Hasil Putusan Banding, Hukuman Penjara Bagi “Tiga Koruptor” Kasus Saprodi Jauh Lebih Tinggi Dari Putusan Sebelumnya
ILUSTRASI, Dok. Gambar: google.com
Visioner Berita Mataram, NTB-Upaya banding yang dilakukan oleh mantan Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura (PTPH), Ir. Muhammad Tayeb dan dua orang mantan pejabat pada instansi setempat yakni Muhammad dan Nurmayang Sari, justeru bukan mengurangi masa hukuman. Tetapi “mimpi hukuman ringan” melalui upaya banding yang diajukanya pada Pengadilan Tinggi (PT) Mataram-NTB justeru dinilai “sia-sia”.
Pasalnya, hukuman penjara melalui hasil putusan banding kepada tiga orang “koruptor” tersebut justeru bertambah alias jauh lebih tinggi dari putusan sebelumnya. Majelis Hakim pada PT Mataram-NTB menjatuhkan vonis hukuman kepada Tayeb selama 9 tahun penjara. Sementara Muhammad dan Nurmayang Sari, pada putusan banding “menghadiahi” hukuman kepada keduanya yakni 8 tahun penjara.
Hasil putusan banding terhadap tiga orang “koruptor” tersebut mencerminkan bahwa perjuangan keras pihak Jaksa Penutut Umum (JPU) telah membuahkan hasil yang sangat baik. Penambahan masa hukuman ketiganya yakni terkait kasus korupsi Program Penyaluran Bantuan Sarana Produksi (Saprodi) dan cetak sawah baru tahun anggaran 2016.
“Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa M. Tayeb terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer Penuntut Umum (PU) dengan menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun,” tegas Ketua Majelis Hakim tingkat Banding, Achmad Setyo Pudjoharsoyo saat membacakan putusan dalam sidang terbuka melalui siaran langsung di kanal YouTube PT Mataram-NTB, belum lama ini.
Dakwaan primer PU tersebut berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menetapkan perbuatan terdakwa telah terbukti melawan hukum.
Selain pidana penjara, Achmad bersama hakim anggota Heru Mustofa dan Rodjai S. Irawan menetapkan pidana denda sebanyak Rp400 juta subsider 5 bulan kurungan badan kepada Tayeb. Kepada terdakwa, hakim turut menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp2,5 miliar subsider 1 tahun kurungan badan.
“Turut menetapkan agar uang titipan terdakwa yang ada pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) senilai Rp12,5 juta dirampas oleh negara untuk menutupi sebagian uang pengganti kerugian negara,” desaknya.
Atas putusa dimaksud, Majelis Hakim Tingkat Banding menyatakan menerima permintaan Banding penuntut umum maupun terdakwa serta membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram untuk perkara M. Tayeb dengan nomor: 2/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr.
Pada pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim menyatakan perbuatan terdakwa terbukti melanggar dakwaan subsider penuntut umum yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan menyatakan terdakwa menyalahgunakan kewenangan dalam jabatan, Hakim yang terdiri dari Ketua, Putu Gde Hariadi dengan Hakim Anggota yakni Lalu Moh. Sandi Iramaya dan Fadhli Hanra menjatuhkan vonis hukuman terhadap M. Tayeb selama 1 tahun penjara. Dan dalam kaitan itu, Tayeb dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dengan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 1 bulan kurungan badan.
Selain itu, hakim menetapkan pidana tambahan agar terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp130 juta subsider 1 tahun kurungan badan. Untuk nominal uang pengganti, Hakim menetapkan dengan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi.
Atas hal itu, Hakim menyampingkan hasil audit BPKP NTB senilai Rp5,1 miliar dan menetapkan kerugian yang muncul dalam perkara ini senilai Rp260 juta. Hakim dalam putusan, turut menetapkan uang titipan terdakwa kepada Kejari Bima sebesar Rp12,5 juta dirampas oleh negara untuk menutupi sebagian uang pengganti kerugian negara.
Pelaksanaan program tahun 2016 ini menelan anggaran senilai Rp14,4 miliar. Anggaran itu berasal dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI. Program ini disalurkan dengan tujuan peningkatan produksi pangan di Kabupaten Bima.
Dalam kaitan itu, tercatat ada 241 Kelompok Tani (Koptan) di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 Miliar untuk 158 Poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare.
Dalam aturan, penyaluran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan. Proses pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.
Hasil Putusan Banding, Muhammad dan Nurmayang Sari “Dihadiahi” 8 Tahun Penjara
Masih soal perkara
korupsi Saprodi, Majelis Hakim pada PT Mataram-NTB Barat menjatuhkan vonis
hukuman kepada dua mantan pejabat pada Dinas PTPH Kabupaten Bima yakni Muhammad
dan Nurmayang Sari selama 8 tahun penjara.
"Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Muhammad bersama Nurmayang Sari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum dengan menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun," kata Achmad Setyo Pudjoharsoyo, ketua majelis hakim tingkat banding membacakan putusan kedua terdakwa dalam sidang terbuka melalui siaran langsung di kanal YouTube PT Mataram-NTB.
Dakwaan primer penuntut umum tersebut berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menetapkan perbuatan kedua terdakwa telah terbukti melawan hukum.
Selain pidana penjara, Achmad bersama Hakim anggota Heru Mustofa dan Rodjai S. Irawan menetapkan pidana denda kepada kedua terdakwa dengan nilai Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan badan.
Terhadap kedua terdakwa, Mjelis Hakim turut menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp1,27 miliar subsider 6 bulan kurungan badan. Dengan menyampaikan putusan dimaksud, Majelis Hakim tingkat Banding menyatakan menerima permintaan banding PU maupun terdakwa serta membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Mataram untuk perkara Muhammad dan Nurmayang Sari dengan nomor: 3/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr.
Pada Pengadilan Tingkat Pertama, Majelis Hakim menyatakan perbuatan kedua terdakwa terbukti melanggar dakwaan subsider penuntut umum. Yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan menyatakan keduanya menyalahgunakan kewenangan dalam jabatan, Hakim yang terdiri dari Hakim Ketua yakni Putu Gde Hariadi dengan Hakim yakni Lalu Moh. Sandi Iramaya dan Fadhli Hanra menjatuhkan vonis hukuman 2 tahun penjara untuk terdakwa Muhammad dan 1 tahun untuk terdakwa Nurmayang Sari.
Untuk pidana denda, hakim menetapkan agar kedua terdakwa masing-masing membayar sebanyak Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan. Kepada kedua terdakwa, hakim turut membebankan uang pengganti kerugian negara dengan nilai Rp86 juta untuk terdakwa Muhamad dan Rp43 juta untuk terdakwa Nur Mayangsari.
Dalam putusan, hakim menyatakan kedua terdakwa secara bersama-sama dengan mantan Kepala Dinas PTPH Kabupaten Bima M. Tayeb yang telah divonis 3 tahun penjara melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan dalam jabatan.
Akibat adanya penyalahgunaan kewenangan itu, Hakim menetapkan adanya angka kerugian negara senilai Rp260 juta dengan membebankan M. Tayeb membayar uang pengganti sebesar Rp130 juta. Angka ini berbeda dengan hasil audit BPKP NTB senilai Rp5,1 miliar.
Dasar hakim mengesampingkan hasil audit BPKP NTB tersebut yakni merujuk pada Perma Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi. Anggaran dalam program penyaluran ini senilai Rp14,4 miliar. Anggaran itu berasal dari Kementan RI. Program ini disalurkan dengan tujuan peningkatan produksi pangan di Kabupaten Bima.
Tercatat ada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare.
Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan. Proses pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.
Dalam perkara ini, Muhammad betindak Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima. Sedangkan, Nurmayang Sari berperan sebagai mantan Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima.
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Media Online www.visionerbima.com melaporkan, atas hasil putusan Banding tersebut pihak Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa dijelaskan mengatakan akan berpikir-pikir terlebih dahulu sebelum menempu upaya hukum selanjutnya, sebut saja Kasasi melalui Mahkamah Agung RI. Dan masa pikir-pikir yang diberikan oleh Majelis Hakim pada PT Mataram-NTB, dijelaskan selama 20 hari (terhitung sejak pembacaan putusan tersebut berlangsung). Namun sampai detik ini, pihak Kuasa Hukum ketiga terdakwa dinformasikan belum memutuskan untuk melakukan Kasasi atau sebaliknya. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda