Kasus Dugaan Pencabulan di “SMA Itu”, Ini Jawaban Tegas Kepala KCD Dikbud Kota dan Kabupaten Bima

St. Maryatun, S.Pd, MM

Visioner Berita Kota Bima-Kasus dugaan tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh oknum Guru BK berinisial ZL kepada seorang siswi, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya) di ruangan BK pada “sekolah itu” di Kota Bima pada Minggu lalu, hingga kini masih menjadi salah satu topik yag dinilai sangat menarik dalam pembahasan berbagai pihak. Perhatian sekaligus kekcewaan publik, termasuk alumni “sekolah itu” terkait kasus itu pun hingga kini terpantau masih saja berlangsung.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Media Online www.visionerbima.com melaporkan, pasca Bunga melaporkan secara resmi kasus itu diduga muncul sesuatu yang mengarah kepada “intimidasi” kepada sejumlah siswi di “sekolah itu” pula. Antara lain, sejumlah siswi diduga tidak membesar-besarkan masalah dimaksud. Sebab, oknum tertentu pada “sekolah itu” diduga menyebutkan bahwa masalah yang menimpa Bunga dianggap sebagai masalah kecil dan hal biasa pula yang terjadi di sejumlah Negara di Luar Negeri (LN).

Dugan-dugaan lain yang muncul pasca Bunga melaporkan secara resmi kasus itu kepada Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota yakni adanya “ancaman” terhadap alumni “sekolah itu”. Yakni diduga pihak sekolah mengancam akan melaporkan yang bersangkutan kepada Polisi karena dianggap telah mencermarkan nama baik “sekolah itu” pula. Hal itu diduga karena dipicu oleh alumni mengkritisi hingga memviralkan kasus dugaan pencabulan yang menimpa Bunga. Dijelaskan bahwa tujuan utama dari alumni tersebut yakni pihak “sekolah itu” berbenah diri serta memberikan jaminan kenyamanan dan keamanan bagi seluruh siswa dan siswi di “sekolah itu pula”.

Masih soal fenomena oknum Guru BK dimaksud, Gubernur NTB yakni DR. H. Zulkieflimansyah menyatakan akan mengatensinya. Hal itu dikemukakan dengan nada singkat melalui saluran WhatsApp (WA) kepada Media ini, Sabtu (5/8/2023). Hal itu dimaksudkanya demi tujuan baik dunia pendidikan ke depan, khususnya di “sekolah itu”.

Melalui saluran WA itu pula, orang nomor satu di NTB ini memberitahukan bahwa oknum Guru BK dimaksud telah dipecat dari “sekolah itu” pula. Hal itu dilakukan oleh pihak “sekolah itu” setelah terkuaknya kasus dugaan pencabulan bermoduskan penelitian oleh ZL yang menjadikan lebih dari satu orang terduga korbanya.

Masih soal kasus dimaksud, kini Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidkan dan Kebudayaan (Dikbut) Kota Bima dan Kabupaten Bima-Nusa Tenggara Barat (NTB) Kepala KCD Kota dan Kabupaten Bima, St. Maryatun,S.Pd, MM bersuara keras. Ketegasan sosok ibu yang dikenal tegas, ramah, baik dan komunikatif yang akrab disapa Mbak Atun ini disampaikanya kepada Media ini pada Sabtu sore (5/8/2023).

“Yang pasti, oknum Guru BK itu sudah dikeluarkan secara resmi dari “sekolah itu”. Dalam hal ini, korban ini harus diperhatikan. Hal itu untuk tujuan agar korbanya bisa melanjutkan sekolah dengan nyaman dan tenang. Sebab, korbanya merupakan aset kita untuk generasi yang akan datang,” tegas Mbak Atun.  

Mbak Atun kembali menegaskan, jika kasus dugaan pencabulan tersebut masih saja dibiarkan maka tentu saja akan mengganggu kenyamanan dan keamanan bagi seluruh siswa dan siswi yang ada di “sekolah itu”.  Sementara kaitanya dengan di “sekolah itu”, Mbak Atun berjanji bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan turun langsung ke sana bersama timnya.

“Insya Allah kami dengan Tim di KCD akan turun di “sekolah itu”. Tujuanya yakni akan memberikan arahan sekaligus pembinaan kepada seluruh guru yang ada di sana, terutama dengan hal yang berkaitan dengan kasus itu. Soal kasus itu, guru-guru yang ada di sana kan sudah berpendapat. Untuk itu, kami di KCD Dikbud Kota Bima dan Kabupaten Bima akan segera melakukan audiensi dengan seluruh guru yang ada di “sekolah itu”,” ujar Mbak Atun.

Mbak Atun kemudian mengatakan, hingga saat ini dirinya belum tahu tentang posisi ruangan BK di “sekolah itu”. Namun setelah mengetahui bahwa ruang BK dimaksud berada di gedung lantai dua di “sekolah itu”, Mbak Atun pun bersuara.

“Oh di situ ruang BK. Jika demikian halnya, maka tentu saja rawan. Harusnya ruang BK itu berada pada posisi yang bisa dipantai secara langsung oleh Kepala Sekolah (Kepsek) setempat. Itu penting, tujuanya agar Kepsek setempat bisa memantau secara langsung tentang kegiatan yang dilakukan oleh Guru BK di ruangan BK itu pula,” imbuhnya.

Terkait keberadaan ruang BK tersebut, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan pengecekan secara langsung. Tujuanya lebih kepada memetakan apakah ruangan BK tersebut berpotensi menimbukan kejadian yang tidak diinginkan atau sebaliknya.

“Karena yang kami dengar, siswi itu dipanggil satu persatu di ruangan BK itu. Dan dalam kaitan itu pula, tidak ada saksi-saksinya,” paparnya.

Berangkat dari kasus yang menimpa “Bunga” dan sejumlah terduga korban lain dari ZL, Mbak Atun menyatakan sangat setuju bahwa penanganan kasus siswi yang dianggap bermasalah harus ditangani guru BK perempuan. Dan penanganan kasus bagi siswa yang dianggap bermasalah ditangani oleh guru BK laki-laki. Dan jumlah Guru BK pada “sekolah itu” sebanyak sekitar 7 orang, lima orang diantaranya adalah Guru BK perempuan.

“Opsi itu tentu saya sangat setuju. Saya juga kurang serek jika penanganan kasus siswi yang dianggap bermasalah itu ditangani oleh Guru BK laki-laki, apalagi penangananya tidak disaksikan oleh teman-teman dari siswi itu pula. Sebab, itu sangat rawan,” tegasnya lagi.

Mbak Atun menyatakan, pada saat Bunga diperiksa oleh ZL seharusnya didampingi oleh Koordinator BK di “sekolah itu” pula. Dan Koordinator BK itu pulalah yang mengkoordinir seluruh Guru BK setempat.

“Kalau BK itu tidak boleh sembarangan. Satu orang Guru BK itu menangani minimal 150 orang siswa jika itu cukup. Dan itu, kelasnya sudah jelas. Dan Guru BK itu tidak boleh menangani kelas yang lain jika itu bukan menjadi bagianya,” terang Mbak Atun.

Mbak Atun menerangkan, Guru Honorer boleh menjadi Guru BK jika sesuai denganjurusanya. Hanya saja tegasnya, yang bersangkutan tidak boleh diberikan kewenangan untuk menjadi Koordinator BK dan sebagainya.

“Dia itu sifatnya membanu saja. Lebih jelasnya, dia hanya statis sebagai Guru BK saja dan tidak boleh bertindak seperti Koordinator BK. Tetapi soal usulan bahwa penanganan kasus setiap siswi yang bermasalah ditangani oleh Guru BK perempuan, tentu saja sangat setuju. Hal tersebut harus penting dilakukan guna mengantisipasi agar kasus yang sama tidak terjadi di kemudian hari,” imbuhnya.

Tentang ada dugaan adanya oknm tertentu yang menyatakan bahwa kasus yang menimpa Bunga dan sejumlah terduga korban lainya dari ZL itu sebagai masalah kecil serta biasa saja di dunia barat, Mbak Atun kembali bersuara keras.

“Itu tidak boleh terjadi. Sebab, anak didik kita tidak boleh dijadikan sebagai bahan penelitian. Dan anak didik kita tidak boleh dijadikan sebagai bahan untuk coba-coba seperti itu. Tetapi pendidik itu harus melindungi anak-anak kita. Sekali lagi, hal itu tidak boleh diucapkan oleh tenaga pendidik.” Imbuhnya lagi.

Sementara kasus yang sudah dilaporkan secara resmi oleh Bunga kepada pihak Polres Bima Kota, Mbak Atun mengusulkan agar kedua belah pihak membicarakanya secara kekeluargaan. Sebab, ketika kasus ini sudah dilaporkan secara resmi tentu saja korbanya akan dipanggil secara terus menerus oleh pihak Kepolisian.

“Menurut saya, sebaiknya kasus ini dibicarakan secara secara kekeluargaan terlebih dahulu. Hal itu untuk tujuan agar korban tidak lagi dibicarakan oleh teman-temanya. Dan oknum guru dimaksud bisa memperbaiki dirinya. Yang jelas, oknum guru itu sudah dikeluarkan secara resmi di “sekolah itu”. Namun jika pihak korban dan keluarganya tidak menyepakati kata damai dengan tujuan membuat efek jera, tentu saja itu menjadi haknya mereka,” ucap Mbak Atun.

Soal issue yang berkembang tentang adanya hukuman terhadap siswa dan siswi di “Sekolah itu” dalam bentuk memulangkan mereka lantaran telat masuk kelas dan berdiri di terik matahari sembari mengangkat kaki setelah diberlakukanya Implementasi Kurikulum Meredeka Belajar (IKMB), Mbak Atun menegaskan bahwa Guru di sekolah manapun tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap siswa dan siswinya.

“IKM itu adalah menyiapkan pembelajaran, semuanya bisa mengenai Guru itu sendiri dan materi-materi lainya, bukan mengenai perilaku yang sempit. Soal IKMB yang lebih memfokuskan kepada Guru untuk memetakan minat setiap anak didik misalnya,  kita tidak boleh membebaskan juga kepada anak-anak didik. Misalnya ada anak-anak didik tidak suka Mata Pelajaran (Matpel) Matematika dan pada akhirnya hal yang sama terjadi pada anak-anak didik lainya, tentu saja itu tidak boleh. Namun jika sebaliknya, tentu saja kelasnya akan lebih banyak. Oleh sebab itu, kita harus mengkajinya secara matang terlebih dahulu. Nanti ada jurusan wira usahanya, jurusan IPA, IPS dan lainya. Sekali lagi, nanti ada batasnya,” harap Mbak Atun.

Berangkan sejumlah kasus dugaan yang terjadi di “sekolah itu”, Mbak Atun berharap agar ke depan harus mendapat perhatian serta kerjasama dari orang tua, sekolah dan masyarakat. Kerjasama tiga elemen tersebut, antara lain melakukan kontrol dan pengawasan secara ketat di dunia pendidikan itu pula.

“Masyarakat dan melakukan kontrol dan pengawasan terkait peristiwa yang terjadi, itu ok dan itu bagus. Hal itu penting dilakukan guna mengoreksi tentang apa yang dilakukan oleh pihak sekolah. Dari orang tua siswa-siswi juga tidak boleh mau menang sendiri, tetapi harus berlaku seimbang. Maka untuk ke depanya, jika ada masalah maka harus diselesaikan secara bersama-sama pula,” tutur Mbak Atun.

Terkait kasus dugaan pencabulan yang terjadi di dunia pendidikan pada SMA di Bima baik di Kota Bima maupun di Kabupaten Bima, yang diketahuinya bahwa di “sekolah itu” telah terjadi dua kasus. Namun di sekolah lain, yang diketahuinya hanya terjadi satu kasus dan itu dilakukan oleh temanya sendiri.

“Kalau di “sekolah itu”, saya mendengar ada dua kasus. Selain kasus yang menimpa Bunga, dulu ada kasus yang dilakukan oleh oknum Guru ASN. Dan itu sudah clear. Oknum Guru ASN itu telah dikeluarkan dari “sekolah itu” pula,” bebernya.

Fenomena lain yang terjadi di dunia pendidikan tingkat menegah atas di Kota Bima dan di Kabupaten Bima, selain kasus yang menimpa Bunga juga acapkali terjadi kasus tindak pidana kejahatan yang melibatkan anak-anak sebagai pelakunya. Antara lain soal Pencurian dengan Kekerasan (Curas), panah-memanah hingga ke soal Narkoba yang ditangani oleh pihak Polres Bima Kota dan Polres Bima, Mbak Atun menekankan agar para Guru lebih giat melakukan pendidikan karakter kepada anak-anak didiknya.   

“Untuk ke depanya, masalah itu bisa diantisipasi oleh para Guru melalui pendidikan karakter. Sedangkan kasus dugaan tindak pidana kejahatan yang melibatkan oknum siswa SMK yang ditangani oleh Polisi, itu lebih disebabkan bahwa pada SMK itu tidak berlaku sistim zona. Karena tidak adanya sistim zona, maka tentu saja anak-anak dari wilayah manapun bisa melanjutkan sekolahnya di sejumlah SMK yanga ada di Kota Bima. Dan sesuai minat serta jurusanya, maka anak-anak dari wilayah manapun bisa melanjutkan studynya di SMK di Kota Bima. Soal sistim zona, itu hanya berlaku di tingkat SMA saja di Kabupaten Bima,” pungkas Mbak Atun. (TIM VISIONER) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.