Tembe Donggo Yang Bernilai “Nyaris Punah” Tapi Muncul Disaat Dibutuhkan
*Catatan Ekslusive Visionerbima.com*
Remaja Putri Donggo Dalam Balutan Tembe Donggo.Dok.Foto:Dan Asyik Diskominfostikkab Bima |
Visioner Berita
Kabupaten Bima-Letak
geografis wilayah Kecamatan Donggo Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat (NTB)
dikelilingi oleh bukit dan gunung. Mayoritas warga Donggo di seluruh Desa
berstatus sebagai petani. Dari hasil pertanian dan peternakan, tercatat sebagai
modal utama warga Donggo untuk mengantarkan generasinya ke jenjang pendidikan
mulai dari SD, SMP, SMA dan bahkan tak sedikit yang bergelar Doktor.
Suku
Donggo memiliki keragaman budaya dan nilai-nilai yang diakui hingga ke pelosok
Nusantara dan bahkan dunia. Kendati dominan masyarakatnya dikenal tegas-berani,
namun Donggo dikenal sebagai salah satu daerah yang damai di Kabupaten Bima
alias jauh dari konflik horizontal. Bahkan dengan hal itu, Donggo dijadikan
sebaqgai salah satu pilot bagi penciptaan kedamaian bagi sejumlah wilayah lain
khususnya di Kabupaten Bima.
Bukan
itu saja, kekentalan nilai Agama di Donggo yang laih sejak lama dan bahkan
masih terlestari sampai sekarang-bukan sekedar wacana. Tetapi, fakta tak
terpungkiri dan masih terlestari sampai dengan detik ini. Nilai-nilai penting
yang layak dipetik hikmahnya di Donggo tak berakhir sampai di situ. Tetapi,
kekentalan gotong-royong di Donggo masih terjaga sampai saat ini.
Tingkat
ekonomi masyarakat Donggo, dinilai berada pada tataran menengah ke bawah. Namun
dibalik itu, di Donggo memiliki sebuah potensi “paling mahal”. Yakni Tembe
Donggo (sarung Donggo) yang diakui sebagai warisan leluhur sejak ratusan tahun
silam dan hingga detik ini masih terjaga, namun “nyaris punah”. Kecuali, Tembe
Donggo ini, hanya muncul disaat dibutuhkan. Misalnya pada moment-moment
tertentu-sebut saja salah satunya melalui Lomba Desa.
Motif
Tembe Donggo, rata-rata bergaris bitu dan putih dalam balutan warna hitam
(dominan). Tembe Donggo, dulu terbuat dari kapas asli dan kemudian berproses
lalu ditenun oleh warga di hampir tiap rumah. Dulu, kebun kapas di Donggo
sangatlah banyak. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan sampai sekarang,
kapaspun tak lagi terlihat di kebun-kebun alias sudah punah. Seiring dengan
punahnya kapas, maka sejak saat itu pula pengerajin tenunan Tembe Donggo pun
telah tiada.
Namun,
Tembe Donggo yang asli juga masih disimpan oleh para tetuah di Donggo. Tetapi untuk
mendapatkannya atau sekedar meminjam untuk kegiatan-kegiatan tertentu diakui
sangatlah sulit. Hal itu bukan karena warganya tergolong pelit. Tetapi, enggan
meminjamkan hal tersebut karena alasan “khawatir”. Dulu kebanyakan warga meyakini
bahwa Tembe Donggo asli, memiliki dua fungsi. Yakni, menghangatkan badan di
musim dingin dan mampu mengobati gatal-gatal. Dan keunikan Tembe Donggo asli
ini, bisa menyegarkan badan jika digunakan disaat musim panas.
Rata-rata
para tetuah, menyimpan Tembe Donggo asli ini di dalam lemari. Proses
penyimpaannya terlihat sangatlah steril, dan tidak disatukan dengan
barang-barang (pakaian lainnya). Upaya tersebut, diakui lebih kepada menjaga kekhasan
dan “khasiatnya”. Seiring dengan pergatian zaman, saat ini untuk memperoleh Tembe
Donggo asli sangatlah sulit.
Namun
untuk tetap menjaga warisan leluhur bernama Tembe Donggo ini, kini muncul kreasi
baru dari sejumlah warganya terutama di kalangan anak-anak muda Donggo. Yakni
menduplikasinya (membuatnya) dan bahannya diperoleh dari benang-benang modern
alias hasil pabrikasi. Kendati hasil yang dilahirnya bersifat duplikasi alias
KW, namun diakui mampu menampilkan motif yang menyerupai aslinya.
Tembe
Donggo kelas KW ini, juga kerap dimunculkan oleh anak-anak muda dan orang tua
di Donggo pada moment-moment tertentu, salah satunya pada Hari Ulang Tahun
(HUT) Bima tiap tahunnya. Pasca itu, Tembe Donggo terkesan hanya tinggal nama
alias jauh dari pameran termasuk soal pemberdayaan untuk tujuan menjaga
kekhasan warisan leluhur.
Tembe
Donggo bukan saja digunakan pada acara sholat oleh kaum laki-laki maupun
perempuan. Namun, tembe Donggo juga bisa dijadikan baju dan jilbab bagi kalangan
anak-anak muda Donggo baik yang ada Kota Bima, Kabupaten Bima dan bahkan di
Kabupaten Dompu. Tampilan Wanita Donggo khususnya anak-anak muda dalam
bungkusan Tembe Donggo tersebut, diakui sangat “berbeda” dengan perempuan dari
wilayah lainnya di Kabupaten khususnya di Bima dan Dompu.
Potensi
warisan leluhur termahal yang dimiliki Donggo (Tembe Donggo) tersebut, kini
jauh dari sentuhan bagi pengembangannya untuk tujuan agar kekhasannya tetap
terjaga sampai kapanpun. Eksepektasi (harapan besar) tentang hadirnya Alokasi
Dana Desa (ADD) yang sudah diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir ini yang
salah satunya difokuskan untuk mengembangkan Tembe Donggo ini, justeru dinilai
masih sebatas mimpi.
Buktinya,
tak satupun catatan penting hingga saat
ini yang mampu menjelaskan adanya ADD yang digunakan untuk mengembangkan Tembe
Donggo. Tingkat kunjungan berbagai pihak termasuk Bupati-Wakil Bupati Bima
serta tamu dari Kementerian terkait di Donggo, tercatat lumayan intens terjadi.
Namun, lagi-lagi sampai detik ini tak satu kegiatan pun yang fokus pada
pengembangan Tembe Donggo.
Singkatnya, setidaknya
potensi warisan leluhur yang diakui sangat mahal ini bisa membuka cakrawala
berpikir Pemerintah mulai dari Desa, Kecamatan hingga Pemkab Bima agar merancang
kegiatan yang terfokus pada pengembangan Tembe Donggo ini. Sebab, tak
seorangpun yang rela jika warisan warisan leluhur yang bernilai tersebut punah karena
termakan zaman. Semoga, dan sesungguhnya tak ada kata TERLAMBAT...!!!.
Tulis Komentar Anda