Kasus di Kawasan Amahami Masuk Dalam Terget Penanganan Perioritas
Ekpektasinya Jadi Salah Satu Pailot
Keberhasilan Pemerintahan Lutfi-Feri
Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH misalnya-memposisikan masalah yang terjadi di Amahami merupakan peristiwa yang terjadi puluhan tahun silam dan diduga lalai disikapi. Duta PAN ini menjelaskan, tercatat sudah 17 tahun Pemkot Bima baik Eksekutif maupun Legistif berdiri secara resmi (memisahkan diri dari Kabupaten Bima)-namun baru baru tahun 2019 ini Pansus berhasil dibentuk untuk menyikapi secara serius tentang berbagai masalah yang terjadi di kawasan Amahami.
“Pansus
sudah dan sedang bekerja secara serius menangani berbagai masalah yang terjadi
di Amahami. Hasil kerja Pansus nantinya, jelas akan direkomendasikan ke Lembaga
Hukum untuk menindaklanjutinya. Persoalan hasil sengketa di PTUN yang
dilaporkan oleh warga Dara terkait kawasan Amahami, sama sekali tidak ada kaitannya
dengan kinerja Pansus. Sebab, dalam kaitan itu tentu saja masyarakat tidak
memiliki legalas standing. Masalah di kawasan Amahami adalah masalah negara.
Pansus bekerja sebagai salah satu instrumen Pemerintah. Untuk itu, biarkan
negara yang bekerja untuk menyikapi masalah yang terjadi di kawasan Amahami,”
tegas Samsurih.
“Dokumen
ini adalah berupa kerta, dan benda tetapnya adalah mewakili. Mewakili kertas
yang ada ini letaknya di mana, dan berapa luasannya. Luasan ini kan kadang apa
yang tertulis dalam dokumen tidak mesti sama dengan apa yang menjadi kenyataannya.
Kemudian letaknya juga apakah persilnya tepat disitu misalnya, di jalan
Soekarnao-Hatta misalnya, ada apakah letaknya sesuai dengan gambar maupun
tempatnya tepat di situ atau tidak, jangan-jangan di jalan Soekarno-Hatta
tetapi justeru ada di tempat yang lain,” tutur Kajari Bima.
Kajari Bima, Widagdo MP, SH |
Visioner Berita
Kota Bima-Di
mata Pemerintah baik Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif khususnya di Bima,
peristiwa pelanggaran di kawasan Amahami Kota Bima Nusa Tenggara Barat-telah
terjadi banyak pelanggaran. Lepas dari sejumlah kasus dugaan penyimpangan yang
tengah ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, di kawasan itu pun
telah terjadi pelanggaran penimbunan laut menjadi milik pribadi yang dibuktikan
melalui adanya sertifikat milik perorangan, pembabatan hutan mangrove, bangunan
milik pribadi pada kawasan ruang terbuka hijau (RTH), kasus dugaan keinginan
merampas aset Pemerintah di blok 70 seluas 54 are oleh Akhyar Anwar hingga
peristiwa penjualan lahan laut di sebelah utara Masjid Terapung seluas 1
hektar.
Topik
kawasan Amahami “dalam kemasan prahara” ini, juga diakui bukan hal baru.
Pemerintahan Walikota-Wakil Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan,
SH tanpaknya dan sedang berkonsentrasi menyikapi masalah yang terjadi di
kawasan Amahami secara sderius dengan tujuan mengamankan sekaligus
menyelamatkan aset negara.
“Bukan
saja satu masalah yang terjadi di kawasan Amahami. Tetapi banyak, dan seluruhnya
akan disikapi secara serius dimana Pemerintak Kota (Pemkot) Bima telah
menyerahkan penanganannya secara legal melalui MoU kepada pihak Kejaksaan
setempat selaku Pengacara Negara,” tegas Wakil Walikota Bima, Feri Sofiyan, SE.
Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH misalnya-memposisikan masalah yang terjadi di Amahami merupakan peristiwa yang terjadi puluhan tahun silam dan diduga lalai disikapi. Duta PAN ini menjelaskan, tercatat sudah 17 tahun Pemkot Bima baik Eksekutif maupun Legistif berdiri secara resmi (memisahkan diri dari Kabupaten Bima)-namun baru baru tahun 2019 ini Pansus berhasil dibentuk untuk menyikapi secara serius tentang berbagai masalah yang terjadi di kawasan Amahami.
Wakil Walikota Bima, Feri Sofiyan, SH |
Kajari
Bima, Widagdo MP, SH mengaku bahwa pihaknya yang telah ditunjuk sebagai
Pengacara Negara oleh Pemkot Bima pun akan bekerja serius menangani berbagai
masalah yang terjadi di kawasan Amahami Kota Bima. “Kejari Bima dalam hal ini
sebagai penerima kuasa dari Pemkot Bima, tidak menangani pada sebatas
dimulainya sengketa. Tetapi, dimulai dengan penelusuran aset. Karena, rupanya
ada beberapa dokumen, ada beberapa benda tetap berupa tanah yang harus
dilindungi dan harus dicatat,” terangnya usai menggelar rapat khusus dengan
FKPD setempat, Senin (11/3/2019).
Kata
Kajari Bima ini, mungkin selama ini dalam pencatatannya mungkin dilakukan
secara manual. Sementara nantinya, akan ada upaya secara holistik supaya
semuanya akan dicatatkan di Kantor BPN. “Artinya, nanti Pemkot Bima tidak
mengantongi dokumen yang berupa surat-surat atau dokumen-dokumen penting. Tetapi,
mengantongi surat berharga dalam bentuk sertifikat. Dengan adanya sertifikat,
itu adalah pembukti formil yang terkuat dan terpenuh sebelum dibuktikan
sebaliknya,” tegas Kajari Bima.
Artinya
papar Kajari Bima ini, apabila tidak ada orang yang mengganggu, mengklaim dan
menggugat maka itu adalah sah aset milik Pemkot Bima. “Nah oleh karena itu, apabila
secara Ex officio secara jabatan diberikan kuasa untuk mengurus maka selaku Pengacara
Negara Non Litigasi tentu saja kami siap untuk tujuan mengamankan aset-aset
Pemerintah baik 20 tahu kedepan maupun 50 tahun kedepan. Sehingga anak-cucu
kita nanti sudah fix bahwa inilah kinerja zamannya Pemerintahan Walikota-Wakil
Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH (Lutfi-Feri) dan Ketua
DPRD Kota Bima, Samsurih SH,” terang Kajari Bima.
Starting
awal setelah menerima kuasa sebagai Pengacara Negara terkait masalah-masalah
yang ada di kawasan Amahami, pihaknya harus memulai dengan penelusuran data
terlebih dahulu untuk memastikan mana dokumen dan mana benda tetapnya.
Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih, SH |
Oleh
Karena itu tegasnya, penelusuran aset adalah penting. Penggambaran aset juga
penting. Dan tata letak juga sangat penting. “Hal-hal itu adalah sangat penting,
langkah awalnya adalah menyamakan antara benda tetapnya berupa tanah dengan
dokumen yang ada. Dan, itu sangat penting karena belum tentu pendapat ini
berganti-gantian. Kalau pendapatnya berganti-gantian, bisa mereka penyatakan
sudah selesai, sudah pernah, tidak meninggalkan warisan informasi, maksudnya
bisa saja seperti itu,” ucap Kajari Bima.
Lagi-lagi
Kajari Bima menyatakan, setelah menerima kuasa sebagai Pengcara Negara dari
Pemkot Bima maka pihaknya tetap melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terkait
masalah-masalah itu dengan sangat serius. “Sekali lagi, setelah menandatangani MoU
dengan Pemkot Bima terkait penanganan Perkara Perdata dan TUN tentu saja kami akan
harus bekerja secara serius,” ulasnya dengan nada tegas.
Disinggung
soal dugaan pemalsuan dokumen dalam bentuk peralihan nama SPPT dari Pemkot Bima
ke Akhyar Anwar terkait tanah di blok 70 seluas 54 are di kawasan Amahami,
Kajari Bima mengaku tidak masuk pada wilayah itu sifat penanganannya yang
berbeda.
“Sebagai
Pengcara Negara yang ditunjuk terkait Perkara Perdana dan TUN, kami tidak masuk
pada ranah itu. Kalau yang soal tanah di blok 70 tersebut, tentu beda
penangannya. Untuk diketahui, kami menangani secara administratif dan
keperdataan. Apabila ada pemalsuan dan sebagainya, itu urusannya sudah beda
lagi alias bukan dalam ranah SKK. Artinya, itu soal dugaan pemalsuan SPPT
tersebut tentu ada isntitusi lain yang menangani dalam hal ini Penyidik Polres
Bima Kota, dan Jaksa yang menangani masalah pidana akan bekerja apabila ada
yang melaporkannya,” jelasnya lagi.
Tetapi
tidak tertutup kemungkinan adanya ruang bagi Pemkot Bima untuk melaporkan
peralihan SPPT itu?. “tergantung, karena hal itu sifatnya pribadi. Dan itu
sifatnya kepemilikan, bukan kejahatan yang sifatnya umum. Oleh karena itu,
apabila tidak dilaporkan maka Penyidik Kepolisian dan Kejaksaan tidak akan
menanganinya,” pungkasnya. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda