Serma Asril Keluhkan Pelayanan RS Dokter Agung, Bayi “Didesak” Dibawa ke RSUD Bima Karena Alasan Petugas Tak Mampu
Para Petuga Pada RS Dokter Agung-Kota Bima, Dok.Foto:Serma Asril |
Visioner Berita Kota Bima-Seorang anggota TNI asal Kodim 1608/Bima, Serma Asril mengeluhkan tentang pelayanan di Rumah Sakit (RS) Dokter Agung yang berlokasi di Kecamatan Raba-Kota Bima. Dua hari lalu sekitar pukul 10.00 Wita, Asril bersama istrinya datang ke RS tersebut.
Tujuan kedatanganya di RS tersebut, diakuinya mengobati bayi (anak kandungnya) yang sedang sakit. Namun harapanya agar dilayani dengan baik oleh petugas setempat, namun justeru diduga dihadapkan dengan penanganan tak sesuai harapanya. Kepada Media Online www.visionerbima.com, Asril juga membongkar tentang dugaan perilaku diktator seorang oknum perawat pada RS tersebut. Bentuknya ungkap Asril, diduga oknum perawat tersebut mendesaknya agar bayi tersebut dibawa saja ke RSUD Bima karena alasan bahwa petugas setempat tak mampu.
“Sekitar pukul 10.00 Wita, saya dan Istri mendatangi IGD RS Dr Agung. Selanjutnya kami melapor ke Piket IGD setempat terkait keluhan bayi kami. Tak lama kemudian, bayi kami tersebut diperiksa oleh Petugas setempat. Pada moment itu pula, para petugas setempat memeprtanyakan kepada kami tentang apa saja keluhan bayi tersebut,” papar Serma Asril.
Sesi selanjutnya beber Asril, para petugas setempat menyimpulkan memasang infus dan pengambil darah untuk diuji pada bayi tersebut. Hal itu dilakukan untuk mengetahui soal kemungkinan sakit yang diderita oleh bay tersebut berbeda dengan yang dialaminya sebelumnya.
“Pasalnya, pada Minggu sebelumnya bayi kami ini dirawat dan diobservasi di RS Dokter Agung. Saat itu bayi kami mengalami sakit panas dan demam,” tandas Asril.
Dua hari lalu, diakuinya bahwa seorang petugas setempat memberikan analisa. Namun kata Asril, setelah yang bersangkutan memberikan analisa lalu pergi entah kemana.
“Karena yang melanjutkan pekerjaan mengurus bayi tersebut 2 petugas laki-laki yang lain. Merwka memerintahkan saya untuk memutar arah pasien (bayi tersebut) agar bisa memasukan jarum infusnya pada tangan kananya. Namun sebelumnya, petugas mencari nadi pada bagian tangan kanan bayi ini untuk tujuan pemasangan infus. Sebab, pada minggu kemarin jarum infus itu dipasang oleh petugas setempat pada tangan kiri bayi kami ini,” terang Asril.
Saat pemasangan infus pada tangan kanan bayi tersebut, Asril dan petugas yang satunya pagi memegang pasin dimaksud. Namun beberapa saat setelah infus itu dipasang, tidak ditemukan ada darah yang keluar.
“Kata petugasnya, tidak apa-apa juga walau tidak keluar darah. Mereka mengatakan pasang saja selang infusnya. Saat selang infus itu dipasang, saya sempat melihat ada sekitar 3 tetes air infus keluar. Namun selanjutnya, kami tidak melihat adanya tetesan air infus,” ungkap Asril.
Karena kondisi tersebut, kedua petugas dimaksud melakukan koordinasi. Hasil koordinasinya, yakn mencabut kembalijarum infus pada tangan kanan bayi itu.
“Salah satu dari petugas meminta kepada saya untuk kembali memutar pasien ini. Sebab, rencana kedua petugas itu akan memasukan jarum infus ke bayi kami. Setelah beberapa saat menekan dan mencari nadi yang dimaksud akhirnya salah satu petugas memutuskan untuk memilih salah satu nadi untuk dijadikan target jarum infus. Saat itu ditusuklah jarum infus tersebut. Namun ternyata tidak sesuai dengan harapan. Lebih jelasnya, jarum infus terlihat maju-mundur. Pada saat yang sama, bayi kamipun teriak histeris karena kesakitan,” papar Asril.
Kendati demikian (pasien berteriak histeris) papar Asril, namun tidak dipedulikan oleh kedua petugas dimaksud. Tetapi mereka terus berusaha untuk menusukan jarum infus pada bayi dimaksud.
“Jika bayi kami ini bisa bicara, mungkin kata makian akan keluar dari mulutnya. Tetapi kecil ini hanya bisa berteriak histeris dengan bahasa bayi yangtentu saja tidak bisa dimenerti oleh orang lain. Namun demikian, kedua petugas tersebut dengan dugaan kesombonganya, terkesan bodoh dan tanpa peduli dengan mental dan fisik bayi kami ini tetap terus mencoba memaju-mundurkan jarum infus, srta sesekali memutar bayi ini dengan beberapa derajat kekiri dan kekanan,” kata Asril.
Melihat kondisi bayinya tersebut, Asril kemudian meminta kepada petugas setempat untuk menghentikan emasangan infus karena mempertimbangkan mental dan fisik pasien dimaksud. Dan atas permintaan itu, petugas dimaksud tidak melanjutkan pemasangan infus pada bayinya itu.
“Disaat kedua petugas tersebut mencabut jarum infus pada bayi tersebut, saya mendengar suara dari seorang petugas perempuan dengan nada yang kurang enak. Petugas perempuan terebut mengatakan, bawa saja bayi ini ke RSUD Bima. Katanya, sebab di RSUD Bima lebih mampu dari para petugas di RS Dokter Agung,” ungkapnya lagi.
Asril kemudian mengungkapkan kekagetanya, yakni dugaan pengakuan oknum petugas perempuan pada RS Dokter Agung terkait tidak memiliki kemampuan untuk menangani bayi tersebut.
“Saat itu saya sempat keluar untuk berangkat ke RSUD Bima. Namun selanjutnya, saya kembali lagi ke dalam ruang IGD RS Dokterr Agung guna mendokumentasikan gambar (foto) oknum petugas perempuan dimaksud. Ini kisah nyata yang kami alami di RS Dokter Agung Kota Bima. Mohon rekan-rekan Wartawan untuk memberitakanya. Pesan Penting yang ingin saya sampaikan ke masyarakat bahwa bahwa Pengukuan dari petugas perempuan itu adalah, RSUD Bima lebih mampu menangani Pasien dari pada RS Dokter Agung,” pungkas Asril. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda