Setelah Sekian Lama Diam, Kini Dirman Bicara Keras Soal Tanah di Blok 70
![]() |
Sudirman DJ, SH |
Visioner Berita
Kota Bima-Persoalan
tanah di blok 70 seluas 54 are di kawasan Amahami Kecamatan Rasanae Barat Kota
Bima yang diklaim sebagai miliknya Akhyar Anwar dan Kuasa Hukumnya yakni Al
Imran, SH justeru ditanggapi secara serius oleh anggota DPRD Kota Bima dari
Partai Gerinda, Sudirman DJ, SH. Tanah seluas 54 are di blok 70 di Amahami itu sudah ditukar dengan tanah di So Wila Kecamatan Monta. Dan tanah hasil tukar guling itu pula sudah dinikmati dan dijual oleh pihak Maman Anwar.
“Itu
kan tanah yang ditukar guling antara Maman Anwar dengan Pemkab Bima pada zaman H. Adi
Haryanto menjabat sebagai Bupati Bima. Waktu saya menjabat sebagai Pimpinan
DPRD Kota Bima, juga ikut mengikuti rapat Muspida di Kodim 1608/Bima. Saat itu
ada Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE, Wakil Walikota Bima, Feri Sofiyan,
SH, Dandim 1608/Bima, Kapolres Bima Kota, Pengadilan Negeri Raba-Bima, pihak
Kejaksaan, Kesbangpol Kota Bima, Kompi Senapan A 742/SWY, dan delegasi Sat
Brimob Den C Bima dan lainya. Pada rapat muspida tersebut, semua adminitrasi
tentang tanah itu dibuka,” terangnya kepada Visioner, Kamis (5/3/2020).
Dari
sekian banyak bukti administrasi tentang tanah tersebut, salah satu yang
terkuak pada rapat muspida itu yakni dasar tanah itu milik Maman Anwar. Namun
sudah dilakukan tukar guling dengan tanah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
di wilayah Kecamatan Monta.
“Tanah
hasil tukar guling yang di Monta itu sudah dijual oleh Maman Anwar. Jadi, sudah
tidak ada masalah lagi dengan tanah yang di blok 70 seluas 54 are di kawasan
Amahami itu. Surat-suratnya lengkap kok. Bukti tukar gulingnya ada kok. Dan
bukti penyerahan dari Pemkab Bima kepada Pemkot Bima juga ada. Tentang data
itu, Muspida Kota Bima juga melihatnya secara langsung pada rapat yang
berlangsung di Kodim 1608/Bima itu,” urainya.
Yang
membuatnya bingung adalah masalah tanah di blok 70 Amahami dilaporkan oleh Al
Imran, SH sebagai kuasa hukum Akhyar Anwar ke KPK. Hal tersebut, dianggap
sebagai sesuatu yang sangat keliru. Sebab, masalah tanah itu adalah soal
Perdata, bukan Pidana.
“Tidak
bisa persoalan itu dilaporkan ke KPK. Makanya, kadang saya bilang bahwa itu
merusak citra Advokat. Saya selaku Advokat senior menegaskan agar melihat
sesuatu secara jernih. Ini bukan persoalan saya membela Pemerintahan
Lutfi-Feri. Tetapi paling tidak, hal itu dikaji secara baik-baik dulu. Jadi,
jangan asal main lapor saja. Sebab soal tanah itu bukan masalah korupsi. Kalau
mereka merasa mempunyai hak yang kemudian diperkuat oleh bukti-bukti kepemilikan
yang sah ya gugat dong secara Perdata ke Pengadilan. Tujuanya adalah untuk
menguji secara hukum apakah benar tanah tersebut milik Akhyar atau milik Pemkot
Bima,” desaknya.
Untuk
memastikan bahwa tanah itu adalah milik Akhyar atau Pemkot Bima, Dirman
menyatakan bahwa hal itu harus diuji Lembaga Hukum (PN Raba-Bima). “Dalam hal
itu Akhyar pernah melaporkan Walikota Bima, tetapi sekarang berhenti karena sudah
tahu bahwa tanah itu bukan lagi milik mereka, begitu lho. Bahkan pihak Polres
Bima Kota siap melakukan penyelidikan ketika ada laporan. Nah, nampaknya Akhyar
tidak jadi melaporkan karena di pihak Pemkot Bima sudah memegang surat-surat
resmi penyerahan dari Pemkab Bima. Dan kalaupun Akhyar mau menggugat ya
gugatlah Pemkab Bima yang melakukan tukar guling tanah itu,” paparnya.
Menyikapi
pencopotan papan nama milik Akhyar oleh warga Dara di atas tanah itu, diakuinay
sah-sah saja. “Mereka melporkan warga Dara yang mencopot papan nama itu, apa
landasan hukumnya?. Jika mereka landasan mereka melaporkan warga Dara itu
karena menganggap bahwa itu tanahnya, ya tunjukan buktinya dong. Makanya saya
bilang, uji dulu secara hukum untuk memastikan apakah tanah itu milik mereka
atau milik Pemkot Bima. Jangan asal lapor saja kalau tidak memiliki bukti yang
legal, sebab ini bukan zaman zahiliyah,” tegas Dirman.
Jalur
non litigasi yang dilakukan oleh Al Imran terkait tanah di blok 70 itu,
ditudingnya sebagai langkah yang bertabrakan dengan hukum. “Jika mereka
menggunakan jalur non litigasi terkait tanaha di blok 70 itu, lho kenapa sampai ke KPK. Itu kan bukan jalur
non litigasi namanya, tetapi sudah masuk ke jalur hukum pidana. Sementara
masalah tanah tersebut adalah soal Keperdataan. Mereka menggunakan jalur non
litigasi terkait tanah di blok 70 itu, maka pertanyaanya adalah otak Advokatnya
di mana?, otak Lawyernya di mana?, dan otak hukumnya di mana?. Pake otaknya
dong, dia kan seorang Lawyer, dia juga Sarjana Hukum (SH). Jadi, jangan main
anu saja, itu kan namanya serampangan, lapor sana-lapor sini orang sampai ke
Komnasham ya apa kaitanya,” tanyanya lagi.
Menyoal
adanya sentilan bahwa Pemkot Bima tidak memiliki bukti penyerahan soal tanah
itu dari Pemkab Bima Kepada Pemkot Bima, Dirman malah bertanya balik. “Dari
mana mereka tahu, lha bukti itu saya pegang, Kapolres Bima Kota pegang, Kajari
Bima pegang, Dandim 1608/Bima pegang, Ketua DPRD Kota Bima pegang, Pemkot Bima
pegang dan Pengadilan Negeri Raba-Bima juga pegang bukti penyerahan itu kok. Makanya
saya bilang jangan asal ngomong, tetapi lihat dulu secara baik-baik. Yang
jelas, Pemerintah Kota memegang semua data itu. Dan hal itu sengaja tidak
dibeberkan, tetapi akan dijadikan sebagai senjata ketika mereka menggugat ke
Pengadilan,” ucap Dirman.
Soal
tanah itu, sejak kapan terjadi perubahan nama dari Maman Anwar ke Akhyar
Anwar?. “Kejadianya saat ini, saya ini saya membaca buktinya melalui
surat-surat saja mas. Mengingat adanya lahan di Amahami itu, akhirnya saat itu
Pemkab Bima melakukan tukar guling dengan lahan yang ada di So Wila Kecamatan
Monta. Tukar guling tersebut, juga diketahui oleh Camat waktu itu. Dan tukar
guling itu sudah sah, nah akhirnya Pemkab Bima mengambil alih tanah di Amahami
itu dan mereka sudah menguasai tanah penggantinya. Dan tanah penggantinya itu
sudah dijual oleh si penerima tukar guling,” bebernya.
Apa
yang dilakukan oleh Al Imran terkat tanah di blok 70 itu, dinilainya sebagai
susatu yang bersifat ngawur. “Belum melihat bukti, dia main seruduk saja.
Belajarlah menjadi Advokat yang benar, gitu lho. Singkatnya, secara legal
proses tanah itu sah menjadi milik Pemkot Bima. Alas hukumnya ada, bukti
penyerahanya ada, dan bukti pengalihan haknya juga ada dan telah kita pegang
kok. Namun apa kita bocorkan. Dan untuk apa juga kita bocorkan kepada dia,
makanya silahkan gugat ke Pengadilan jika berani dan di sana kita uji kepastian
hukumnya. Kalau mereka bilang bahwa tanah itu miliknya, ya itu kan katanya. Kalau
cuma dengan katanya, saya juga bisa mengklaim bahwa lapangan Sera Suba itu
punya saya kok. Pengakuan itu mas, tentu harus disertai dengan bukti
kepemilikan yang sah,” timpalnya.
Dirman juga menyatakan,
tanah di blok 70 seluas 54 are itu sama sekali bukan dikuasai oleh Akhyar
Anwar. “Siapa bilang mereka menguasai?. Aksi penimbunan yang mereka itu hal
baru, sementara peristiwa tukar guling itu sudah sangat lama. Masalah SPPT, itu
bukan bukti hak milik. Kok baru sekarang mereka keberatan, kenapa tidak dari
dulu. Dan sejak tanah itu ditukar guling, Maman Anwar sebagai pemilik nama yang
tertera di atas tanah di blok 70 itu sama sekali tidak tidak keberatan. Sebab,
Maman Anwar adalah pihak yang menerima tukar guling atas tanah itu dengan
Pemkab Bima, tepatnya di masa H. Adi Haryanto menjabat sebagai Bupati Bima. Tulis
saja beritanya, seluruh pernyataan ini akan saya pertanggungjawabkan,” pungkas
Dirman.
Secara terpisah, salah seorang Tokoh Masyarakat Kelurahan Dara yakni Herman S.Pd, M.Pd kembali bersuara keras. Laporan pihak Akhyar Anhwar ke Mapolres Bima Kota terkait dugaan pengerusakan papan nama milik yang bersangkutan di atas lahan seluas 54 are di blok 70 Amahami, sedikipun tak membuatnya merinding. "Kami warga Dara berbicara dengat data, bukan sekedar pengakuan. Soal laporan itu tentu saja akan kami hadapi. Dan suruh dia tambah lagi Pengacaranya," ujar Herman, Jum'at (6/3/2020). (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda