Amahami Dalam Bingkai Kenyamanan dan “Masalah”
Perpaduan Taman Amahami, Teluk dan Masjid Terapung |
Visioner Berita
Kota Bima-Amahami
merupakan salah satu destinasi wisata lokal Kota Bima Nusa Tenggara Barat.
Amahami terletak di bibir pantai, tepatnya di sebelah timur Pantai Lawata yang
juga salah satu tujuan wisata lokal masyarakat Kota Bima. Dan, Amahami berada
pada bingkai teluk Bima yang disebut-sebut sebagai salah satu teluk terbesar di
Nusantara (Indonesia).
Dulu
Amahami dikenal sebagai “rumah hantu”. Berkat Walikota Bima, Drs. HM. Nur H.
A.Latif (Almarhum)-Amahami berhasil disulap menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi.
Kerja keras Almarhum Nurlatif, mengawali penataan amahami masuk kedalam Kawasan
Ekonomi Cepat Tumbuh yang merupakan rangkaian dari batas Kota (Ni’u, Lawata
hingga ke Bonto).
Almarhum
Nurlatif mulai merubah Amahami dari “rumah hantu” menjadi lokasi yang layak
dikunjungi, yakni memancing pedagang untuk memajang berbagai dagangan di sana.
Antara lain mie ayam (pangsit), bakso, warung kopi dan lainnya. Di Amahami
pula, Nurlatif membangun sebuah restauran terapung dalam bentuk kapal laut yang
di dalamnya menyajikan berbagai jenis menu makanan khas Bima.
Sayangnya,
rumah terapung yang dibangun dengan APBD 2 Kota Bima senilai ratusan juta
rupiah itu hanya beroperasi beberapa waktu saja dan selanjutnya tidak jelas
junterungannya, dan hingga kini pun tidak jelas bangkainya dibuang kemana. Di
Amahami pula, Almarmum Nurlatif membangun sebuah jembatan menuju restaurant
terapung sepanjang lebih dari 10 meter. Dengan ada jembatan tersebut,
dimanfaatkan bagi warga untuk berselfie, dan tempat berkumpul.
Melihat Dari Dekat Pesona Taman Amahami dengan Masjid Terapung |
Seiring
dengan pergantian Pimpinan daerah dari Pemerintahan Nurlatif ke Qurais-Man,
Amahami dikenal sebagai salah satu destinasi wisata yang dinilai ramai
dikunjungi oleh wisatawan baik lokal Kota Bima maupun tamu dari luar daerah. Warung-warung
yang memajangkan berbagai kebutuhan pengunjung pun kian tumbuh dan berkembang
di kawasan itu.
Tak
hanya itu, oleh Qurais-Man mencetak instrumen pendukung agar Amahami menjadi
destinasi wisata yang mampu menghadirkan estetika yang berbeda dengan daerah
tujuan wisata lainnya di Kota Bima. Lokasi di sebelah barat dari jalan negara
di Amahami pun di tata dengan baik oleh Pemerintahan Qurais-Man.
Bentuknya,
Pemerintahan Qurais-Man memapas lokasi tersebut untuk pembangunan taman dengan
pagu Rp8,5 M dan sekarang pelaksananaan kegiatan tersebut sudah selesai
dilaksanakan. Namun sebelum pembangunan taman tersebut, terlebih dahulu
Qurais-Man membangun Masjid Terapung di Amahami dengan pagu sebesar belasan
miliar rupiah yang menggunakan tangan Universitas Kristen Petra Surabaya –Jatim.
Pun pembangunan Taman Amahami, juga didesign oleh Universitas Kristen Petra
Surabaya-Jatim.
Dengan
berdirinya dua bangunan tersebut, Taman dan Masjid praktis saja membuat kawasan
Amahami seolah tak pernah sepi dari pengunjung. Roda-roda ekonomi para pedagang
kaki lima pada kawasan itu, hingga kini masih terus berputar. Perpaduan Taman
dan Masjid di kawasan Amahami, kian memunculkan estetika yang jauh lebih
fantastic dibandingkan dengan sebelumnya. Yakni, Masjid terapung dengan nuansa
Agamisnya dan Taman dengan nuansa wisatanya.
Kawasan Teluk Yang Damai Dari Lawata ke Amahami Kota Bima |
Kondisi
air tenang di kawasan laut di Amahami, seolah mendesak Pemerintah untuk
mengisinya dengan berbagai kegiatan Pariwisata. Antara lain banana boath, dan kegiatan
lain sebagai salah satu magnet yang mampu membuat kawasan Amahami menjadi salah
satu destinasi andalan Kota Bima serta menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kekurangan
nyata yang terjadi sejak Taman dan masjid itu dibangun, antara lain bak sampah,
air bersih dan WC umum bagi para pengunjung. Disamping itu, penataan PKL pun
hingga kini belum dilakukan secara maksimal. Walikota-Wakil Walikota Bima, H.
Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH (Lutfi-Feri) telah berusaha keras menata
PKL yang di sekitar Taman Amahami dalam bentuk memindahkannya di jalan lingkar
pasar Amahami. Sayangnya, hanya sebahagian PKL saja yang memiliki kesadaran
berpindah ke lokasi baru.
Sementara
sebahagian PKL lainnya, masih terlihat di atas Taman Amahami. Hal tersebut,
kini tak jarang mendapatkan keluhan dari para pengunjung. Yakni keberadaan
sebahagian PKL di atas Taman Amahami tersebut justeru menghilangkan nilai
estetika dari Taman itu sendiri.
Masih
di kawasan Amahami, Pemkot Bima di masa Pemerintahan Qurais-Man juga telah
membangun jalan di sebelah utara Masjid Terapung hingga melingkar ke wilayah
pasar Amahami dengan pagu sebesar Rp12 M yang bersumber dari APBD 2 Kota Bima
tahun 2018. Proyek pembangunan jalan yang dikerjakan oleh Mulyono (akrab disapa
Baba Ngeng) tersebut, kini telah selesai dilaksanakan dan telah diserahkan
secara resmi kepada Pemkot Bima oleh pelaksananya.
Jalan Yang Membelah Tambak dengan Laut di Amahami Dijerjakan Dengan Anggaran Rp12 M |
Bukan
itu saja, di sepanjang jalan tersebut juga diharapkan oleh sejumlah pihak agar
Pemerintah segera membangun trotoar yang fungsinya untuk jogging pada setiap
hari libur oleh warga Kota Bima. Selain itu, pada ujung barat jalan sepanjang
sekitar lebih dari 1 KM itu, juga bisa dibangun lapangan volly pantai, kolam
pemancingan, kolam retensi dan taman wisata di tengah hutan mangrove. Namun,
sejumlah hal penting tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah setelah
menghjotmiks jalan itu serta membebaskan lahan negara di ujung barat jalan yang
dibangun dengan anggaran Rp12 M itu.
Hal
lain yang terjadi di sana, salah satunya belum kongkrietnya intersitas Amahami
dengan Lawata. Lawata memang diakui telah disentuh oleh Pemerintahan
Qurais-Man. Antara lain yakni pengaspalan jalan lingkar di dalamnya,
pembangunan sejumlah barugak, bangunan informasi bagi turis, pembangunan
Mushola yang tergolong mewah serta pengadaan air bersih.
Namun,
kondisi fisik pantai Lawata hingga kini masih terlihat “kusam’ kendati listrik
sudah terpasang di dalamnya. Kondisi tersebut, mendesak Pemerintah untuk
melakukan penataan Lawata secara baik dan benar agar tujuan wisata tersebut
berkesinambungan dengan destinasi wisata Pantai Amahami. Ekspektasi lain soal
Lawata, yakni bangunan hotel, sarana hiburan bagi wisatawan dan kuliner khas
Bima.
“Masalah”
Yang Dihadapi Pemerintah di Kawasan Amahami
Tanah Yang Diduga Ditimbun Warga Disebelah Barat Jalan Berpagu 12 M di Amahami dan Terlihat adanya Rumah Panggung Milik Warga Pula |
Padahal,
secara histroris bahwa tahun 1952 lahan luas tersebut masih menjadi kawasan
laut alias milik negara. Catatan Visioner dari sejumlah sumber mengungkap,
perubahan kawasan laut menjadi milik perorangan yang diperkuat oleh adanya
sertifikat yang diduga diterbitkan secara sporadik itu, terjadi mulai tahun
1962 hingga sebelum Lutfi-Feri menjabat sebagai Walikota-Wakil Walikota Bima.
Setidaknya, hal tersebut dinilai menjadi hambatan sekaligus tantangan berat bagi Pemerintahan Lutfi-Feri untuk mengembangkan kawasan Amahami dengan program pembangunan berbasiskan dunia wisata guna meningkatkan taraf hidup daerah dan masyarakatnya. Masih di kawasan Amahami, Pemerintahan Lutfi-Feri sedang dihadapkan dengan persoalan “kecil” yakni dugaan adanya keinginan Akhyar Anwar yang memiliki aset Pemkot Bima di blok 70 seluas 54 are di kawasan Amahami.
Terdapat Sebuah Papan Nama Tanah Dijual Yang Berdekatan Dengan Laut Kawasan Teluk Bima |
Tak
hanya itu, liputan langsung Visioner mengungkap adanya penimbunan tanah yang
diakui di ujung jalan yang dibangun dengan pagu Rp12 M itu oleh oknum-oknum
tertentu. Aksi penimbunan tersebut, terlihat mulai dari ujung jalan bagian
baratnya hingga ke ujung bagian utaranya. Di sepanjang jalan pada bagian barat
hingga ke utara itu, juga terlihat ada bangunan rumah panggung milik warga.
Hutan Mangrove Yang Dibabat di Atas Tanah Kavlingan di Sebelah Barat Pasar Amahami |
Namun
apakah tanah yang berlokasi di tambak-tambak tersebut merupakan hak milik
pribadi atau masih berstatus SPPT, hingga kini masih belum diketahui
jawabawannya. Tetapi yang pasti, lokasi itu sangat dekat dengan kawasan laut
teluk Bima. Sementara di sebelah timur jalan raya yang berdekatan dengan papan
nama itu, juga terlihat nyata adanya tanah warga yang sudah dipatok.
Namun
yang tak kalah menariknya, di atas tanah tersebut terlihat adanya hutan bakau
yang telah dibabat dan ada pula yang masih tumbuh dengan suburnya. Masih dalam
liputan langsung Visioner (5/3/2019), di sebelah timur pasar Amahami berdiri
sejumlah bangunan yang terungkap sebagai milik perorangan. Padahal,
Walikota-Wakil Walikota Bima dan Ketua DPRD setempat menyatakan bahwa lokasi
itu bukan merupakan ruang terbangun tetapi Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai
dengan Perda RTRW setempat.
Sampah Masih Terlihat Berserahkan di Sebelah Selatan Pasar Amahami |
Masalah-masalah
penting yang terjadi di kawasan itu khususnya lahan yang sudah disertifikat
menjadi hak milik orang per orang, tengah disikapi oleh Panitia Khusus DPRD
Kota Bima dibawah kendali H. Arman (Duta PKS). Hasil kinerja Pansus terkait
masalah itu, salah satunya mengungkap adanya aktivitas ilegal alias tanpa izin
dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB.
Pengakuan yang sama,
juga diperoleh pihan Pansus DPRD NTB melalui Departemen Kelautan dan Perikanan
RI. Data terkini yang diperoleh Visioner menyebutkan, hasil konsultasi Pansus
DPRD NTB baik dengan DKP NTB maupun Departemen Kelautan Perikanan RI dikabarkan
sedang didalami. Dan menurut informasinya, Pansus akan membahas tuntas masalah itu
dalam waktu segera. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda