Di Balik Pengakuan Spektakulernya Sandiaga Uno, Praktek Festival Rimpu Mantika Heritage Of Bima “Dominan Kontra Tradisi”?
Disorot Secara Tajam Oleh Kader HMI Cabang Bima
Moment Festival "Rimpu Mantika Heritage Of Bima" 2024 di Kota Bima (26/4/2024) |
Visioner Berita Kota Bima-“Rimpu” (hijab tradisional) Bima diakui sebagai warisan leluhur yang mengandung makna dan nilai-nilai penting di dalamnya. Secara historis, “Rimpu” terbagi menjadi dua dan diperuntukan kepada dua kategori.
Yakni “Rimpu Cili” dengan tampilan tertutup pada bagian kepala dan wajah (diperuntukan bagi wanita Bima yang masih berstatus lajang). Dan “Rimpu Colo” dengan tampilan tertutup pada bagian kepala namun terbuka pada bagian wajah (diperuntukan bagi wanita yang berstatus sudah punya suami).
Catatan penting Media Online www.visionerbima.com mengungkap,soal kekayaan budaya dan tradisi warisan leluhur tersebut dinilai lebih dari setengah abad lamanya terkesan hilang dari peredaran. Hal itu juga dinilai dipicu oleh “perubahan paradigma” di era modern.
Kendati demikian, sekitar tiga tahun silam Walikota Bima saat itu, H. Muhammad Lutfi, SE “mengembalikanya” melalui lebih dari satu kali festival dalam kemasan “Rimpu Mantika Haritage Of Bima”. Masih dalam catatan penting Media ini, ide dan gagasan Lutfi tersebut diakui berhasil membuka mata dunia.
Sebab, Kota Bima berhasil meraih gelar Rekor Museum Dunia (RMD) atas keberhasilanya dalam menghidupkan kembali tradisi dan budaya “Rimpu” yang digelar dalam beberapa kali festival tersebut diikuti oleh sekitar puluhan ribu warga Kota Bima yang berasal dari 41 Kelurahan.
Jabatan Lutfi sebagai Walikota Bima sudah berakhir sejak tahun silam. Kendati demikian, ide dan gagasan cerdas-spektalukernya soal “Rimpu” tersebut tak terhenti sampai di situ. Tetapi kini dilanjutkan oleh Pj. Walikota Bima, Ir. H. Mohammad Rum, MT.
Lebih jelasnya, soal “Rimpu” ini Rum mengemasnya dengan strategi ekspansi yang “berbeda”, tetapi lebih ramai dari festival sebelumnya. Yakni menggelar fesrtival “Rimpu Haritage Of Bima” dengan melibatkan tiga daerah di Pulau Sumbawa-Nusa Tenggara Barat (NTB). Yakni Kota Bima, Kabupaten Bima yang dikendalikan langsung oleh Bupati setempat, Hj. Indah Dhamayanti Putri, SE, M.IP dan Kabupaten Dompu.
Masih dalam liputan langsung Media ini, kegiatan festival “Rimpu Mantika Heritage Bima” yang dikendalikan secara langsung oleh Rom tersebut terlihat sangat ramai jika dibandingkan dengan sebelumnya. Aspek keramaian ini karena dipicu oleh keterlibatan para peserta dari tiga daerah tersebut. Antara lain, Bupati Bima mendelegasikan puluhan kelompok peserta dari sejumlah Instansi di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima.
Festival “Rimpu Mantika Heritage Of Bima” ini digelar pada Sabtu (26/4/2024). Sekitar puluhan ribu peserta festival “Rimpu Mantika Heritage Of Bima” tersebut, melakukan long march mulai dari di depan gedung Paruganae Convention Hall-Kota Bima dan berakhir di lapangan Sera Suba setempat.
Para peserta festival “Rimpu Mantika Haritage Of Bima”, antara lain melibatkan Pj. Walikota Bima dan Ketua TP-PKK setempat, Kapolres Bima Kota, AKBP Yudha Pranata, S.IK, SH, Dandim 1608/Bima, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima, Kajari Bima, Ketua Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia (IPWI) Bima yang juga istri mantan Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE yakni Hj. Ellya Alwainy, Ketua DPRD Kota Bima, Alfian Indra Wirawan, S.Adm, Anggota DPR RI dari PAN, H. Muhammad Syafruddin, ST, MM, para Kepala SKP/OPD Kota Bima dan Kabupaten Bima, sejumlah Organisasi Kemahasiswaaan (HMI Cabang Bima, PMII Cabang Bima dan lainya), para pelajar mulai dari SD, SMP, SMA sederajat dan Mahasiswa dari sejumlah Universitas Swasta di Bima (STIE, UMB, Universitas Nggusuwaru, Universitas Mbojo dan STKIP Tamsis), para kelompok UMKM Kota dan Kabupaten Bima, sejumlah suku dari berbagai daerah di Bima (Sunda, Jawa, Padang, NTT dan lainya), sejumlah Organisasi Wanita Kota dan Kabupaten Bima, sejumlah Organisasi Kemasyarakatan di Kota dan Kabupaten Bima serta lainya.
Pada festival “Rimpu” tersebut, seluruh peserta menampilkan performa pakaian yang terbuat dari kain tenunan Bima. Beragam corak dan warna yang sangat indah pun terlihat nyata pada moment yang dinilai sangat spektakuler tersebut. Kendati sengatan matahari di Kota Bima sangat panas, namun terlihat dan mengendorkan semangzat seluruh peserta festival hingga disambut dengan cara spektakuler pula oleh Pj. Walikota Bima-Ketua TP PKK setempat dan sejumlah tamu undangan penting di panggung utama (penyambutan) di lapangan Sera Suba.
Pj. Walikota Bima, Ir. H. Muhammad Rom, MT memastikan bahwa kegiatan ini adalah melanjutkan ide dan gagasan cerdasnya Lutfi dengan esensi membangkitkan, menumbuh kembamngkan, menjaga dan melsetarikan budaya warisan leluhur Bima baik di Nusantara maupun di dunia. Oleh sebab itu, kesadaran partisipatif untuk menumbuh kembangkanya sangat membutuhkan kebersamaan seluruh elemen masyarakat Bima.
Selain membangkitkan kembali nilai budaya dan tradisi warisan leluhur Bima, Rom menegaskan bahwa festival “Rimpu” ini juga ikut menyumbang kontribusi positif bagi pelaku usaha, UMKM tenun di Kota dan Kabupaten Bima dan para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bima dan para pemburu nafkah melalui ojek (tukang ojek).
Betapa tidak, perputaran ekonomi dan keuntungan yang diperoleh oleh sejumlah pelaku usaha dalam kaitan itu diakuinya sangat tinggi. Antara lain, kain tenunan Bima khususnya di Kota Bima diakuinya sangat laris terjual. Oleh karenanya, tingkat kesejahteraan para pelaku usaha tersebut diakuinya terdongkar karena salah satunya dipicu oleh kegiatan festival “Rimpu Mantika Haritage Of Bima) ini.
Rum menambahkan, beragam dampak positif yang ditimbulkan oleh Festival “Rimpu Heritage Of Bima” ini merupakan salah satunya pertimbangan paling esensial dari Pemkot Bima untuk dijadikanya sebagai kalender event (kegiatan tahunan). Dan kegiatan ini, diakuinya memiliki korelasi yang teramat kuat dengan pengembangan dunia Pariwisata di Kota Bima.
Sementara sejumlah “kekurangan” yang dihadapi dalam kaitan itu, ditegaskanya harus dijadikan sebagai bahan evaluasi agar tata kelola management festival “Rimpu Mantika Herirtage Of Bima” untuk ke depanya bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, aspek sosialisasi menjadi hal yang sangat penting dengan melibatkan berbagai elemen, terutama SKPD/OPD terkait di Kota Bima.
Masih soal festival tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (MenparEkraf) RI, H. Salahudin Sandiaga Uno (Sandiaga Uno) juga hadir di Kota Bima. Mantan Capares RI periode lalu ini, juga ikut membuka secara resmi acara festival “Rimpu Mantika Heritage Of Bima ini di lapangan Sera Suba setempat. Pada moment yang dinilais angat spektakuler tersebut juga dihadiri oleh Bupati Bima dan Ketua DPRD Kabupaten Bima, Muhammad Putera Feriyandi, S.IP, M.IP.
Sandiaga Uno bukan saja membuka secara resmi kegiatan tersebut, tetapi juga menyempatkan diri mengunjungi para pelaku UMKM tenunan di sejumlah di Kelurahan Lelamase Kecamatan Rasanae Timur-Kota Bima.
Hal itu berlangsung pada Jum’at Sore (25/4/2024). Pada moment tersebut, Sandiaga Uno dan rombonganya didampingi oleh Pj. Walikota Bima, pihak Forkopimda Kota Bima, Ketua TP-PKK Kota Bima, pihak DPRD Kota Bima dan SKPD/OPD terkait di Kota Bima. Pada moment kunjuungan tersebut, Sandiaga Uno memastikan bahwa Bima merupakan salah satu daerah daerah di Nusantara yang sangat kaya dengan potensi budaya yang teramat kuatnya korelasinya dengan tumbuh kembangnya dunia Pariwisata serta meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan bagi para pelaku UMKM setempat.
Pun demikian halnya dengan kegiatan festival “Rimpu Mantika Haritage Of Bima”, Sandiaga Uno juga memastikan bahwa perputaran roda ekonomi di Kota Bima juga sangat pesat. Oleh sebab itu, kegiatan tersebut harus terus ditumbu kembangkan baik di Kota Bima maupun di Kabupaten Bima.
“Ya, itu dampakm positif paling spektakuler di balik kegiatan festival “Rimpu Mantika Heritage Of Bima” ini. Dan festival ini merupakan yang paling spektakuler di Nusantara ini. Oleh karenanya, saya atas nama MenparEkraf RI menyatakan sangat apresiatif. Karena hal ini sangat erat kaitanya dengan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tentu saja kami di Kementerian akan terus mendorongnya agar lebih maju dan berkembang,” tegas Sandiaga Uno.
Inilah Sorotan Tajam dan Konstruktif Dari Kader HMI Cabang Bima
Kader HMI Cabang Bima, Nur Sahidah |
Festival “Rimpu Mantika Heritage Of Bima” tahun 2024 di Kota Bima (26/4/2024) diakui berlangsung sangat meriah dan spektakuler serta mampu memicu peningkatan roda ekonomi dan kesejahteraan bagi para pelaku UMKM setempat, baik di bidang tenunan maupun para PKL. Kegiatan tersebut, dinilai sebagai salah satu magnet (daya tarik) bagi kehdariran Sandiaga Uno di Kota Bima.
Namun di balik itu, berbagai pihak menemukan adanya aspek “kelemahan” dari Pemkot Bima Bima melalui Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) setempat dibawah nakhoda Muhammad Natsir (Kadis) sebagai salah satu leading sektor paling bertanggungjawab. Yakni praktek soal “definisi dan makna Rimpu Mantika” yang dipertontonkan melalui kegiatan festival dimaksud.
Lebih jelasnya, secara historis bahwa “Rimpu” berada dalam djua kategori. Yakni “Rimpu Colo” dan “Rimpu Cili”. Berdasarkan penjelasan sejumlah Seniman dan Budayawan di Bima, “Rimpu Colo” diperuntukan bagi kaum perempuan Bima yang sudah berkeluarga. Model yang ditampilkanya adalah menggunakan kain tenunan Bima, menutup pada bagian kepala, tetapi terbuka pada bagian wajah.
Sementara kategori “Rimpu Cili” dijelaskan bahwa itu diperuntukan bagi wanita Bima yang masih berstatus lajang alias belum menikah. Sementara model yang ditampilkanya adalah menggunakan kain tenunan Bima, menutup bagian kepada dan wajah, tetapi sedikit terbuka pada bagian matanya.
Dan dijelaskan pula, sejatinya aurat pengguna “Rimpu” di Bima dalam dua kategori tersebut harus ditutup, kecuali pada bagian telapak tangan dan telapak kakinya. Penjelasan ini, diakui berdasarkan kelaziman penggunaan “Rimpu” oleh para leluhur Bima di kala itu. Pun hal tersebut, diakui sebagai salah satu ciri dan kekhasan kaum perempuan Bima.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, cara dan praktek penggunaan “Rimpu” tersebut dinilai telah “bergser dan bahkan jauh dari aspek nilai”. Fakta autentik ini, nampak nyata ditemukan di ajang festival “Rimpu Mantikan Heritage Of Bima” oleh Pemkot Bima melalui Dipasrbud setempat sebagai salah satu pihak yang disebut-sebut paling bertanggungjawab, termasuk yang digelar pada Kamis (26/4/2024).
Lebih jelasnya, dominan kaum perempuan Bima yang masih lajang maupun remaja pada festival “Rimpu Mantika Heritage Of Bima” tahun 2024 dominan menggunakan model “Rimpu Colo”. Namun terlihat hanya sedikit saja dari mereka yang menggunakan “Rimpu Cili”.
“Kelemahan” pemahaman dan pemaknaan soal nilai budaya dan tradisi yang diwariskan oleh para leluhur Bima ini juga ditemukan oleh sejumlah Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bima. Salah satunya yakni Nursahidah.
Salah satu Kader HMI yang dikenal sangat kritis terutama soal tradisi dan budaya Bima ini menegaskan, fakta autentik tentang kontradiksi antara nilai tradisi dan budaya warisan leluhur Bima dengan yang dipraktekan pada moment dimaksud dimaksud dinilainya mencerminkan bahwa “Rimpu” tersebut mencerminkan bahwa Rimpu hanyalah label yang dibanggakan.
Dan dimoment itu pula, Sahidah menemukan adanya krisis nilai yang
dituangkan. Salah satunya yakni eksistensi anak muda dalam memakai “Rimpu” itu
sendiri yang jauh dari “Rimpu” yang dititpkan oleh para leluhur Bima. Dan
nilai-nilai itu ditegaskanya “sengaja” dihilangkan oleh pemilik budaya lokal
sendiri.
Kritikan ini ditegaskan agar pihak penyelenggara bisa berbenah diri agar ke
depanya bisa menata kelola management festival “Rimpu” secara baik dan benar
sesuai marwah yang diwariskan oleh para
leluhur Bima khususnya, dan Bima pada umumnya. Dan catatan pentingnya ini pula,
diakui sebagai wujud kecintaanya untuk Bima serta menghargai warisan leluhur
yang telah diakui sebagai ciri sekaligus kekahasan kaum perempuan Bima.
“Sejatinya kita tidak menghendaki tderjadinya pergeseran itu. Untuk itu, kita
harus jujur untuk mengaku bahwa itu adalah suatu kelemahan yang sangat krusial.
Sebab, praktek pemakaian “Rimpu” yang dilakukan oleh perempuan yang tidak tepat
(dominan “Rimpu Colo” dipakai oleh perempuan lajang). Dan di moment festival
dimaksud, hanya sedikit perempuan Bima berstatus lajang yang menggunakan “Rimpu
Cili”,” beber Sahidah.
“Kelemahan” ini tegasnya, bisa jadi dipicu oleh soal “kesadaran” dan aspek
sosialisasi dari pihak terkait yang nyaris tak terlihat di atas permukaan
(dunia nyata). Tetapi jika dua hal tersebut dilakukan, tentu saja “pergeseran
soal Rimpu” itu tak mungkin terjadi di ajang festival.
“Bima ini adalah milik kita bersama. Memastikan bahwa memastikan festival “Rimpu”
harus sejalan dengan ekspektasi dan mimpi besar para leluhur dan Bima pada
umumnya, juga mutlak menjadi tungas serta tanggungjawab kita bersama. Oleh
sebab itu, kita berharap agar “mereka” sadar bahwa sesungguhnya festival itu
bukan soal puas dengan keramaianya (menganggap sukses). Tetapi kita semua bangga
dan mengapresiasinya jika performa “Rimpu” yang ditampilkan di moment itu
berlangsung secara benar dan digunakan oleh orang yang tepat,” pungkasnya.
Terlepas dari itu, di moment festival “Rimpu Mantika Heritage Of Bima”
tahun 2024 Media ini sempat bertanya kepada puluhan peserta perempuan lajang soal
alasanya menggunakan “Rimpu Colo”. Dan bahkan mereka yang mereka tahu soal
jenis “Rimpu” yang digunakanya.
“Kami
idak tahu soal jenis “Rimpu” ini. Kami hanya menggunakanya saja. Jika ini
diperuntukan bagi perempuan Bima yang berstatus sudah menikah maka tentu saja,
kami juga tidak tahu. Dan sebelum terlibat pada moment festival ini, kami tidak
pernah memperoleh penjelasan dari pihak penyelenggara terkait “Rimpu Colo”
diperuntukan kepada siapa, pun demikian halnya dengan “Rimpu Cili”,” sahut
mereka dengan nada singkat.
Di moment Festival “Rimpu Mantika Heritage Of Bima) 2024, sejumlah pihak mengungkap adanya dugaan kelemahan lainya dari pihak penyelenggara. Antara lain, para peserta Fashion Show yang tampil di atas pentas (cat walk) dengan keragaman keindahan, corak dan warna busana yang terbuat dari kain tenunan harus dihadapkan dengan situasi “tanpa lighting”.
Hal ini dibeberkan oleh salah seorang warga Bima, Baba Selatan Ia mengungkap, karena moment Fashion Show tersebut “tanpa lighting”, akhirnya beberapa orang menjadikan lampu Handphone (HP) sebagai lightingnya.
Sementara Kadisparbud Kota melalui Kabid Pomosinya yakni Buana Eka Putra yang dimintai komentarnya menyatakan, soal lighting itu bukan pekerjaanya. Tetapi pekerjaan Bidang lainya pada Dipasrbud Kota Bima.
“Itu bukan gawenya kami di bidang promosi, tetapi pekerjaan bidang lainya. Dan soal festival ini bukan gawenya Disparbud, tetapi Pemkot Bima. Dalam kaitan itu, Rapat Koordinasi (Rakor) lintas sektoral dilakukan lebih dari dua kali dan di dalamnya juga ada Bagian Prokopim Setda Kota Bima,” sahut Buana dengan nada praktis. (ISRAT/FAHRIZ/RUDY/AL/JOEL)
Tulis Komentar Anda