Oknum Korlap FPR Yang “Lari Kocar-Kacir” Itu Dipanggil Polisi Tetapi Diduga Mangkir
Diduga Ada Delegasi Oknum Politisi Yang Menyusup dan Memprovokasi
Inilah Surat Panggilan Pertama Untuk Afrizal dan Atri Alias Ompu Pana |
Visioner Berita Kabupaten Bima-Perjuangan keras sejumlah organ Mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang bergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) di dalam mendorong perbaikan infrastruktur jalan khususnya dari Desa Wadukopa ke Desa Kala-Kabupaten Bima melalui APBD 2 Kabupaten Bima tahun 2023 dan Pokir yang dijanjikan oleh oknum DPRD Kabupaten Bima, Rafidin H.Baharudin, S.Sos (PAN yang juga Ketua Komisi I) tak hanya diapresiasi oleh banyak pihak.
Tetapi aksi pergerakan yang berorientasi real untuk kepentingan masyarakat Donggo dan Soromandi tersebut, juga dinilai menyisakan “duka” bagi belasan anggota FPR yang telah ditangkap dan kini masih hidup dibalik jeruji sel tahanan Polres Bima. Sementara Koordinator Lapangan (Korlap) aksi tersebut yakni Afrizal yang sejatinya bertanggung jawab penuh justeru “lari kocar-kacir” saat pihak Polres Bima yang diback up oleh satu Pelton pasukan dari Sat Bromob Batalyon C Pelopor membuka pemblokiran jalan di Desa Bajo Kecamatan Soromandi-Kabupaten Bima beberapa waktu lalu.
Atas “lari terbirit-biritnya” Afrizal dalam kaitan itu, praktis saja memicu kekecewaan banyak pihak, terutama belasan anggota FPR yang telah ditetapkan secara resmi sebagai tersangka dan ditahan di dalam sel tahanan Polres Bima itu. Atas sikap Afrizal tersebut, berbagai sumber penting menduga bahwa yang bersangkutan adalah “titipan” oknum Politisi tertentu. Namun sejumlah sumber tersebut menyatakan, jika Afrizal bersikap pro aktif yakni bertanggungjawab secara sepenuhnya atas dinamika yang terjadi pada saat aksi pemblokiran jalan tersebut maka tentu saja “ceritanya menjadi berbeda”.
Sementara perjuangan berbagai Tokoh di Donggo dan Soromandi termasuk di dalamnya ada kepala Desa (Kades) dan Camat di dua wilayah itu untuk bernegosiasi dengan pihak Polri untuk tujuan diebaskanya belasan orang anggota FPR yang ditahan itu, tercatat dimulai sejak awal dan bahkan masih berlangsung sampai dengan saat ini. Pun demikian halnya dengan berbagai Organ mahasiswa baik yang ada di NTB maupun di Pulau Jawa. Tetapi ekspektasi baik melalui pendekatan humanis dan aksi demonstrasi dalam kaitan itu, hingga kini belum direstui oleh Kapolda NTB, Irjend Pol Drs. Djoko Purwanto.
Tentang belum direstuinya oleh Kapolda NTB terkait ekspektasi agar dibebaskan belasan orang anggota FPR tersebut, terungkap terkuak pada moment pertemuan penting antara Para Kades dan Camat didua wilayah (Donggo dan Soromandi) yang digelar di Mapolres Bima pada Minggu lalu. Dijelaskan, hal itu terkuak melalui pernyataan Kapolres Bima di hadapan para Kades dan Camat di dua wilayah dimaksud.
Informasi yang sama juga diperoleh Media Online www.visionerbima.com melalui “Kelompok Cipayung” yang di dalamnya melibatkan HMI, IMM, PMII, GMNI dan KAMMI. “Kelompok Cipayung” tersebut mengaku hadir di Mapolres Bima pada hari yang bersamaan dengan pertemuan antara Kapolres Bima dengan jajaranya bersama para Kades dan Camat di Donggo dan Soromandi minggu lalu.
“Kami hadir di Polres Bima Minggu lalu untuk tujuan meminta kepada Kapolres Bima agar membebaskan belasan orang anggota FPR tersebut. Sebab aksi pergerakan yang mereka lakukan itu murni untuk kepentingan masyarakat Donggo dan Sormandi. Dan aksi pergerakan mereka lakukan itu, sama sekali tidak ditemukan adanya hal-hal yang bersifat anarkhis. Sementara pada pertemuan kami dengan Kapolres Bima saat itu, tidak menghasilkan apa-apa. Soal permintaan kami agar membebaskan belasan orang anggota FPR tersebut, Kapolres Bima mengatakan akan berkoordinasi dengan Kapolda NTB,” ungkap Ketua HMI Cabang Bima, Fitrah kepada Media ini.
Sementara upaya hukum yang dilakukan oleh pihak Polres Bima melalui Sat Reskrim setempat, AKP Masdidin, SH menegaskan telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kasat Reskrim tersebut menyatakan adanya dugaan pelanggaran pidana terkait aksi blokir jalan dimaksud. Atas hal itu, Masdidin mengaku terkuak melalui hasil penyelidikan dan penyidikan secara akurat dan mendalam sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Tak hanya itu kata Masdidin, tetap belasan orang anggota tersebut ditetapkan secara resmi sebagai tersengka dan kemudian ditahan di dalam sel tahanan Polres Bima yakni setelah dilakukan kegiatan gelar perkara. Sementara ancaman hukuman bagi belasan orang anggota FPR tersebut, dijelaskanya di atas lima tahun penjara. Dan dijelaskan pula, itulah yang menjadi landasan hukum bagi Polisi untuk menahan belasan orang anggota FPR tersebut.
Kerja pihak Polres Bima di dalam menyikapi aksi pemblokiran jalan di Desa Bajo tersebut, ditegaskan belum berakhir sampai di situ. Tetapi Penyidik Sat Reskrim Polres Bima telah memanggil secara resmi Korlap aksi yakni Afrizal yang “lari pontang-panting” saat upaya pemubaran massa aksi yang memblokir jalan di Desa Bajo itu pula.
Kapolres Bima yakni AKBP Haryanto, SH, S.IK melalui Kabag Ops setempat, Kompol Herman, SH pun membenarkan hal itu. Herman menjelaskan, Afrizal dipanggil secara resmi beberapa hari lalu guna hadir memberikan keterangan secara resmi kepada penyidik Sat Reskrim setempat. Herman menjelaskan, sejatinya Afrizal hadir memberikan keterangan kepada penyidik setempat pada Kamis (8/5/2023).
“Namun sampai sekarang, yang bersangkutan belum hadir memberikan keterangan kepada penyidik. Alasanya untuk tidakhadir memberikan keterangan kepada penyidik tersebut, karena pada Kamus (8/5/2023) Afrizal hadir pada moment pertemuan antara anggota FPR dengan Bupati Bima yang digelar di Pemkab Bima,” tandas Herman.
Tak hanya Afrizal yang diakuinya dipanggil secara resmi untuk diperiksa oleh penyidik tekait aksi pemblokiran jalan di Bajo. Tetapi hal yang sama juga diakuinya dilakukan kepada Atri alias Ompu Pana.
Oleh karena keduanya diduga tak hadir pada panggilan pertama, maka selanjutnya phaknya akan melayangkan surat panggilan kedua kepada keduanya. Upaya tersebut, ditegaskanya akan dilakukan dalam waktu segera pula.
“Ya, Insya Allah dalam waktu segera kami akan memanggil Afrizal dan Ompu Pana untuk datang memberikan keterangan kepada penyidik. Jika keduanya hadir pada upaya panggilan kedua, tentu saja akan ada upaya hukum “lainya” yang akan dilakukan oleh penyidik. Olehnya demikian, kami menghimbau agar Afrizal dan Ompu Pana ersikap kooperatif,” imbuhnya.
Lagi-lagi, soal aksi pergerakan menuntut perbaikan infrastruktur jalan di Kecamatan Donggo dan Soromandi yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima dengan Pemprov NTB oleh pihak FPR hingga kini ditegaskan sebagai perjuangan yang sangat murni. Sementara janji oknum anggota DPRD Kabupaten Bima soal perbaikan pelebaranjalan dari Wadukopa-Kala yang menggunakan APBD dan Pokirnya Rp1 Miliartahun 2023 dan janji Gubernur NTB, DR.H. Zulkieflimansyah terkait perbaikan infrastruktur jalan di Soromandi kala itu-hingga kini dituding sebagai “lantunan palsu”. Sebab, sebab sampai hari ini janji tersebut tak kunjung diwujudkan.
Sementara soal janji Pokir sebesar Rp1 Miliar untuk pelebaran jalan dari Wadukopa-Kala oleh Rafidin sebagaimana pada pemberitaan sejumlah Awak Media pada tahun 2022 lalu, oknum politisi asal PAN tersebut justeru dituding telah membohongi warga Desa Wadukopa dan Desa Kala. Kecuali sejak aksi demonstrasi yang digelar oleh FPR hingga saat ini, Rafidin justeru lebih mendesak APBD 2 Kabupaten Bima tahun 2023 sebesar Rp1 Miliar untuk pelebaran jalan dari Wadukopa-Kala.
Tetapi yang bersangkutan justeru dituding telah lupa dengan janjinya memanfaatkan anggaran Pokirnya sebesar Rp1 Miliar untuk pelebaran jalan dimaksud. Sedangkan piha Pemkab Bima menegaskan, tak ada usulan sejak awal terkait program peleabaran jalan dari Wadukopa-Kala itu. Kecuali, usulan itu muncul di penghujung proses pembahasan Bangggar oleh pihak Banggar DPRD Kabupaten Bima yang melibatkan TAPD Kabuaten Bima sekitar Oktober tahun 2022.
Sedangkan alasan Rafidin beringkar janji soal Pokirnya Rp1 Miliar tersebut pun terkuak. Yakni karena alasan bahwa sejumlah Desa dan Soromandi tidak akan kebagian dana Pokirnya jika angka Pokirnya Rp1 Miliar itu diserahkan untuk kegiatan pelebaran jalan dari Wadukopa-Kala.
“Tidak bisa dong saya manfaatkan semua Pokir saya untuk kegiatan pelebaran jalan dari Wadukopa-Kala. Kalau dana Pokir saya digunakan untuk pelebaran jalan dari Wadukopa-Kala, tentu saja Desa-Desa lain di Donggo dan Soromandi tidak kebagian dong,” demikian Rafidin berkilah.
Aksi demonstrasi dalam tiga sesi yang dilakukan oleh FPR tersebut, juga menguak dugaan yang dinilai sangat menarik. Sejumlah sumber terpercaya mengungkap, di kubu FPR diduga diselip adanya oknum tertentu berinisial H yang sengaja dipasang untuk melakukan provokasi.
Menurut sejumlah sumber tersebut, H diduga ditugaskan untuk mencatat seluruh nama-nama anggota FPR dan mendokumentasikan baik berupa foto maupun video di saat pihak FPR melakukan aksi demonstrasi baik pada aksi pertama di gedung DPRD Kabupaten Bima hingga aksi pemblokiran jalan jilid II dan III di Desa Bajo. Dugaan hasil kerja H tersebut, ditengarai disetor kepada oknum politisi tertentu. Tak hanya itu, pun H diduga untuk terus memprovokasi massa aksi dari FPR untuk melakukan pemblokiran jalan di Bajo itu.
Dugaan tersebut terkuak melalui rangkaian investigasi yang dilakukan oleh crew Media Online www.visionerbima.com. Pada rangkaian investigasi tersebut, sejumlah sumber terpercaya menduga kuat bahwa H sangat dekat dengan oknum politisi dimaksud. Dan selama aksi demonstrasi dilakukan oleh FPR, diduga H tidak menghendaki massa aksi untuk menyentuh oknum anggota DPRD Kabupaten Bima. Tetapi juga ditengarai bahwa H mendesak pihak FPR untuk tetap berkonsentrasi menuntut anggaran Rp1 Miliar dari APBD 2 Kabupaten Bima untuk kegiatan pelabaran jalan dari Wadukopa-Kala.
“H diduga ditugaskan untuk memprovokasi massa aksi, mendokumentasikan baik berupa foto maupun video pada moment aksi demonstrasi pihak FPR di gedung DPRD Kabupaten Bima dan termasuk soal aksi pemblokiran jalan di Bajo itu. Hasil catatan dan dokumentasinya tersebut, diduga disetor kepada oknum politisi tertentu,” bongkar sejumlah sumber kepada Media ini, Rabu (7/5/2023).
Sejumlah sumber kembali menduga, dugaan kedekatan emosional antara H dengan oknum politisi tersebut sudah terjalin lama dan bahkan ditengarai masih berlangsung hingga sampai sekarang. Dan lagi-lagi, sejumlah sumber menduga bahwa H menitipkan sekitar 3 orang di dalam kubu FPR untuk tujuan tertentu.
“Tetapi dominan anggota FPR itu benar-benar orang yang sangat murni memperjuangkan tuntutan warga Donggo dan Soromandi. Tetapi mereka tak ada soal dugaan adanya sejumlah nama termasuk H yang diduga ditipkan oleh oknum politisi tertentu untuk tujuan tertentu pula. Sepertinya “permainan kelas kampungan ini”, kini sudah semakin terbuka lebar,” duga sejumlah sumber dimaksud.
Dugaan yang sama juga dikemukakan oleh Ketua LSM KIPANG Bima yakni Budiman. Sosok tegas yang akrab disapa Dalbo ini mengaku mencium dugaan tersebut sejak aki pertama dilakukan digedung DPRD Kabupaten Bima hingga aksi pemblokiran jalan jilid II dan III di Desa Bajo yang menyeret belasan orang anggota FPR itu ditahan di dalam sel tahanan Polres Bima Kota.
“Dugaan permainan oknum politisi tertentu tersebut, sepertinya tidak diketahui oleh dominan anggota FPR. Soal perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan di Soromandi yang menjadi kewenangan Gubernur NTB misalnya, tetapi kok yang dihajar dengan kata-kata kotor adalah Bupati Bima?. Dan yang mestinya janji bohong termasuk soal Pokir itu, lha kok yang difokuskan adalam memaki-maki Bupati Bima terkait anggaran Rp1 M untuk perbaikan jalan dari Wadukopa-Kala?,” tanya Dalbo dengan nada serius.
Dalbo menegaskan, belasan orang anggota FPR yang telah ditahan di dalam sel tahanan Polres Bima itu merupakan korban atas ketidak berdayaan para delegasinya di gedung Legislatif baik di DPRD Kabupaten Bima dan di DPRD Provinsi NTB. Sepegetahuanya, Legislatif memiliki tiga fungsi terkait pembangunan yang ada di Bima maupun di NTB. Yakni funsgi Legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi budgetinga.
“Aksi demonstrasi adek-adek FPR hingga belasan anggota ditangkap dan ditahan di dalam sel tahanan Polres Bima tersebut, diduga kuat sebagai korban dari “janji palsu” dan ketidak berdayaan delegasinya digedung Dewan pada Dapil III (Kabupaten Bima) maupun Legislatif di Provinsi NTB. Kepada Gubernur NTB, kami berharap agar Gubernur NTB itu agar ikut bertanggungjawab. Sebab, aksi demonstrasi anggota FPR hingga belasan anggotanya dikerangkeng di dalam sel tahanan juga lantaran janji Gubernur NTB itu yang hingga kini tak ia wudjukan,” timpal Dalbo.
Dalbo juga menduga adanya oknum politisi tertentu yang “cuci tangan” terkait terkerangkengnya belasan anggota FPR di dalm sel tahanan Polres Bima. Meski demikian, Dalbo menyatakan apresiasi keada dominan anggota FPR yang mau berjuang untuk kepentingan pembangunan infrastkruktur jaaln dan jembatan di dua Kecamatan itu pula.
“Kini mana suara dan langkah nyatanya anggota DPRD Provinsi NTB dan anggota DPRD asal Dapil III Kabupaten Bima setelah belasan anggota FPR itu dikerangkeng ke dalam sel tahanan?. Dan kini mana langkah nyata Gubernur NTB terkait janjinya terkait perbaikan jalan dan jembatan di Soromandi beberapa tahun silam itu?. Soal proses hukum yang sedang dijalani oleh belasan adek-adek dari FPR itu, saya atas nama KIPANG maupun pribadi tidak bisa mengintervensi terlalu jauh. Sebab, itu merupakan kewenangan pihak APH. Tetapi pertanyaan seriusnya, apakah kita mau memilih kembali para pembohong,” pungkas Dalbo. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda