Jhon Bongkar Dugaan Harga Damai Kasus Oknum Kades “Cabul” di Bima Rp95 Juta, Peksos Bereaksi
Ayah Kandung Korban Tegaskan Kasusnya Harus Tuntas di Pengadilan
Dugaan Surat Pernyataan Damai Kedua Belah Pihak |
Visioner Berita Kabupaten Bima-Penanganan kasus dugaan pencabulan oknum Kades Waduruka Kecamatan Langgudu-Kabupaten Bima berinisial MY terhadap anak dibawah umur-sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya), hingga kini dinilai masih simpang siur. Meski sebelumnya Kapolres Bima Kota, AKBP Yudha Pranata, S.IK, SH mengatakan bahwa kasus tersebut telah dicabut oleh pihak korban yang dilampiri dengan adanya surat perdamaian kedua belah pihak, namun sampai detik ini bukti kongkriet pencabutanya pun belum dibeberkan kepada Media Massa.
Dalam upaya memastikan legalitas perdamaian kedua belah pihak, tiga hari lalu Media Online www.visionerbima.com mencoba mendatangi ruangan Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota. Namun upaya untuk mendapatkan penjelasan soal itu, nampaknya seluruh personil Unit PPA setempat terlihat bungkam alias tidak bersuara.
Masih soal kasus ini, berbagai pihak menegaskan bahwa perkara tersebut tidak bisa dicabut karena pertimbangan bahwa oknum Kades tersebut sudah ditetapkan secara resmi sebagai tersangka oleh penyidik Unit PPA Sat Reskrim Bima Kota. Pertimbangan hukum lain yang ditegaskan bahwa perkara tersebut tidak bisa dicabut yakni karena pertimbangan bersifat khusus sebagaimana ketentuan yang tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak. Namun ceritanya akan “berbeda” ketika perkara dicabut resmi disaat penangananya masih dalam tahapan penyelidikan.
Masih menurut penjelasan berbagai pihak tersebut, dijelaskan bahwa surat perdamaian yang diajukan oleh korban dimaksud sifatnya hanya bisa meringankan terduga pelaku di moment persidangan oleh pihak Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima. Sedangkan upaya Restoratif Justice (RJ) terkait kasus ini setelah oknum Kades dimaksud ditetapkan secara resmi sebagai tersangka, ditegaskan hanya bisa dilakukan oleh pihak Majelis Hakim pada PN setempat.
Lagi-lagi soal kasus ini, Minggu lalu penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota menjelaskan bahwa dalam kasus ini oknum Kades tersebut diancam dengan hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara, minimal 5 tahun penjara sebagaimana ketentuan UU Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Uundang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dan dalam kasus ini pula, hingga detik ini pihak korban belum bisa menujukan bukti autentik terkait pencabutan mampu menunjukan bukti-bukti secara resmi terkait pencabutanya. Dan Surat Pemberitahuan Daftar Perkara (SPDP) tersebut pun dijelaskan telah diserahkan secara resmi kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima.
Catatan terkini Media ini mengungkap, wacana terkait pencabutan perkara tersebut pun dinilai menuai kontroversi. Antara lain, kontroversi tersebut pun muncul di beranda Media Sosial (Medsos). Antara lain postingan akun Facebook (FB) atas nama, Abraham Repow ditanggapi secara beragam oleh nitizen terkait wacana pencabutan perkara tersebut sebagaimana diberitakan oleh Media ini yakni pada tanggal 5 Media 2024.
Seiring dengan berkembangnya wacana pencabutan perkara tersebut, kini terkuak issue yang dinilai sangat menarik. Yakni dugaan pencabutan perkara tersebut yakni dihargai dengan uang sebesar Rp95 juta. Issue ini dibongkar oleh salah seorang keluarga korban yakni Muhammad Amin alias Jhon. Jhon menegaskan, dugaan tersebut tidak ada kaitanya dengan tidak ada kaitanya dengan pihak Polres Bima Kota.
“Dugaan uang puluhan juta rupiah tersebut bersumber dari seseorang beriinisial K. Dan uang itu diduga sudah diterima oleh ibu kandung korban berinisial E. Dari pengakuan K, uang tersebut diduga diserahkan kepada E pada malam hari sekitar tanggal 2 Mei 2024. Sementara surat perdamaian kedua belah pihak dibuat di luar kantor Desa Waduruka yakni tanggal 3 Mei 2024. Ya, dugaan harga damainya sangat fatastis,” beber Jhon kepada Media ini, Kamis (9/5/2023).
Jhon kembali menduga, awalnya korban enggan menerima permohonan damai dari terduga pelaku. Dugaan penolakan tersebut, diduga karena harga yang ditawarkan belum mencapai Rp100 juta.
“Awalnya diduga pihak korban meminta Rp100 juta kepada terduga pelaku agar permohonan damai hingga perkara dicabut bisa diamini. Tetapi akhirnya, diduga pihak korban mengamini setelah pihak terduga pelaku hanya bisa menyanggupi sebesar Rp95 juta,” duganya lagi.
Jhon kembali mengungkap, moment perdamaian kedua belah pihak yang berperkara diduga keras tidak melibatkan ayah kandung korban berinisial AH alias Pua. Kecuali, keputusan ditengarai dilakukan secarta sepihak oleh ibu kandung korban berinisial E dimaksud. Dan dalam surat perdamaian tersebut ditandatangani oleh E, oknum Kades Waduruka berinisial MY dan disaksikan oleh empat orang saksi (NR, MS, MM dan MN). Sedangkan status hubungan rumah tangga atas P alias A dengan E itu ungkap Jhon, sudah resmi bercerai.
“Beberapa hari lalu, sudah mendatangi langsung ayah kandung korban tersebut terkait sikapnya soal wacana pencabutan perkara itu. Terkait pencabutan perkara itu, A alias P menegaskan sangat tidak setuju. Oleh sebab itu, Minggu depan ayah kandung terebut akan datang ke Mapolres Bima Kota,” terang Jhon.
Dan atas terkuaknya wacana pencabutan pekara tersebut kata Jhon, ayah kandung korban tersebut sangat kaget. Selain itu, ayah kandung korban tersebut meminta kepada pihak Polres Bima Kota agar mempertimbangkan secara serius untuk melanjutkan penanganan hingga memperoleh keputusan tetap yang bersifat adil dari pihak Majelis Hakim PN Raba.
Peksos Kementerian Sosial RI dan UPTD PPA “Bereaksi”
Abdurrahman Hiayat (Kiri) Didampingi Kepala UPTD Perempuan dan Anak pada DP3A2KB Kabupaten Bima, Muhammad Umar, SH, MH |
Lagi-lagi soal wacana terkait pencabutan perkara dimaksud, Pekerja Sosial (Peksos) anak Kementerian Sosial (Kemensos) RI di Bima, Abdurrahman Hidayat pun “bereaksi”. Kepada Media ini (7/5/2024), Dayat mengaku sangat kaget atas berkembangnya issue terkait pencabutan perkara dimaksud.
“Ia, atas wacana pencabutan perkara dimaksud tentu saja kami sangat kaget. Sebab, sampai sejauh ini kami belum mendapat kejelasan terkait issue yang bereda soal itu. Berdasarkan komitmen awal, keluarga korban sangat berharap agar mendampingi-mengawal kasus ini hingga mendapat keputusan tetap dari pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima,” ujar Dayat.
Sementara terkait wacana soal pencabutan tersebut, Dayat memastikan sampai detik ini belum memperoleh kejelasan dari pihak keluarga korban.
“Terkait informasi soal pencabutan yang diberitakan oleh Media ini, hingga saat ini kami belum memperoleh kejelasan secara kongkriet dari korban maupun keluarganya. Dan sepengetahuan kami, penanganan kasus ini harus dilanjutkan hingga mendapat keputusan yang bersifat final dari pihak Majelis Hakim PN Raba-Bima,” terang Dayat.
Namun jika kasus ini benar-benar sudah dicabut secara resmi oleh pihak Polres Bima Kota, pihaknya dan UPTD PPA Kabupaten Bima memastikan akan mengambil langkah hukum selanjutnya. Langkah tersebut, diakuinya sesuai dengan ketentuan hukum berlaku dan sejalan dengan kewenangan Kemensos RI.
“Jika perkara ini benar-benar sudah dicabut secara resmi, maka kami memiliki kewenangan untuk melindungi anak sebagai korban tentu saja akan mengambil sikap tegas. Yakni akan melaporkan kembali kasus tersebut beserta orang tua yang mendamaikanya. Tetapi sampai dengan hari ini, kami belum memperoleh kejelasan apakah surat perdamaian dan permohonan pencabutan perkara tersebut dari pihak korban sudah diamini secara resmi atau sebaliknya. Menurut saya, mungkin saja sampai saat ini permohonan pencabutan perkara belum diamini oleh Kapolres Bima Kota,” pungkas Dayat.
Dayat menambahkan, sejak awal hingga saat ini penanganan kasus ini korban didampingi oleh Peksos Anak Kementerian Sosial RI, UPTD Perempuan dan Anak (PPA) pada DP3A2KB Kabupaten Bima yang dipimpin secara langsung oleh Muhammad Umar, SH, MH (Kepala UPTD). Salah satu esensi pendampingan baik secara hukum maupun psikis oleh Kedua belah pihak, antara lain mempertimbangan soal anak dan masa depanya serta dampak yang dilahirkan oleh kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur.
Hingga berita ini ditulis, Kasat Reskrim Polres Bima Kota yakni Iptu Punguan Hutahean, S.TrK, S.IK belum berhasil dimintai tanggapanya. Namun sebelumnya, pihak Polres Bima Kota membenarkan adanya permohonan pencabutan perkara itu oleh pihak korban dan di dalamnya dilampirkan dengan surat permohonan damai kedua belah pihak.
Namun hasil investigasi terkini dari Media ini mengungkap, permohonan dari pihak korban dimaksud diinformasikan hingga kini masih ada di meja Kapolres Bima Kota. Pun soal itu, hingga Kamis (9/5/2024) terungkap adanya informasi soal belum adanya nota resmi dari Kapolres Bima Kota yang disampaikanya kepada penyidik Unit PPA Sat Reskrim setempat.
Lagi-lagi soal kasus ini, Kamis (9/5/2024) Media ini juga memperoleh informasi yang dinilai tak kalah menariknya. Informasi yang bersumber dari pihak “tertentu” tersebut menegaskan, pada prinsip hukumnya menyatakan bahwa pernyataan damai dan pencabutan laporan tersebut tidak menghentikan proses hukum yang sedang berlangsung.
Dan hal tersebut, ditegaskan akan terus berjalan sebagaimana mestinya selama belum adanya keputusan resmi soal RJ. Dan dijelaskan pula, untuk melakukan RJ terkait kasus itu tentu saja mutlak untuk mempertimbangan banyak hal dan harus terpenuhi.
Diantaranya dampak, Harkamtibmas, persetujuan masyarakat dan Tokoh-Tokoh setempat serta efek yang dilahirkanya di kemudian hari. Oleh sebab itu, penanganan perkara tersebut ditegaskan akan berjalan secara normal selama belum adanya hasil keputusan RJ dari Kepolisian dan Kejaksaan. Dan selama keputusan soal RJ tersebut belum ada, dijelaskan bahwa surat pernyataan dan dan permohona pencabutan dimaksud hanya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan hukum terkait seberapa tingginya penuntutan terhadap terduga pelaku.
Tetapi dalam proses sidang terkait kasus ini di PN Raba-Bima nantinya, dijelaskan akan kembali kepada korban dan keluarganya terkait apakah sesuai isi surat dan lisan korban dan keluarganya. Dan pada saat yang bersamaan, maka pada saat itu pula surat damai dan permohonan pencabutan berfungsi. Pun itu ranahnya di moment persidangan di PN Raba-Bima. Singkatnya, informasi penting dimaksud menyebutkan bahwa penanganan perkara tersebut masih terus berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku (meski adanya surat pernyataan damai dan pencabutan).
Dan diinformasikan pula, jika dalam waktu dekat Penyidik telah menerima disposisi dari Kapolres Bima Kota maka langkah yang dilakukan adalah melaksanakan gelar perkara. Kegiatan gelar perkara tersebut, diduga erat kaitanya dengan informasi yang beredar bahwa dalam waktu dekat perkara tersebut akan dilimpahkan kepada pihak Kejaksaan setempat. (ISRAT/JOEL/FAHRIZ/RUDY/AL)
Tulis Komentar Anda