Dae Yandy Laporkan Tiga Oknum Aktivis ke Polisi, HMI MPO “Berang”-Mantan Ketum HMI Cabang Bima Bicara Tegas
Mantan Ketum HMI Cabang Bima, Gufran |
Sekedar catatan penting berdasarkan pengakuan Dae Yandy, foto dan
VC yang discreen shoot dan disebarluaskan di Medsos itu adalah sebelum dirinya
menjadi anggota DPRD Kabuoaten Bima periode 2019-2024. Namun diduga, tiga oknum
aktivis tersebut mengkait-kaitkan dengan jabatan Dae Yandy sebagai anggota DPRD
Kabupaten Bima.
Setelah sekian lama diam dan sabar, akhirnya Dae Yandy menempuh
jalur hukum. Bentuknya, melaporkan ketiga oknum aktivis tersebut kepada Polisi.
Laporan tersebut berdelig dugaan penghinaan melalui Medsos yang erat kaitanya
dengan UU ITE. Yandy melalui sejumlah Kuasa Hukumnya melaporkan ketiga oknum
aktivis tersebut pada Minggu lalu di Subdit Cyber Crime Polda NTB.
Kini kasus tersebut tengah ditangani secara serius oleh Polda
NTB. Dalam kasus ini pula, baik pihak pelapor maupun sejumlah saksi yang
diajukanya sudah mulai dimintai keteranganya oleh Polisi. Dan Dae Yandy
melaporkan kasus ini secara resmi ke Polisi karena merasa nama baiknya
dicemarkan melalui Medsos.
Terkait laporan Dae Yandy ke Polisi tersebut, nampaknya ada
pihak yang diduga “berang”, sebut saja Ketua Badko HMI MPO Bali-Nusra yakni
Arif Kusnadi. Pada salah satu media online, Arif Kusnadi menuding bahwa Dae
Yandy arogan dan anti kritik. Tak hanya itu, Arif Kusnadi menyatakan bahwa
sekarang bukanlah zaman Orde Baru (Orba).
Tak hanya itu, Arif Kusnadi menegaskan bahwa apa yang dilakukan
oleh Dae Yandy dalam kaitan itu merupakan erosi bagi demokrasi. Tak hanya itu,
Arif juga mengingatkan bahwa laporan tersebut berlangsung jelang Pilkada
Kabupaten Bima periode 2020-2025. Bukan itu saja, atas laporan tersebut Arif
meminta agar Dae Yandy segera mengundurkan diri dari jabatanya sebagai Ketua
DPRD Kabupaten Bima.
Lagi-lagi karena Dae Yandy melaporkan ketiga oknum aktivis
tersebut, Arif Kurniadi menyatakan akan mengangkat bendera perlawanan. Sebab,
laporan Dae Yandy tersebut katanya justeru akan bahkan akan memunculkan
instabilitas demokrasi yang tidak sehat. Masih menurut Arif Kurniadi, jika
pihak Polda NTB memaksa terkait laporan Dae Yandy itu maka kemungkinan efeknya
sangatlah besar.
Nampaknya pernyataan Arif Kurniadi, kini justeru ditanggapi
secara tegas oleh mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (Ketum HMI) Cabang Bima,
Gufran. Melalui realis yang disampaikanya kepada sejumlah awak media pada
Minggu (14/6/2020), Gufran menuding bahwa statemen Arif Kurniadi tersebut merupakan
bentuk pembangkangan terhadap sistem ketatanegaraan.
“Kebebasan menyampaikan pendapat (kritik, saran, masukan dan
pandangan) di muka umum dan kesamaan kedudukan dihadapan hukum, merupakan dua
hal yang dilindungi oleh Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusional kita sebagai warga negara Indonesia,” tegas Gufran.
Mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan
kepentingan masyarakat umum merupakan hal yang lazim dan bagian dari dinamika
politik di negara demokrasi. Hal itu sepanjang tidak mengandung unsur
penghinaan dan ujaran kebencian. “Di negara demokrasi tidak ada pejabat publik
yang kebal terhadap kritik dan tidak boleh anti kritik. Sebab kritik merupakan
salah satu ruang partisipasi politik masyarakat dalam mengawasi jalannya roda
pemerintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan,” terang Gufran.
Kritik yang membangun dan untuk kemajuan mesti mendapat
apresiasi positif dari pihak manapun, tapi jika masyarakat lebih cenderung
menyerang pribadi, dengan cara menghujat, memaki, menghina dengan ujaran
kebencian. Maka masyarakat tidak boleh merasa kebal hukum dengan alasan apapun,
sebab setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. “Oleh
karena itu mari kita junjung hukum dan perundang-undangan agar demokrasi bisa
berjalan dengan baik, demi terwujudnya kehidupan sosial yang tertib dan
berkeadilan,” imbuh Gufran.
Gufran
kembali menegaskan, statemen saudara Arif Kurniadi selaku Ketua Badko HMI MPO
Bali-Nusra yang mengancam akan menciptakan instabilitas di Kabupaten Bima jika
aparat kepolisian memproses laporan Ketua DPRD Kabupaten Bima terhadap tiga
orang aktivis, merupakan bentuk pembangkangan terhadap sistem ketatanegaraan
Indonesia sebagai negara hukum, dan bahkan sikap tersebut bertentangan dengan
komitmen Kader HMI.
“Penegakan hukum bukan untuk membungkam sikap dan pikiran
kritis dari para aktivis, tetapi bertujuan untuk menciptakan kehidupan sosial
yang tertib dan berkeadilan serta menghindari terjadinya anarkisme yang dapat menciderai
nilai-nilai demokrasi,” pungkas Gufran. (TIM
VISIONER)
Tulis Komentar Anda