Mengkritisi Pemberian Walikota Bima ke Warga Tak Mampu=Bentuk Pemahaman Agama Yang Sangat Minim
Wakil Ketua DPC PPP Kota Bima, Amirudin S.Sos |
Visioner Berita
Kota Bima-Walikota
Bima, H. Muhammad Lutfi, SE tercatat sebagai Pimpinan daerah pertama di NTB
yang nilai mampu mencetak sejarah perdana. Bentuknya, beberapa hari lalu orang
nomor satu di Kota Bima ini secara pribadi menyerahkan uang gaji dan
tunjanganya selama tahun 2019 senilai ratusan juta rupiah kepada warga tak
mampu.
Kegiatan
kemanusiaan yang dinilai mulia itu, berlangsung di wilayah Kelurahan Rabadompu
Barat Kecamatan Raba-Kota Bima. Aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh politis
Partai Golkar yang dua periocde sebagai anggota DPR RI ini, diakui sebagai
nazar yang harus dituntaskanya. Catatan Visioner menjelaskan, aksi kemanusiaan
yang dilakukan oleh Lutfi tersebut praktis saja diapresiasi secara positif oleh
publik baik di dunia nyata maupun di pelatara Media Sosial (Medsos).
Namun
dibalik itu, juga muncul tanggapan miring dari oknum-oknum tertentu. Yang lebih
dahsyat lagi, ada yang menyatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Lutfi
tersebut akan menjadi bom waktu. Catatan lainya, reaksi miring dari oknum-oknum
tertentu tersebut justeru disikapi keras oleh Wakil Ketua DPC PPP Kota Bima,
Amirudin, S.Sos. Soal itu, Amir menuding bahwa pihak yang mengkritisi kebaikan yang
dilakukan oleh Walikota Bima secara tersebut merupakan bentuk nyata dari pemahaman
agamanya yang sangat minim. “Oleh karenanya, otak mereka yang mengkritisi aksi
kemanusian yang dilakukan oleh Lutfi tersebut perlu dicuci,” timpal Amir kepada
Visioner, Senin (16/9/2019).
Amir
menegaqskan, penuntasan nazar Walikota Bima secara pribadi dalam kaitan itu
sama sekali tidak ada relevansinya dengan program pembangunan di daerah ini,
dan juga tidak ada korelasinya dengan visi-misi Walikota-Wakil Walikota Bima
untuk periode 2019-2023. “Mengkait-kaitkan aksi mulia Walikota Bima dalam
bentuk menyerahkan gaji dan tunjanganya kepada warga tak mampu itu, patut
diduga ada kaitannya dengan dendam politik mereka. Pernyataan ini, saya arahkan
khusu kepada tukang teriak yang mempolitisi aksi mulia yang telah dilakukan
oleh Walikota Bima secara pribadi kepada warga tak mampu dimaksud,” tegas Amir.
Amir
kembali menyentil, tudingan bahwa apa yang dilakukan oleh Walikota Bima secara
pribadi dalam kaitan itu identik dengan penciteraan juga mencerminkan lemahnya
pemahaman dalam aspek nilai-nilai penting kehidupan sosial dan kemasyarakatan. “Mereka
menyatakan bahwa yang dilakukan oleh Walikota tersebut adalah penciteraan
semata, itu adalah bagian dari dendam politik mereka. Yang perlu mereka pahami,
H. Muhammad Litfi, SE sekarang adalah Walikota Bima, bukan Calon Walikota Bima,”
terang Amir.
Soal
pemberian bersifat pribadi kepada warga tak mampu tersebut, Amir malah
sebaliknya bertanya apakah mereka yang mengkritisi tersebut sudah pernah
melakukan yang sama seperti yang dilakukan oleh Lutfi. “Sudahkan mereka lakukan
seperti yang sudah dikerjakan secara tulus oleh Lutfi sebagai bentuk amal
ibadahnya tersebut, dan seberapa besar mereka lakukan kegiatan mulai untuk
warkyat kota Bima atau minimal kepada masyarakat di sekitarnya,” tanyanya.
Masih
menurut Amir, sentilah miring dari segelintir orang tentang kegiatan
kemanusiaan yang dilakukan oleh Walikota Bima secara pribadi kepada warga tak
mampu tersebut adalah sama dengan mempolitisir kebaikan yang dilakukan orang
lain terhadap sesama manusia. Padahal, yang dilakukan oleh Lutfi secara pribadi
dalam kaitan itu sebagaib bentuk amal ibadahnya terhadap warga tak mampu.
“Jangan
mempolitisir tentang amal ibdah Pemimpin dengan cara yang tidak etis. Karena,
narasi yang kalian di ruang publik adalah salah besar (su’zon). Sekali lagi,
narasi yang kalian bangun dalam kaitan itu sangat berlebihan dan bahkan ngawur.
Pun yang kalian pamerkan di ruang publik itu mencerminkan ketidakpahaman
terhadap konteks yang sesungguhnya,” ucapnya.
Menyatakan
bahwa apa yang dilakukan oleh Walikota
Bima adalah sesuatu yang bersifat ria karena telah dipublikasikan oleh sejumlah
media massa, dengan tegas Amir memastikan bahwa asumsi itu adalah keliru.
Sebab, media massa memiliki kewenangan untuk mempublikasi berbagai peristiwa
penting termasuk yang dilakukan secara pribadi oleh Walikota Bima tersebut.
“Mempolitsir
aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh pribadinya Walikota Bima dalam kaitan itu
adalah cara sesat yang tidak pantas dipertontonkan di ruang publik. Dan dalam
kaitan itu, mereka juga telah mengiklankan kelemahan nyatanya di ruang publik.
Idealnya menurut saya, mereka yang berceloteh itu harus banyak belajar dari H.
Muhammad Lutfi, SE. Jika tak mampu berbagi kepada orang lain, setidaknya kita
harus berbuat baik dan dituntut untuk mendukung setiap kebaikan yang dilakukan
oleh orang pula. Tetapi faktanya, kebaikan yang dilakukan oleh Lutfi dalam
kaitan itu justeru dianggap buruk oleh mereka. Itu yang sangat kita sesali,
karena kritikanya ngawur dan sangat miris,” pungkas Amir.
Pernyataan
pedas yang diarahkan kepada oknum-oknum yang mempolitisir aksi mulia yang
dilakukan oleh Walikota Bima secara pribadi kepada warga tak mampu tersebut,
juga datang dari Drs. Wahyudin. “Setiap orang diwajibkan untuk berbuat baik
kepada sesama. Setiap perbuatan baik yang dilakukan oleh setiap orang, juga
harus disambut dengan baik pula. Saya mau bilang, Anda harus bangga memiliki
pemimpin seperti H. Muhammad Lutfi, SE. Sebab, dalam kaitan itu dia mampu
menciptakan sejarah perdana khususnya di NTB yang selama ini tidak pernah oleh Pemimpin
di NTB. Pertanyaan saya sederhana saja, apa bedanya mempolitisir perbuatan baik
yang dilakukan oleh setiap orang dengan melarang setiap orang untuk berbuat
baik kepada sesamanya, maknanya tentu saja sama atau bukan,” tanyanya.
Memberikan
penilaian miring terhadap yang telah dilakukan oleh pribadi H. Muhammad Lutfi,
SE dalam kaitan itu lantaran dipublikasi oleh sejumlah media massa, juga
ditudingnya sebagai sesuatu yang sangat keliru dan patut diduga sangat erat
kaiatnnya dengan upaya memancing lahirnya stigma buruk dari masyarakat terhadap
Pemimpinnya. Padahal yang dilakukan oleh Lutfi dalam kaitan itu jelasnya, adalah
bukti nyata dari melaksanakan perintah Agama dan Kitab Suci yang diyakininya.
“Soal semua orang tahu tentang kebaikan yang
dilakukan oleh Lutfi itu karena dipublikasikan oleh media massa lantas anda
menyebutnya sebagai sesuatu yang bersifat ria, saya fikir itu keliru. Dan media
massa mempublikasikan hal itu, saya fikir sangat cerdas. Tujuanya pun jelas,
yakni ke depan agar lahir para Pemimpin yang bisa melakukan hal yang sama
seperti yang diperankan oleh Lutfi. Lantas pada saat Idul Adha ada Pemimpin
yang menyumbang hewan Qurban bagi warga tak mampu lalu dipublikasi oleh media
massa, anda masih menyebutnya sebagai sesuatu yang bersifat ria, tidak juga
kan,” tanyanya lagi.
Singkatnya,
ia mengajak kepada semua orang agar tidak berhenti berbuat baik kepada sesamanya
baik secara pribadi maupun kelembagaan. Sementara memberikan penilaian terbaik atas
kebaikan yang dilakukan oleh orang lain terhadap sesamanya, tentu saja beresiko
bagi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
“Bergurulah pada
setiap kebaikan agar kita terus berbuat baik, dan dengan itu pula kita akan
dinilai sebagai manusia yang baik oleh publik. Kita tidak boleh menakar soal
ikhlas atau sebaliknya tentang setiap orang memberi kepada sesamanya, sebab hal
itu adalah kewenangan Allah SWT. Jangan mempermasalahkan tentang kebaikan yang
dilakukan oleh setiap orang. Tetapi yang “unik” menurut saya adalah, ada
orang-orang yang mampu tetapi ia tidak berbagi kepada pihak yang tidak mampu,”
pungkasnya. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda