Kejari Bima Jadi JPN Kota dan Kabupaten Bima, Posisi Akhyar “Dijepit Oleh Dua Kekuatan Besar”
Firman Ayatullah (Kiri) Didampingi Oleh Kepala Dispenda Kabupaten Bima Ade Linggiiardy (Kanan) |
Visioner Berita
Bima-Setelah
menandatangani MoU dan Surat Kuasa Khusus (SKK) dengan Pemkot Bima tentang
penanganan perkara Perdata dan TUN, kini Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba-Bima
melakukan hal yang sama dengan pihak Pemkab Bima. Itu artinya, Kejari Raba Bima
selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) secara otomatis sudah sangat siap memback
up dua Pemerintahan dalam menghadapi Perkara Perdata maupun TUN.
Penandatanganan
MoU sekaligus SKK antara Kejari Bima selaku JPN dengan Pemkab Bima, berlangsung
beberapa waktu lalu. MoU dan SKK tersebut ditandatangani oleh Kajari Raba-Bima,
Widagdo MP, SH dengan Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri, SE dan
disaksikan oleh sejumlah instansi terkait. “Oleh karenanya, penanganan masalah
Perdata maupun TUN telah diserahkan sepenuhnya oleh Pemkab Bima kepada pihak Kejari
Raba-Bima selaku JPN,” tandas Kepala Dispenda Kabupaten Bima melalui Kabid
Aset, Firman Ayatullah.
MoU
dan SKK yang telah ditandatangani dengan pihak Kejari Raba-Bima tersebut,
memiliki korelasi yang sangat kuat dengan Perkara Perdata baik yang sedang
terjadi maupun di kemudian hari. Apakah hal itu juga ada hubungannya dengan soal
tanah di blok 70 seluas 54 are di kawasan Amahami Kota Bima yang sudah
diserahkan secara resmi kepada Pemkot Bima yang kini diklaim sebagai milik
Ahyar Anwar?.
“Ya,
itu salah satunya. Jika ada pihak ketiga yang menggugat secara Perdata terkait
tanah itu, tentu saja akan dihadapi oleh Kejari Bima sebagai JPN yang
telah menandatangani MoU dan SKK dengan Pemkab Bima. Jika ada yang menanyakan
alur proses tukar guling tanah tersebut dengan Maman Anwar hingga aset tersebut
telah diserahkan secara resmi kepada Pemkot Bima, silahkan berhubungan dengan
pihak Kejaksaan setempat,” tegas Firman.
Masih
soal tanah itu, pihaknya tidak ingin berpolemik apalagi berdebat panjang karena
persoalan Perkara Perdata dan TUN telah diserahkan secara resmi oleh Bupati
Bima kepada Kejari Bima selaku JPN. “Karena semua kewenangan terkait masalah Perdata
dan TUN telah diserahkan secara resmi kepada pihak Kejaksaan sebagai JPN, maka
atas nama Pemkab Bima-kami enggan berkomentar terlalu jauh. Kecuali, kewajiban
selanjutnya yang kami lakukan adalah melengkapi dokumen-dokumen legal seperti yang
dilaksanakan oleh Pemkot Bima sesuai dengan kebutuhan pihak Kejaksaan selaku
JPN,” pungkasnya.
Kajari Bima, Widagdo MP, SH |
“Oleh
karenanya, kami selaku JPN sudah sangat siap memback up Pemkot Bima dan Pemkab
Bima dalam urusan Perdata dan TUN. Setelah menandatangani MoU dan SKK dengan
dua Pemerintahan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah mengumpulkan
sekaligus mempelajari seluruh dokumen yang ada,” terang Kajari yang dikenal
pintar, cerdas, ramah, humoris dan jarang bicara tetapi tegas ini.
Kajari
Bima menegaskan, hal-hal strategis dalam penanganan masalah Perdata dan TUN
dimaksud tentu saja tidak bisa dibuka melalui Media Massa. Sebaliknya, dikhawatirkan
akan muncul penafsiran yang berbeda-beda dari sejumlah pihak.
“Masalah
tanah seluas 54 are di blok 70 itu, berdasarkan data, dokumen dan informasi
aktual adalah hasil tukar guling secara resmi antara Maman Anwar dengan Pemkab
Bima dan selanjutnya Pemkab Bima telah menyerahkan secara legal kepada Pemkot
Bima. Hal tersebut, juga didukung-diperkuat oleh adanya dministrasi yang legal
pula. Sementara pengakuan pihak ketiga sebagai pemilik tanah di blok 70 seluas
54 are itu, tentu saja harus disertai dengan alas hak yang sah. Sedangkan SPPT,
itu bukan alas hak yang sah, melainkan bukti pembayaran pajak dari wajib pajak
(WP),” paparnya.
Masih
soal tanah seluas 45 are di blok 70 kawasan Amahami itu, Kajari Bima ini
terlihat masih sangat santai. Bahkan pada moment perbicangan dengan Visioner di
ruang kerjanya itu, sesekali Widagdo pun terlihat tertawa lepas. “Jika ada
pihak ketiga yang menggugat secara hukum terkait tanah itu, ya silahkan saja. Dan
kita pun sudah sangat siap meghadapinya di meja hukum pula. Kalau kita yang
menggugat, itu jelas lucu. Lha, wong kita yang punya kok. Sebab, data dan
dokumen legalnya ada di tangan kita juga kok,” tuturnya.
Lagi-lagi
soal tanah di blok 70 seluas 54 are itu, Widagdo mengaku enggan meladeni
masalah-masalah yang terjadi di luar ranah hukum. Kecuali, pihaknya memilih
lebih fokus mempersiapkan hal-hal penting guna untuk menghadapi adanya gugatan
secara hukum oleh pihak ketiga. “Masalah ribut-ribut di Medsos ya biarkan saja.
Lagi pula, saya juga tidak pernah buka Facebook (FB) kok. Ya ribut-ribut di
Medsos kan mereka saja, ya biarkan saja,” ucapnya.
Pada
moment perbincangan singkat dengan Visioner tersebut, juga sempat terkuak
adanya persoalan menarik soal tanah di sana. Yakni, beberapa tahun silam “ada
seseorang” yang datang ke Kejaksaan setempat sembari berdebat dengan salah
seorang Jaksa (JPN).
“Bicaranya
ini dan itu, namun disuruh gugat secara Perdata tetapi tak kunjung dilakukan
sampai dengan hari ini. Karena sejak saat itu hingga sekarang tidak menggugat, “seseorang”
dimaksud, kini tak tak muncul lagi. Namun, diduga malah “yang lain lagi” yang
ribut-ribut. Tetapi apakah keduanya masih ada hubungan pertemanan-persahabatan
atau tidaknya, ya kami tidak tahu,” beber Widagdo.
Kabag Hukum Setda Kota Bima, Abdul Wahab, SH |
“Data-data
dan dokumen penting soal itu ada pada bagian aset. Yakni terkait riwayat tanah,
tukar guling secara resmi antara Maman Anwar dengan Pemkab Bima, legalitas
penyerahan aset tersebut oleh Pemkab Bima ke Pemkot Bima dan masih banyak lagi
data-data penting lainnya. Oleh karenanya, tidak ada alasan bagi Pemkot Bima
untuk menggugat pihak ketiga secara perdata terkait tanah itu,” tegas Wahab.
Lagi-lagi
soal tanah seluas 54 are di blok 70 di kawasan Amahami tersebut, Wahab
menegaskan bahwa pihak Pemkot Bima telah menandatangani MoU dan SKK dengan
pihak Kejaksaan. Oleh karenanya, semua urusan terkait tanah itu telah
diserahkan sepenuhnya kepada pihak Kejaksaan setempat selaku JPN yang
membidangi Perkara Perdata maupun TUN. “Oleh sebab itu, selanjutnya
dipersilahkan berhubungan dengan pihak Kejaksaan setempat selaku JPN yang telah
menandatangani MoU dan SKK secara resmi dengan Pemkot Bima,” pungkas Wahab.
Berdasarkan
informasi yang dihimpun oleh Visioner mengungkap, pihak Akyar Anwar melalui
Kuasa Hukumnya telah mengajukan gugatan secara perdata kepada pihak Pengadilan.
Namun sampai sejauh ini, Visioner belum mendapatkan informasi pasti tentang
objek tanah mana yang digugat oleh pihak Akhyar Anwar tersebut.
Selain
itu, pihak Akhyar Anwar juga telah menggugat Pemkot Bima secara pidana di
Mapolres Bima Kota dengan delig aduan pemalsuan dokumen. Namun atas laporan
tersebut tersebut, hingga detik ini penanganan kasusnya masih dalam wilayah
penyelidikan oleh Penyidik Reskrim Polres Bima Kota. Bukan itu saja, pihak
Akhyar Anwar juga telah menggugat pihak Pemkot Bima secara pidana kepada Unit
Tipikor Polres Bima Kota atas dugaan korupsi senilai Ratusan Juta Rupiah terkait
penimbunan di atas tanah yang berlokasi di kawasan Amahami itu. Namun,
lagi-lagi penanganan kasus ini masih berstatus penyelidikan.
Yang
tak kalah uniknya, DPRD Kota Bima dan DPRD Kabupaten Bima sama-sama telah
membentuk Panitia Khusus (Pansus) dengan tujuan membahas sekaligus mengklarifikasi
terkait tanah seluas 54 are di blok 70 di kawasan Amahami ini. DPRD Kabupaten
Bima membentuk Pansus soal itu, diawali oleh adanya permohonan secara resmi
dari pihak Akhyar Anwar.
Sementara
Pansus bentukan DPRD Kota Bima, bukan saja membahas soal tanah di blok 70
seluas 54 sre itu. Tetapi, juga membahas masalah kasawasan Amahami secara
keseluruhan. Namun khusus tanah seluas 54 are di blok 70 tersebut, dari metode
hingga mekanis penanganannya adalah sama oleh dua Pansus Dewan ini karena
objeknya sama. Pun terkait tanah di blok 70 seluas 54 are itu, Pemkot Bima juga
diback up oleh Konsultan Hukum dari LBH Amanah Bima yang dinakhodai oleh Sukriman Azis, SH, MH
(Pengacara Kawakan di Bima, Red). (TIM
VISIONER)
Tulis Komentar Anda