Oksigen Kian Langka=”Menanti Kematian Secara Massal”
Dirut RSUD Kota Bima, Dokter Agus |
Visioner Berita Kota Bima-Kelangkaan oksigen dalam beberapa minggu terakhir ini di Bima baik Kota maupun Kabupaten tanpaknya bukan sekedar wacana. Namun hal tersebut adalah nyata adanya, dan bahkan terus menuai keluhan masyarakat terutama keluarga pasien Covid-19 baik yang sedang dirawat di Rumah Sakit (RS) maupun yang isolasi mandiri.
Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi, koordinasi dan konsultasi dengan Gubernur-Wagub NTB soal kelangkaan oksigen ini. Namun jawaban yang diperolehnya, di Mataram-NTB juga mengalami kelangkaan oksigen.
Beruntung belum lama ini, Lutfi mengaku mendaparkan sebanyak 25 tabung oksigen. Namun tidak diperoleh dengan cara gratis dari Samator. Tetapi, diakuinya dibayar. Jumlah itu ditegaskanya sama-sekali tak mampu mencukupi kebutuhan pasien yang kian hari kian melonjak tajam.
Masih menurut Walikota Bima ini, Ulet Jaya sebagai distributor oksigen untuk wilayah Bima juga sudah tidak memiliki stok. Untuk memastikan hal itu, pihaknya sudah menghubungi Ulet Jaya di Mataram NTB. Namun lagi-lagi, stok oksigen disebut-sebut sudah tidak ada.
Masih soal kelangkaan oksigen di Bima, kini Dirut RSUD Kota Bima, Dokter Agus bersuara keras. Hal ini diakuinya nyata dan tak bisa dibantah oleh siapapun. Kelangkaan oksigen ini ditegaskanya sama halnya dengan “menanti kematian secara massal” para pasien baik yang dirawat di RSUD Bima maupun pasien isolasi mandiri.
“Kita sedang menanti kematian secara massal akibat kelangkaan oksigen tersebut. Lonjakan jumlah pasien kian meningkat, sementara oksigen makin langka saja dan bahkan jarang ditemukan di Kota Bima ini,” ungkap Dokter Agus menjawab sejumlah Awak Media, Kamis (29/7/2021).
Saat ini yang meningkat di RSUD Kota Bima ada dua hal. Yakni kunjugan dan pasien sesak nafas berat. Dokter Agus kemudian mengungkap bahwa sekitar 75 porsen pasien yang datang UGD RSUD Asakota rata-data dalam kondisi sesak nafas berat. Untuk itu, diakuinya membutuhkan oksigen dengan jumlah tidak sedikit.
“Jadi rata-rata kebutuhan kita di ruang UGD maupun di ruang pertawatan lebih dari 60 tabung per hari. Untuk satu pasien dalam kondisi sesak berat tentu saja menghabiskan satu tabung selama tiga jam. Jika 9 orang pasien sesak berat dirawat selama satu hari saja maka akan menghabiskan rata-rata dua tabung,” terang Agus.
Saat ini kata Agus, ada 15 pasien sesak berat yang dirawat di RSUD Kota Bima. Dan sekarang mereka membutuhkan sekitar 60 tabung oksigen. Sementara langkah jangka pendek yang dilakukan oleh pihaknya untuk menjawab hal itu adalah mencari oksigen sampai dapat, atau menggunakan mesin oksigen konsentrat. Namun hal itu diakuinya tetap saja tidak bisa mengatasi pasien dalam kondisi sesak berat.
“Untuk jangka menengahnya, kita akan menggunakan oksigen generator. Artinya, oksigen tersebut kita harus buat sendiri. Untuk hal itu kita juga sudah melihat di Dompu tentang bagaimana prosesnya. Oksigen generator ini bisa memproduksi sekitar 100 sampai dengan 125 tabung oksigen per harinya,” jelas Agus.
Untuk bisa mewujudkan rencana tersebut, tentu saja harus membangun Kerja Sama Operasional (KSO) dengan Perusahaan lain. Perusahaan itulah yang mengurus soal mesin, listrik dan tenaga. “Jadi kita hanya membeli tabung kepada mereka (Perusahaan lain dimaksud),” kata Agus.
Untuk mengantisipasi kekurangan oksigen di Kota Bima, tiga hari lalu pihaknya melakukan koordinasi dengan pihak distributor. Namun Distributor dimaksud disebut-sebutnya sudah kolab.
“Karena terlalu banyak yang mengisi oksigen, makanya dijatah. Jadi setiap armada itu dijatahi 10 tabung oksigen. Ulet jaya yang bekerjasama dengan kita hanya bisa mentahi 10 buah tabung oksigen. Makanya sampai sekarang belum juga penuh, makanya saat ini kita mau ambil lagi ke sana ,” ungkap Agus.
Beberapa hari lalu katanya, Walikota Bima menghubungi pihak Samator di Mataram-NTB guna membantu kekurangan oksigen di Kota Bima. Hasilnya, Kota Bima diberikan sebanyak 25 tabung oksigen.
“Namun hal itu hanya bisa digunakan selama 10 jam. Selain itu kita juga dapat 5 buah tabung oskigen, namun kini sudah habis digunakan,” sebut Agus.
Agus kembali mengulas, kekurangan oksigen di Kota Bima adalah sama halnya dengan menanti pasien "meninggal secara massal". Sementara bantuan dari Gubernur NTB, diakuinya masih bersifat rencana.
“Rencananya Gubernur akan membantu menyerahkan oksigen konsentrat kepada kita di Kota Bima. Sementara bantuan oksigen dala bentuk lain oleh Gubernur NTB untuk Kota Bima, sampai sekarang belum ada,” tegas Agus.
Soal bantuan oksigen dari BBS untuk Pulau Sumbawa termasuk di Kota Bima ungkapnya, merupakan oskigen yang sudah dipesan oleh sejumlah tempat di Pulau Sumbawa. Namun Agus mengaku bahwa Kota Bima kebagian oksigen tersebut sebanyak 17 tabung. Hal itu diakuinya pula bukan diperoleh secara gratis, tetapi dibayar.
“Untuk mendapatkan oksigen tersebut, kita harus memesan terlebih dahulu. Oksigen tersebut merupakan milik UD Fani. UD Fani itu kan sudah menandatangani kontrak dengan Ulet Jaya. Untuk satu tabung oksigen itu kita harus membayar sebesar Rp200 ribu per tabung. Dan tiga armada yang mengangkut oksigen tersebut sudah di pesan oleh Rumah Saki di Pulau Sumbawa,” papar Agus.
Agus menerangkan, kelangkaan oksigen di Kota Bima khususnya sampai saat masih sangat dirasakan. Untuk menjawab hal itu, pihaknya merasa kesulitan karena oksigen kian langkah saja. Dalam waktu yang bersamaan, jumlah pasien sesak berat di Kota Bima kian bertambah pada setiap harinya.
“Sejak awal hingga saat ini kita sangat kekurangan oksigen. Untuk menjawab kebutuhanb pasien soal itu, kita sudah mencari oksigen kemana-mana namun tak membuahkan hasil. Akibat kelangkaan oksigen ini, tentu saja kita dihadapkan dengan masalah besar. Yakni menanti "kematian pasien secara massal,” ucap Agus.
Agus menambahkan, kelangkaan oksigen bukan saja terjadi di Kota Bima. Tetapi hal yang sama juga dirasakan oleh berbagai daerah di Nusantara. Sementara asumsi yang menyebutkan bahwa Pemkot Bima tidak pernah berjuang untuk menjawab kekurangan oksigen adalah salah besar.
“Pemprov NTB menyatakan oksigen langkah, demikian pula halnya dengan pengakuan distributor dan Samator. Soal kelangkaan oksigen ini terjadi di mana-mana, bukan saja di Kota Bima,” pungkas Agus. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda