlandaskan aturan yang berlaku.

“Untuk itu, pihak perbankan langsung memotong gaji pensiun saya selama tiga bulan lebih awal. Karena mereka menyebutkan bahwa hal tersebut dilakukan karena ada aturanya, tentu saja saya saya harus menghormati dan mentaatinya,” ulasnya.

Sebagai debitur BTPN tegasnya, ia mengaku bahwa sejak awal hingga saat ini tidak pernah nunggak. Hanya saya yang membuat dirinya dan anak-anaknya kecewa kepada pihak BTPN tersebut, yakni mempersulit keinginanya untuk mencabut berkas pinjaman atas dasar pertimbangan sudah sangat siap untuk menuntaskan sisa dari kewajibanya pada Agustus tahun 2024 ini.

“Saya kan debitur yang tidak pernah nunggak, lantas kenapa justeru dipersulit?. Tetapi jika selama ini saya tercatat sebagai debitur bermasalah oleh BTPN Bima, ya silahkan saja dipersulit. Soal penalti yang mereka sebutkan itu berlandaskan aturan tetapi tidak bisa ditunjukan karena alasan privacy, tentu saja hal itu akan saya tanyakan kepada sejumlah Bank yang ada di Bima,” pungkasnya. (ISRAT/JOEL/RUDY/AL) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.