Realitas Kehidupan Sosial Warga, Ada Dua KK Tinggal Dirumah Reot Hampir Tumbang
Inilah Kondisi Nyata Rumah Milik M. Nor Sidik itu |
Visioner Berita
Kota Bima-fakta
tentang realitas kehidupan sosial sejumlah warga yang tinggal di rumah tidak
layak huni (RTLH) di berbagai wilayah Kota Bima, nampaknya bukan sekedar
wacana. Kisahnya yang terjadi sejak lama ini, diharapkan mampu dijawab secara
nyata oleh Pemerintahan dibawah kendali Walikota-Wakil Walikota Bima, H.
Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH (Lutfi-Feri).
Kendati
pekerjaan rumah (PR) pada fenomena nyata yang satu ini sudah ada beberapa yang
sudah dituntaskan dan rencananya akan di atasi pada tahun 2020 mendatang yang
salah satunya melalui program bedah rumah dan BPSPS, hingga kini Pemkot Bima
melalui Dinas Perkim setempat masih terus berada di lapangan. Tujuanya, lebih
kepada meninjau secara langsung sejumlah rumah warga di sejumlah wilayah yang
masih hidup di RTLH.
Terlepas
dari itu, Sabtu (7/12/2019) Visioner dihadapkan dengan pemandangan yang dinilai
jauh dari perhatian pemerintah. Pada moment pemakaman ayah kandung seorang
wartawan di salah satu media online Bima yakni Yaman wi Ligkungan Sigi Kelurahan
Paruga Kecamatan Rasanaen Barat, Visioner menemukan adanya sejumlah rumah warga
yang mendesak untuk diperhatikan secara segera mengingat musim hujan mulai
tiba.
Pertama,
Visioner disuguhkan dengan pemandangan yang sangat menyedihkan. Yakni rumah
milik M. Nor Sidik yang berlokasi di RT 10/03 Kelurahan Paruga. Rumah panggung
9 tiang ini terlihat hampir tumbang. Terdapat dua Kepala Keluarga (KK) di
tambah lagi dengan seorang janda yang hidup di rumah reot dan sudah lama jauh
dari sentuhan Pemkot Bima ini.
Kondisi
rumah ini mulai dari sisi luar hingga dalam hingga ke atapnya-sungguh
memprihatinkan. Musim hujan yang mulai menyapa Kota Bima khususnya, tentu saja
menjadi ancaman bagi kenyamanan-keselamatan keluarga miskin ini. Beruntung
rumah ini tak tumbang karena ditahan oleh beberapa batang kayu balok baik di
sebelah selatannya maupun pada bagian baratnya. “Kondisi inji terjadi sejak
pasca banjir bandang di Kota Bima tahun 2016. Jika hujan tiba, tentu saja air
membasahi semua isi dalam rumah karena atapnya yang sudah hancur. Artinya,
sejak dulu saya bersama menantu dan cucu merasakan ketidaknyamanan hidup di
rumah ini,” ungkap M. Nor Sidik yang juga karyawan salah satu SPBU di Bima ini
kepada Visioner.
Rumah
ini diakuinya tak luput dari hajaran banjir bandang yang terjadi pada tanggal
21 dan 23 Desember 2016. Seluruh perabotan seperti lemari, divan dan kasur pun
hancur dihajar banjir bandang tersebut. Di berbagai sisi soal rumah ini, pun
berhasil dodkumentasikan oleh Visioner. Setalh melihat secara keseluruhan pada
sisi luarnya, Visionerpun akhirnya melakukan pemantauan secara langsung sisi
dalamnya. Di empat kamar mulai dari dapur, kamar tamu dan kamar keluarga di
rumah ini nampak nyata lantainya yang sudah sangat rapuh.
“Inilah
kondisi dalamnya,m jika musim hujan tiba maka saya dengan anak-anak, menantu
dan cucu terpaksa tidur di kamar tamu. Tetapi, terpal yang dijadikan sebagai
plafon sementara jelas tak mampu menahan air hujan yang menguyur semua isi
dalam rumah ini. Kondisi ini berkangsung sejak pasca banjir bandang tahun 2016
sampai sekarang ini,” tandas M. Nor.
Dari
sebuah potret kehidupan sosial memprihatinkan ini, M. Nor hanya bisa meminta
tolong kepada Pemkot Bima dibawah kendali Litfi-Feri. Bentuknya, meminta kepada
Pemkot Bima agar segera memperbaiki rumahnya sehingga bisa hidup layak-nyaman
seperti yang dialami oleh tetangga di sekitarnya. “Selain memperbaiki rumah
ini, kalau bisa saja juga minta agar memberikan bantuan atas sejumlah perabot
rumah ini yang sudah rusak akibat banjir bandang tahun 2016. Soal bantuan,
pasca banjir bandang 2016 kami hanya mendapatkan dari Dinas Sosial Kota Bima
senilai sekitar Rp3 juta, itu selain uang pembersihan sebesar Rp500 ribu,”
tandasnya.
Sosok
duna ini (M. Nor Sidik, Red) mengaku, pasca banjir bandang tahun 2016 pihak
Kelurahan pernah datang melihat langsung kondisi rumah ini, mendatat bahkan
berjanji akan segera memperbaikinya. Namun sejak saat itu hingga kini, janji
tersebut tak kunjung diwujudkan. “Lebih dari satu kali mereka datang melihat
secara langsung dan mencatatnya, dan bahkan berjanji akan memperbaiki rumah
ini. Namun sampai sekarang, saya tidak tahu bagaimana mereka
menindaklanjutinya,” tanyanya dengan nada lirih.
Masih
di lokasi itu, ternyata tak hanya M. Nor Sidik yang ditimpa oleh penderitaan
karena RLTH. Tetapi, juga seorang janda beranak satu-sebut saja Fitrianingsih
(anak kandung dari M. Nor Sidik). Fitrianingsih hingga kini masih hidup bersama
dengan ayah kandungnya itu di rumah panggung yang hampir tumbang tersebut.
Fitrianingsing bersama anaknya, tentu punya alasan untuk memilih tinggal
serumah dengan ayah kandungnya tersebut. Yakni, rumah batu yang dibangunya di
sebelah barat rumah ayahnya yang belum tintas dibangun. “Rumah yang baru
setengah dibangun ini hanya satu kamar saja. Namun karena alasan ekonomi,ia tak
kampu menuntaskan bangunan rumah ini. Oleh karenanya, kami berharap agar
Pemerintah bisa membantu menuntaskan bangunan ini,” pinta M. Nor.
Mariam Beridiri di Depan RLTH miliknya |
“Kondisi
ini terjadi sejak banjir bandang tahun 2016 dan hingga kini tak kunjung
diperbaiki oleh Pemerintah. Kalau musim hujan tiba, tentu saja semua isi rumah
basah kuyup. Pada malam hari, kedinginan jelas terasa sekali karena semua
dindingnya bocor. Kami tak nyaman hidup di rumah ini. Oleh karenanya, kami
minta tolong agar Pemerintah segera datang memperbaikinya agar kami bisa hidup
layak seperti tetangga sekitar,” pinta Mariam.
Pasca
banjir bandang tahun 2016, diakuinya ada petugas Pemerintah yag datang mencatat
dan berjanji akans egera memperbaiki rumah ini. “Setelah itu ada yang datang
menawarkan bantuan bedah rumah senilai Rp15 juta. Namun saya tolak karerna
anggaran tersebut tidak cukup untuk membangun sebuah rumah yang layak. Alasan
lain saya menolak, yakni karena saya tidak punya uang untuk gaji tukang dan
lainya. Sekali lagi, atas kondisi ini saya hanya memohon kepada Pemkot Bima
agar segera membantu kami. Sebab, ada dua KK yang tinggal di rumah ini. Yang
pasti, sejak dulu hingga sekarang kami tidak nyaman tiggal di rumah dengan
kondisi seperti ini,” ujar Mariam.
Setelah
dari rumah Mariam, Visioner kemudian menuju rumah milik Nasution. Rumah milik
Nasution yang setiap hari bejkerja sebagai office boy (OB) pada Bank NTB Syari’ah
Cabang Bima ini masih berlokasi di RT 10/03 Kelurahan Paruga Kecamatan Rasanae
Barat Kota Bima. Banjir bandang tahun 2016 lalu, bagian belakang rumah ini
hancur. Pasca bencana banjir bandang, nasution mengaku hanya menerima bantuan
anggaran pembersihan dari Pemerintah sebesar Rp500 ribu. “hanya bantuan itu
yang saya terima dari Pemerintah,” terang Nasution kepada Visioner.
Pada
bagian belakang rumah ini terlihat telah berdiri bangunan tembok permanen.
Namun, hingga kini belum tuntas sesuai harapanya. Nampaknya, bangunan permanen ini,
diakui bukan dibangun dari anggaran Pemerintah. Tetapi, dibangun dari hasil
kerjanya karena alasan terlalu lama menunggu janji dari Pemerintah setempat.
“Beberapa
kali mereka datang melihat secara langsung ke sini, dan berjanji akan
memperbaikinya. Namun sejak saat itu hingga kini, mereka tak memindaklanjutinya
lagi. Bangunan permanen di belakang rumah inti ini, sumbernya dari uang pribadi
saya. Rumah ini tak luput dari terpaan banjir bandang, adalah sama dengan
sejumlah rumah lain di lingkungan sini. Sekali lagi, saya mohon agar Pemkot
Bima segera turun ke lingkungan ini untuk melihatnya secara langsung. Harapan saya
hanya satu saja, yakni Pemerintah segera menepati janjinya untuk memperbaiki
rumah ini,” harap Nasution.
Inilah Fakta Tentang Kondisi Rumah Milik Ovan |
“Ini
baru saya perlihatkan pada bangian belakngnya. Nanti Pak wartawan akan saya
tunjukan bagaimana kondisi rumah panggung pada bagian depanya. Pasca banjir
bandang, kami hanya menerima uang pembersihan Rp500 ribu dari Pemkot Bima.
Sementara janjinya saat itu akan datang memperbaiki, hingga kini tak kunjuhng
diwujudkan,” ungkapm Ovan.
Ovan
kemudian mengajak Visioner untuk melihat kondisi rumah panggung 9 tiang
miliknya yang terbuat dari kayu jati pada bagian depanya. Kondisi bangunan
rumah panggung tersebut, terlihat tergolong masih baik. Namun pada bagian
dasarnya yang terbuat dari material seperti semen, batu dan pasir terlihat
sudah sangat memprihatinkan. Akibat kondisinya seperti itu, kondisi bangunan
rumah panggung ini terlihat sudah bergeser alas turun ke bawah.
“Kondisi
ini jelas membuat kami tak nyaman. Oleh karena itu, kami hanya berharap agar
Pemerintahan Lutfi-Feri segera menyentuhnya agar kami bisa hidup layak seperti
tetangga sekitar,” ujar Ovan yang juga salah satu istrumen perjuangan yang
memenangkan pasangan Lutfi-Feri pada Pilkada Kota Bima periode 2018-2023 ini.
Secara terpisah, Kepala
Bappeda Kota Bima melalui salah seorang Kabidnya yakni Adi Akhwan yang dimintai
komentarnya berjanji dalam waktu segera akan turun ke lokasi itu. Tujuanya,
lebih kepada melihat secara langsung tentang kondisi riel sejumlah rumah warga
tersebut dan akan disikapi dengan langkah-langkah nyata melalui program
Pemerintah. “Insya Allah dalam waktu dekat kami akan turun langsung ke lokasi.
Setibanya di sana, nantinya kita akan tahu apakah ada rumah warga di bantaran
sungai yang tercover re prigram relokasi atau sebaliknya. Sekali lagi, secara
detailnya tentu saja akan diketahui setelah kami turun langsung ke lokasi itu,”
janji Adi Akhwan kepada Visioner, Sabtu sore (7/12/2019). (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda