Kasus Oknum Guru BK Berinisial ZL Yang Viral di Salah Satu SMAN di Kota Bima Itu Telah Dicabut
Upaya Pencabutan Tidak Terkoordinasi Dengan Ketua PUSPA, DP3A dan Peksos
ILUSTRASI, dok.gambar: google.com
Visioner
Berita Kota Bima-kasus dugaan tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur
di wilayah hukum Polres Bima Kota, akhir-akhir ini dinilai cenderung meningkat
secara signifikan. Hal itu berdasarkan catatan resmi soal penangananya oleh
Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota.
Peristiwa yang dinilai sangat memprihatinkan itu, pun nyaris tak pernah sepi dari pemberitaan berbagai Media Online di Bima dan bahkan viral baik di dunia nyata maupun di beranda Media Sosial (Medsos). Salah satunya yakni terkait kasus dugaan pelecehan terhadap siswi oleh oknum guru BK pada salah satu SMAN di Kota Bima.
Terkait kasus dugaan tindak pidana yang terjadi pada salah satu SMAN tersebut, telah dilaporkan secara resmi kepada Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota. Pasca kasus tersebut dilaporkan, meski penanganan kasusnya masih dalam tahapan penyelidikan namun pihak penyidik setempat dijelaskan telah memintai keterangan terhadap pihak pelapor maupun sejumlah saksi yang diajukanya.
Bersamaan dengan hal itu, kedua tua terduga korban selaku terlapor menegakan bahwa penanganan perkara ini harus dituntaskan hingga diputus oleh pihak Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Raba-Bima. Pun demikian halnya dengan ketegasan korbanya. Bukan itu saja, baik korban maupun kedua orang tuanya menegaskan tak ada kata damai terkait kasus dimaksud.
Catatan penting Media Online www.visionerbima.com terkait kasus ini, di beranda Medsos juga ditanggapi dengan beragam komentar pedas dari para nitizen. Yakni meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) menghukum teduga pelaku dengan seberat-beratnya untuk tujuan antisipasi agar kasus yang sama tidak terjadi di kemudian hari.
Lantas seperti apa perkembangan terkini terkait penanganan kasus itu dan masihkah ketegasan korban maupun kedua orang tuanya kekeuh sepeti sebelumnya?. Pertanyan demi pertanyaan tersebut pun kini terjawab.
Sabtu (2/9/2023), Media Online www.visionerbima.com menemukan ada hal menarik di ruang Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota. Yakni kedua belah pihak yang berperkara nampaknya sedang menandatangani berita acara resmi tentang pencabutan perkara yang dilaporkan itu.
Pada moment yang sama terlihat adanya sejumlah pihak yang ikut menyaksikan upaya pencabutan perkara dimaksud. Antara lain kedua orang tua terduga korban, terduga pelaku dan keluarganya dan dua orang personil pegiat perempuan dan anak di Kota Bima.
Maaf ini konteksnya pencabutan perkara atau apa?, demikian pertanyaan singkat Media ini yang juga Tim Dokumentasi PUSPA Kota Bima yang sejak awal mendampingi kasus ini di ruang Unit PPA tersebut. Pertanyaan itu pun dijawab dengan nada yang sangat singkat.
“Iya, kedua belah pihak sedang membuat pernyataan pencabutan perkara secara resmi,” ujar salah seorang pegiat dengan nada “berbeda” di ruangan PPA Sat Reskrim Polres Bima
Di moment yang sama juga sempat terjadi “suasana agak tegang” antara Media ini yang juga Tim Dokumentasi dari PUSPA Kota Bima. Disaat yang bersamaan, Sejumlah kalimat “berbeda” pun terlontar.
Antara lain, Polisi tidak bisa disalahkan terkait upaya mencabutan perkara ini. Sebab, tugas Polisi adalah melayani laporan korban. Ketika pihak korban ingin mencabut perkara yang dilaporan ini, tentu saja tidak bisa ditolak oleh Polisi. Sebab, soal mencabut atau tidak merupakan hak hukum bagi korbanya. Tetapi secara sosial maupun psikis, upaya pencabutan perkara ini dinilai sama halnya dengan membuka peluang bagi terjadinya kasus yang sama di kemudian hari. Lantunan lain yang teruap saat itu yakni terjadinya upaya pencabutan perkara di tengah maraknya kasus tidak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur di Kota Bima.
Di moment yang sama, ayah kandung dari korban memberikan alasan tentang upaya pencabutan perkara. Antara lain enggan anaknya (korban) pecah konsentrasinya terkait kegiatan belajar lantaran dipanggil Polisi untuk memberikan keterangan, orang tua sejumlah saksi enggan mempersilahkan anak-anaknya menjadi saksi terkait perkara ini.
“Itu antara lain pertimbanganya sehingga kami mencabut perkara ini. Selain itu, pihak kami dengan pihak terduga pelaku sudah sepakat berdamai. Dan hal itu sudah dilakukan secara resmi pada hari ini di Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota,” katanya saat itu.
Dan seperti apa surat kesepakatan damai yang telah ditandatangani bersama tersebut, pun terkuak. Dan inilah isi surat kesepakatan damai secara resmi tersebut,-sehubungan dengan pihak 1 (pertama) telah melakukan dugaan pelecehan seksual terhadap anak pihak II pada Sabtu tanggal 29 Juli 2023 sekitar pukul 13.35 Wita ruangan BK di salah satu SMAN di Kota Bima, dan kami (pihak 1 dan pihak ke II) telah menyelesaikan permasalah ini secara kekeluargaan dengan kesepakatan damai sebagai berikut.
a. Pihak 1 (pertama) telah meminta maaf kepada pihak II (kedua) dan pihak II (kedua) telah memaafkannya. B. Pihak 1 (pertama) telah berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut maupun perbuatan lain yang melanggar hukum baik terhadap pihak II (kedua) maupun orang lain. C. Pihak 1 (pertama) berjanji akan membayar biaya pengobatan terhadap pihak II (kedua) sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). d. Pihak II (kedua) berjanji tidak akan menuntut balik pihak 1 (pertama) dikemudian hari. e. Apabila pihak 1 (pertama) melanggar surat perjanjian tersebut, maka siap diproses sesuai hukum yang berlaku.
Demikian surat pernyataan kami buat dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari pihak manapun dan agar dapat dipergunakan sebagai mestinya. Surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak yang berperkara. Dan Saksi yakni ikut menandatangani surat tersebut yakni Muhammad Safei, Rizikiah Mardiarti, S.tp dan Murdani.
Catatan penting lainya, sejak awal kasus ini korban didampingi oleh pihak PUSPA Kota Bima dibawah kendali Hj. Ellya Alwainy H. Muhammad Lutfi, SE (Ketua PUSPA) dan Pekerja Sosial (Peksos) Kemensos RI di Kota Bima. Dijelaskan bahwa berbagai upaya terus mendorong aspek penegakan supremasi hukum terkait kasus ini pun telah dilakukan oleh kedua Lembaga resmi tersebut.
Pertanyaan apakah upaya pencabutan perkara ini oleh pihak terduga korban telah terkoordinasi dan terkonfirmasi terlebih dahulu dengan Ketua PUSPA Kota Bima atau sebaliknya, akhirnya kini terjawab. Penjelasan tersebut diperoleh Media ini dari seorang Pengurus PUSPA setempat.
“Sebelum perkara ini dicabut, sama sekali tidak ada pemberitahuan dan koordinasi dari mereka kepada Ketua PUSPA Kota Bima. Sekali lagi, Ketua PUSPA Kota Bima mengetahui bahwa perkara ini telah dicabut setelah membaca surat pencabutan ini pula,” tegasnya, Senin (4/9/2023).
Ketegasan yang sama juga disampaikan oleh pihak Peksos pada Kementerian Sosial (Kemensos) RI di Kota Bima yakni Zulkifli Lubis, S.Tr. Sos dan Muhammad Syahdan S.Tr. Sos. Lebih jelasnya, lembaga yang juga sejak awal mendampingi korban terkait kasus ini juga tidak terkoordinasi dan tidak terkonfirmasi terkait pencabutan perkara ini.
“Oh ya, perkara ini ternyata sudah dicabut?. Secara jujur, kami mengetahui bahwa perkara ini telah dicabut oleh korban yakni setelah membaca surat pernyataan pencabutan dimaksud,” ujar keduanya dengan nada singkat, Senin malam (4/9/2023).
Masih soal upaya pencabutan perkara dimaksud, berdasarkan informasi yang diperoleh Media ini menyebutkan tak ada kordinasi dan konfirmasi terlebih dahulu dengan DP3A Kota Bima. Hal itu dijelaskan oleh Vivi sebagai salah satu staf pada pada Instansi dimaksud.
“Sampai saat ini, kami di DP3A Kota Bima sama sekali tidak tahu tahu soal telah dicabutnya perkara tersebut. Tetapi kami mengetahui bahwa perkara tersebut setelah mendapat infirmasi dari anda malam ini. Mohon dikirim bukti resi soal pencabutanya sekarang juga,” tegas Vivi, Senin malam (4/9/2023).
Secara terpisah Kapolres Bima Kota yakni AKBP Rohadi, S.IK, MH melalui Kasi Humas setempat, AKP Jufrin menyatakan bahwa pencabutan perkara yang dilaporkan itu merupakan hak hukum korban yang tidak bisa ditolak oleh pihak Penyidik setempat. Dijelaskanya pula, perkara ini bersifat delig aduan. Dan secara hukum memiliki hak hukum untuk menyatakan kesepakatan damai dan mencabutnya.
“Sebelum kedua belah pihak yang berkara mencabut perkara ini, penangananya masih dalam tahapan penyelidikan. Terkait pencabutan perkara itu, penyidik tidak boleh disalahkan. Sebab, penyidik telah bekerja sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Jufrin.
Terkait perkara ini tegasnya, semuanya tergantung kepada pihak yang diduga sebagai korban. Jika korban ingin melanjutkan atau mencabut, tentu saja akan kembali kepada pihak korban.
“Lepas dari itu, kasus tindak pidana kejahatan terhadap anak dibawah umur di wilayah hukum Polres Bima akhir-akhir ini cenderung meningkat secara signifikan. Selain upaya penegakan supremasi hukum terkait sebarek perkara soal kasus anak yang telah dilaporkan dan sedang ditangani secara serius, kami juga maih gencar melakukan sosialisasi sebagai upaya pencegahan agar kasus yang sama tidak terjadi di kemudian hari,” terang Jufrin.
Upaya antisipasi dimaksud, ditegaskanya juga merupakan tugas dan tanggungjawab semua pihak. Antar lain para orang tua, pegiat, Pemerintah, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Karang Taruna dan lainya. Sebab, menyelamatkan keberlangsung hidup dan masa depan anak merupakan tanggungjawab bersama.
“Upaya sosialisasi dan himbauan sejak awal hingga saat ini masih sangat gencar kami lakukan. Sedangkan sikap kami di APH, sesungguhnya tidak ada toleransi bagi para pelaku yang dalam penangananya sudah terpenuhi unsur tindak pidananya. Sekali lagi, kepada para orang tua jangan hanya bisa datang menangis dihadapan penyidik setelah terjadinya peristiwa. Tetapi kontrol dan awasi ruang gerak anak sebelum terjadinya peristiwa. Rajin-rajinlah baca koran atau Media Online soal upaya kami soal penanganan upaya antisipasi soal kasus anak. Dan dari situlah anda akan mengetahui tentang bagaimana cara berpartisipai mengantisipasi agar kasus yang sama tidak terjadi di kemudian hari,” imbuh Jufrin. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda