Ketua KPI: Seminar Literasi Media Kado Spesial Buat Bima
Hadi Santoso Sentil Pemerintah
Lakukan Pembiaran Terhadap Media Ilegal
Ketua KPI, Yuliandre Darwis Ph.D |
Visioner Berita
Kota Bima-Kegiatan
seminar Literasi Media dengan tema “Dari Masyarakat Untuk Bangsa” yang
diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Mutmainnah Home Stayn
pada Kamis (7/3/2009), terkuak sejumlah pengakuan yang berbasiskan data riel
tentang Media yang ada di Nusantara termasuk di Bima, dan moment ini juga
diakui merupakann yang pertama kali dilaksnakan di daerah ini-juga kado spesial
buat Bima.
Bukan
itu saja, pada sisi Media Massa Pemerintah disentil sebagai pihak yang
melakukan pembiaran sekaligus menumbuh suburkan Media-Media ilegal alias tidak
berbadan hukum. Misalnya, melakukan kerjasama dengan media berbasiskan hasil
karya tetapi nyari tak berlandaskan pada legalitas Perusahaan Media itu
sendiri.
Ketua
KPI, Yuliandre Darwis Ph.D mengakui bahwa kegiatan seminar literasi media ini
merupakan yang perdana dilaksanakan di Bima. Oleh karenanya, kegiatan ini juga
merupakan kado spesial buat masyarakat Bima.
“Jujur
saja, baru kali ini kami melihat Bima secara langsung. Bima yang diceritakan
oleh orang-orang, sungguh tidak seperti yang kami lihat secara langsung.
Hal-hal baik sungguh kami temukan secara langsung di Bima. Pesawat yang kami
tumpangi dari juga mendarat dengan baik di Bima,” tandas mantan Aktivis yang
juga junior dari Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE ini.
Tercatat lima belas tahun dia tidak berpisah dengan Lutfi. Namun pada moment tersebut, dia menyatakan keharuannya karena telah mempertemukan kembali dirinya dengan Lutfi. “Teman-teman saya bercerita bahwa Walikota Bima bernama Lutfi. Terbesit dalam pemikiran saya, jangan-jangan beliau adalah adalah senior saya dalam dunia pergerakan. Namun Alhamdulillah, ternyata benar adanya dan kini saya dipertemukan kembali dengan Lutfi yang sekarang sudah menjadi orang hebat di Kota Bima,” ujar pria ganteng dan jangkung yang dikenal cerdas ini.
H. Muhammad Syafrudin ST, MM Saat Diwawancara oleh pihak KPI |
Yuliandre
menjelaskan, seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
saat ini juga berbarengan dengan maraknya isu-isu yang bersifat hoax. Untuk
itu, hal tersebut perlu diantisipasi-dicegah secara bersama-sama oleh semua
pihak termasuk oleh media. “Kegiatan ini juga bertujuan untuk melwawan Hoax
yang beredar di berbagai media,” tegasnya.
Ia
kemudian menjelaskan, KPU memiliki Tugas Pokok dan Fungsi terhadap media-media
siara seperti radio dan televisi. “Ada 1500 Radio dan 1279 TV yang kita awasi
saat ini. Untuk TV lokal juga kami awasi juga demi menyiarkan sesuai dengan
kearifan Indoensia. TV Lokal harus tumbuh-berkembang di tiap-tiap daerah untuk
tujuan mengangkat kearifn lokal daerah-daerah itu pula,” paparnya.
Yuliandre
menerangkan bahwa dalam mengawasi masalah siaran, pihaknya bekerjasama dengan
Komisi Komisi 1 DPR RI untuk mekukan pengawasan penyiaran di Indonesia. Oleh
karena itu, pihaknya melibatkan anggota Komisi I DPR RI, H. Muhammad Syafrudin
ST, MT pada kegiatan semiinar literasi media saat ini. “Semua orang berhak mwemproduksi
konten, namun kita harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan tidak boleh menyiarkan
hal-hal yang bersifat bersifat provokatif,” imbuhnya.
Ubaidillah S.Sos M.Pd |
Sementara
itu, anggota Komisi I DPR RI, H. Muhammad Syafrudin menyatakan bahwa hadirnya
kegiatan seminar literasi media di Bima ini adalah atas dasar koordinasi dan komunikasinya
dengan pihak KPI. “Kegiatan ini sangat penting untuk menyiarkan sesuatu yang
baik untuk bangsa dan negara,” tegas duta Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Selain
itu, masalah kefiguran setiap orang yang disiarkan tentu saja harus potensial
sehingga apa apa yang disampaikannya akan diterima dengan baik pula oleh
publik.
“Figur yang berkualitas, tentu saja akan
menyampaikan sesuatu yang berkualitas pula. Dan hal itu, pun akan dapat
diterima oleh masyarakat. Saat ini ada UU ITE yang juga mengatur tentang
penyiaran, jika melanggar tentu saja akan ada sanskinya,” imbuhnya..
Terkait
penyiaran, pihaknya akan terus mendorong agar setiap orang yang membuat konten-konten
positif untuk tujuan kebaikan bangsa dan negara. “Bangsa dan negara sehat, juga
salah satunya tumbuh karena produk siaran yang sehat pula. Pentingnya literasi
ini, maknanya adalah bagaimana kita mendisign sesuatu yang berkualitas untuk
tujuan mewujudkan bangsa dan negara yang berkualitas pula,” pungkasnya.
Hadi Santoso ST, MM |
Jika
ada masyarakat yang ingin membuat siaran TV tegasnya, tentu saja perlu ada ijin
dari KPI tingkat Provinsi. “Kami juga memiliki fungsi pembinaan serta akan
memberikan sanksi kepada TV yang menyiarkan hal yang berlebihan. Dan, kami
mengatur batasan agar setiap penyiaran tidak menimbulkan provokasi,” tegasnya.
Hadi
Santoso ST, MM yang dilibatkan sebagai praktisi pada moment tersebut
menejaskan, terkait literasi Media, bahwa di penghujung Orba baru tahun 1997-1998
merupakan titik awal sekaligus kebebasan bagi Media. “Pasca revormasi bergulir,
kita bisa menikmati banyak informasi,” ungkap pendiri media online
visionerbima.com dan visioner.co.id ini.
Selanjutnnya,
baik Media maupun masyarakat Indonesia dengan bebasnya menikmati informasi,
komunikasi serta kebebasan berdemokrasi. “Saat ini Informasi sudah menjadi milik
publik, bukan hanya milik pemerintah,” terang Sentral Muslim Group, Ketua
IKATEK UNHAS Makassar wilayah Bali-Nusra sekaligus Ketua Ikatan Profesi
Insinyur Indonesia (IPII) Bima ini.
Dari Seminar Literasi Media di Mutmainnah Home Stay Kota Bima |
Hadi
Santoso kemudian mengungkap, legalitas Media-Media yang beroperasi khususnya di
NTB diduga tidak banyak yang memiliki badan hukum. Selebihnya, tak sedikit
Media yang tumbuh dan berkembang dengan hanya menampilkan intensitas karyanya
dalam bentuk berita. “Media yang berbadan hukum di Bima khususnya tidaklah
terlalu banyak. Selain itu, pertumbuhan media tanpa badan hukum yang diakui
juga sangat marak. Eksistensinya juga sangat fantastic,” bebernya.
Dengan
tegas, Hadi menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya media-media tanpa
berbadan hukum yang diakui negara juga karena adanya pembiaran yang dilakukan
oleh Pemerintah. Misalnya, pada konten kerjasama yang dibangun oleh Pemerintah
dengan Media hanya berbasiskan intensitas berita, tetapi mengabaikan legalitas
(badan hukum) bagi media itu sendiri.
”Sekarang kan kita bicara
literasi media, itu artinya gaya berpikir dan perilaku kita juga harus maju dan
berkembang. Sekali lagi, saya nyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya media
tanpa badan hukum yang diakui negara juga dipicu oleh pembiaran yang dilakukan
oleh Pemerintah,” timpalnya. (Gilang)
Tulis Komentar Anda