Solar dan Minyak Tanah Dikeluhkan Langka, Walikota Undang Kepala Pertamina ke Kediamanya
Kepala TBBM Pertamuina Bima (Kiri) dan Walikota Bima (Kanan) |
Visioner Berita
Kota Bima-dalam
minggu terakhir ini solar dan minyak tanah sangat dikeluhkan oleh masyarakat
baik Kota maupun Kabupaten Bima. Masyarakat mengeluh bahkan berteriak di Media
Sosial (Medsos) mau di dunia nyata karena solar minyak tanah bersubsidi sulit
ditemukan. Khusus solar misalnya, kelangkaan ini praktis saja membuat roda
ekonomi masyarakat khususnya petani disebut-sebut macet.
Betapa
tidak, kapal-kapal Pelayanan Rakyat (Pelra) yang bersandar di Pelabuhan Bima
yang belokasi di Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima misalnya
tak beroperasi memuat bawang dari Bima ke luar daerah karena langkahnya solar. Mereka
ingin ingin memperoleh solar bersubsidi di sejumlah SPBU, pun terbentur karena
tidak adanya slot dan tak ada rekomendasi dari Pemerintah yang ditunjukanya.
Langkahnya
solar ini pun, praktis saja membuat kendaraan ber BBM Solar pun harus diparkir
di masing-masing rumah pemiliknya. Bahkan dalam dua hari terakhir ini, seluruh
SPBU baik di Kota maupun Kabupaten Bima disebut-sebut tidak ada stok solar.
Atas masalah ini, Walikota Bima H. Muhammad Lutfi, SE mengundang Kepala
Pertamina TBBM Bima Yudo Tri Permono. Yudo di undang oleh Walikota Bima di
kediamanya pada Minggu (24/11/2019).
Pada
pertemuan kedua belah pihak di kediaman Walikota Bima dalam durasi waktu lebih
dari setengah jam itu, Yudo menjelaskan bahwa mengenai kelangkaan bio solar khusus
untuk Pelra itu mungkin sudah diatur quotanya oleh pihak BPH Migas. “Terkait
dengan kebutuhan Pelra di Bima ini, itu sudah terprogramkan terutama yang belum
terlayani. Tetapi apakah mereka yang belum terlayani itu sudah terdaftar di
BPMkes atau belum?. Karena, disana ada mekanismenya. Misalnya, jika ada
pihak-pihak yang ingin memperoleh solar bersubsidi di SPBU itu harus ada
rekomendasi dari Dinas Perizinan dan Pelayanan Terpadu,” terangnya.
Masih
soal keluahan terkait kelangkaan solar bersu8bsidi, Yudo berharap agar bisa
diatasi secara cepat. Dan dalam kaitan itu, Pertamina dan Pemerintah Kota
(Pemkot) Maupun Pemkab Bima bisa bersinergi untuk menemukan satu solusi. “Dan
kedepanya mungkin ada program-program untuk pengurangan
BBM bersubsidi ini untuk masyarakat. Terkait dengan kebutuhan Pelra soal BBM
bersubsidi ini mungkin sudah di atur dalam UU atau Perpres,” terangnya.
Untuk
stok solar bersubsidi di Bima, diakuinya masih dalam posisi aman. Namun solar
disebut-sebut langka di SPBU oleh masyarakat, itu lebih karena tidak adanya
slot dan rekoemndasi dari Dinas Perizinan dan Pelayanan Terpadu. “Berbagai
pihak bisa mendapatkan solar bersubsidi di SPBU itu harus ada rekomendasi dari
Dinas Perizinan dan Pelayanan Terpadu. Jika tidak ada rekoemndasi tersebut,
tentu saja slotnya juga tidak ada,” tegasnya.
Lagi-lagi
soal kebutuhan solar bersubsidi bagi Pelra di Bima karena sulitnya
memperolehnya di Station Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), tentu saja perlu
dicarikan solusi terbaiknya oleh Pemerintah yang tentunya berkoordinasi dengan
Pertamina. Misalnya pembangunan SPBB atau APN di wilayah Pelabuhan. “Jika Pemerintah
memiliki rekoemndasi untuk pembangunan SPBB atau APN tersebut mungkin bisa
dikoneksikan lagi dengan SR dan nanti akan kita koordinasi-komunikasikan lagi
tentang kebutuhan bahan bakar di bidang Pelra tersebut. Sekali lagi, jika ada
kesiapan Pemkot Bima untuk itu tentu saja akan kami koordinasi dan
komunikasikan secara cepat dengan Pimpinan kami di pusat,” harapnya.
Yudo
kembali menegaskan, jika slotnya tidak ada pada SPBU untuk Pelra tentu saja
solar bersubsidi. Tetapi, pihak Pelra bisa memperoleh solar bersubsidi di SPBU
jika mengantongi rekoemndasi dari Walikota Bima. “Mungkin dengan cara itu bisa
dilayani secara cepat oloeh pihak SPBU. Namun itu hanya langkah yang bersifat
sementara dari kami dari Pertamina pun mengamininya sebelum berdirinya SPBB
atau APN. Sekali lagi, langkah itu sifatnya hanya sementara sebelum adanya SPBB
atau APN,” ulasnya.
Terkait
kelangkaan mintak tanah karena telah dikonvesi ke Elpiji, diakuinya merupakan
program Pemerintah. Konversi tersebut, pun diakuinya berlangsung secara
bertahap. Angka posentase Elpiji hyang dijkonversi, tentu saja mengurangi
porsentase pengurangan minyak tanah oleh masyarakat.
“Misalnya dari 100 porsen masyarakat Bima yang
tadinya menggunakan minyak tanah, selanjutnya dikurangi 30 porsenya karena menggunakan
Elpiji tentu saja itu terjadi pengurangan. Dan kemungkinan seterusnya
penggunaan minyak tanah ini akan terus berkurang. Dan program Pemerintah, nantinya
penggunaan minyak tanah oleh masyarakat akan ditiadakan. Maksudnya, semuanya
akan menggunakan Elpiji. Tetapi peniadaan itu akan dilakukan secara bertahap,”
katanya.
Sementara
traumatika masyarakat menggunakan Elpiji tersebut, diakuinya perlu dilakukan
observacy dan sosialisasi secara masif dan bertahap. Masyarakat menggunakan
Elpiji, diakuinya lebih efektif, efisien, cepat, bersih dan lebih murah
ketimbang minyak tanah. “Untuk mengeliminir traumatika masyarakat menggunakan
Elpiji, tentu saja perlu ada sinergitas berbagai pihak Permerintah dengan
pertamina dalam hal sosialisasi. Intinya, pendekatan keilmuan itu menjadi
sangat penting. Saat ini sudah ada pihak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Bima
yang siap membantu melakukan sosialisasi penggunaan Elpiji ke masyarakat dan
hal ini sudah kami teruskan ke SR,” pungkasnya.
Sementara
itu, Walikota Bima meyatakan bahwa upaya mengundang Kepala TBBM Pertaminan Bima
ke kediamanya karena yang dirasakan sebelumnya adalah adanya desakan dari Ketua
Buruh di Pelabuhan Bima dan Asosiasi Pelra Kota Bima. “Kedua belah pihak
tersebut mendatangi saya. Atas dasar itu akhirnya saya mengundang Kepala TBBM
Pertamina Bima sekarang untuk membahas tentang kekurangan bahan bakar solar
bersubsidi. Dan atas kekurangan tersebut, Ketua Buruh dan Asosiasi Pelra Kota
Bima meminta agar Pemkot Bima bis amengkomunikasikan dengan pihak TBBM
Pertaminan Bima,” ungkapnya.
Dan
pada pertemuan penting dengan Kepala TBBM Pertaminan Bima tersebut, diakuinya juga
membahas tentang adanya lokasi bahan bakar subsidi kepada pihak Pelra. Dan diakuinya
pula, untuk Pelra selama ini mengambil bahan bakar bersubsidike SPBU dan hal
itu sudah berlangsug bertahun-tahun lamanya.
“Setelah
sekarang kita bertemu dengan Kepala TBBM Pertamina Bima ini ternyata ada
prosedur yang harus dilalui. Karena
jumlah kapal Pelra yang semakin meningkat, artinya harus dikoordinasikan
oleh saya selaku Kepala daerah dengan Dinas Pelayanan Terpadu soal perizinanya.
Tujuanya, agar kedepanya Pemerintah bisa menyediakan stok yang memadai melalui Pertamina.
Artinya, pihak Pelra ini harus mendapatkan rekoemndasi dari pelayanan satu
ataps ehingga bisa dikomunikasikan untuk pendistribusianya di kemudian hari,”
jelasnya.
Sementara
langkah-langkah taktisnya untuk menjawab tantangan tersebut, tentu saja sudah
dijelaskan oleh Kepala TBBM Pertaminan Bima kepada media online Visioner. Bahkan
itu sudah merupakan ranahnya pihak Pertaminan, termasuk soal distribusi dan
lainya. “Sementaara harapan saya sebagai Walikota Bima, mohon kepada pihak
Pertaminan bisa menanggulangi secepat mungkin tentang gejolak yang ada di Pelra
Kota Bima, saya kita itu saja soal solar bersubsidi dimaksud,” harapnya.
Terkait
peralihan penggunaan minyak tanah ke Elpiji paparnya, itu sudah merupakan
program Pemerintah yang harus dilaksanakan. Namun, hal tersebut perlu adanya sossialisasi
secara masif baik oleh stakeholder terkait maupun oleh pihak-pihak lainya. “Artinya
harus mensuport Pemerintah Daerah untuk mendukung program-program dari
pemerintah pusat ini. Sekalim lagi, peralihat miyak tanah ke Elpiji ini
merupakan program pemerintah pusat yang harus kita suport secara nmasif di Kota
Bima,” tegasnya.
Lagi-lagi
Walikota Bima ini menerangkan, penggunaan Elpiji dapat meningkatkan roda
perekonomian masyarakt ketimbang menggunakan minyak tanah. “Penggunaan Elpiji
ini lebih ekonomis dan lingkunganya juga lebih ramah. “Yakin saja nantinya
masyarakat kita akan terbiasa menggunakan Elpiji. Sementara saat ini, kita
sedang dihadapkan dengan masyarakat yang belum terbiasa menggunakan Elpiji. Image
masyarakat tentag menggunakan gas itu berbahaya ketimbang miyak tanah, ini
meruopakan tantangan yang harus kita tuntaskan dengan cara melakukan
sosialisasi secara intensif. Yang jelas, tidak mungkin pemerintah menciptakan
program yang mencelakakan masyarakatnya. Kekhawatiran-kekhawatiran ini perlu
upaya yang mencerdaskan di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat harus diajarkan
tentang bagaimana cara menggunakan Elpiji sehigga tidak terjadi ledakan dan
lainya,” tuturnya.
Begitu
juga dengan tempat-tempat pendistribusian Elpiji imbuhnya, itu harus ditata
dengan baik termasuk soal pergudanganya. “Dimana tempat distributornya, apakag
gudangnya representantif atau tidak dan jauh dari masyarakat atau tidak-tentu
saja itu harus ditata kelola dengan rapi sehingga masyarakat merasa tenang. Nah
itulah yang kita sarankan kepada pihak Pertamina. Yakni kepada pihak marketing
pertaminan wilayah NTB, Sigit Wicaksono sudah saya komunikasikan seperti itu,
sehingga langkah-langkah masyarakat yang mau andil sebagai dsitributor
betul-betul menyiapkan sarana prasana. Seperti kendaraan, pergudanganh dan
lainya,” terang Lutfi.
Menjawab pertanyaan
tentang kesiapan Pemerintah untuk pembangunan SPBB atau APN untuk melayani kapal-kapal
Pelra di Pelabuhan Bima, Lutfi menyatakan hal itu hanya akan mampu dilaksanakan
oleh pihak Pengusaha. Jika ada Pengusaha yang bersdia. “Jika ada Pengusaha yang
mampu menindaklanjuti harapan tersebut ya silahkan saja. Sementara Pemerintah,
sudah memiliki SPBN di Tempat Pelelangan Ikan (TPI di Kelurahan Tanjung
Kecamatan Rasanae Barat. Jika Pemerintah yang membangun SPBB atau APN di
pelabuhan Bima tentu saja masih ada bentutanya, yakni belum memiliki payung
seperti BUMD tapi semuanya tergantung pihak Pertamina. Masalah slot yang tidak
ada untuk solar bersubsidi bagi masyaraat di SPBU, tentu saja akan segera kita
harapkan kepada mereka untuk segera mengurus izin ke Dinas Perizinan dan
Pelayanan Terpadu Kota Bima,” pungkasnya. (TIM
VISIONER)
Tulis Komentar Anda