1952 Wilayah Laut Hingga ke Pasar Amahami, Tahun 1962 Mulai Dibangun Tambak
Sisa Mangrove Jadi Saksi Hidup Bahwa Wilayah Laut Telah “Digarap”
Namun, hingga detik ini menyebutkan bahwa
penanganan sejumlah kasus tersebut masih dalam wilayah peyelidikan oleh pihak
Kejati NTB. Kembali ke persoalan seksi di kawasan Amahami, Walikota-Wakil
Walikota Bima sekarang menyebutkan terdapat banyaknya dugaan pelanggaran yang
terjadi di kawasan itu. Seperti bangunan-bangunan berdiri pada ruang terbuka
hijau (RTH) yang sarat dengan melanggar Perda.
Sementara
soal penanganan yang sedang dilaksanakan oleh pihak kejati NTB saat ini,
disinyalir karena adanya dugaan korupsi yang terjadi. Dan bahkan, diduga ada
keterkaitannya dengan aktivitas ilegal alias tanpa izin dari Provinsi di
kawasan Amahami. Peristiwa “menggasak” secara hukum tentang sejumlah persoalan
dimaksud oleh pihak Kejati NTB, diduga praktis telah membuat pihak-pihak
tertentu menjadi “tak bisa tidur nyenyak”.
Diakuinya pula, terdapat sejumlah persoalan
penting yang terjadi di kawasan Amahami itu. Hanya saja, persoalan tersebut
belum bisa dibuka secara detail karena masih harus dilakukan pendalaman.
Singkatnya, terkait persoalan di Amahami menjelaskan bahwa pihak Kajati NTB
masih berkerja dan demikian pula halnya dengan pihak Pansus DPRD Kota Bima.
“Tahun 1952, laut masih terlihat hingga ke
pasar raya Amahami itu. Pohon mangrove juga tumbuh besar secara secara bebas
dan rindang hingga ke pasar raya itu pula. Pada tahun itu pula, masyarakat
masih dengan mudahnya untuk mendapatkan kepiting besar dan hasil laut lainnya,”
tandas Pak Haji masih terlihat kuat mendayung sepeda clasik ini.
Masih segar dalam ingatannya, wilayah laut
yang ada di kawasan Amahami mulai ditimbun alis digarap yakni sejak tahun 1962.
Semula, ada beberapa warga yang mengawalinya dengan bangunan tambak, ada juga
warga pribumi yang diduga beraviliasi dengan non pribumi yang ikut menggarapnya.
Sembari menunjuk batasan-batasan laut pada
kawasan tersebut sampai dengan di TPI dan Pemukiman sejumlah warga, ia hanya
bertanya-tanya tentang timbunan serta patokan yang sudah sampai ke ujung barat
kawasan Amahami. Peristiwa penimbunan yang sangat intens oleh warga di kawasan itu tandasnya, yakni di zaman Walikota Bima, Drs. HM. Nur A.Latif (Almarhum).
Kawasan laut tersebut yang telah berubah secara drastis telah dimanfaatkan untuk hal lain, pun membuatnya sangat terkejut. “Dari rumah sampai ke sini, saya hanya ingin
melihat adanya perubahan kawasan ini yang sejak tahun 1952, sementara setelah
itu sampai saat ini sudah ada timbunan, pematokan dan bangunan-bangunan lain di
dalamnya baik milik Pemerintah maupun masyarakat biasa. Karena anda bertanya
tentang sampai di mana saja batasan-batasan laut di sini, maka perlu dijawab
dengan apa yang saya tahu,” paparnya.
Proyek Rp12 M di Amahami Oleh Mulyono alias Baba Ngeng |
Visioner
Berita Kota Bima-Dimana pohon mangrove itu tumbuh maka disitulah batas antara laut dengan
darat. Kisah di kawasan Amahami Kota Bima Nusa Tenggara Barat (NTB), baru
sekarang tepatnya di masa Pemerintahan Kota (Pemkot) Bima dibawah kendali
Walikota-Wakil Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH (Lutfi-Feri)
dipermasalahkan.
DPRD Kota Bima misalnya, telah membentuk
Panitia Khusus (Pansus) yang bertugas untuk menelusuri tentang berbagai
permasalahan yang terjadi di kawasan Amahami. Tiga mega proyek di zaman
Pemerintahan Walikota-Wakil Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin-H.A.Rahman H.
Abidin, SE (kakak-adik) alias Qurais-Man yakni pembangunan taman berpagu Rp8,5
M, proyek pembangunan jalan yang dikerjakan oleh Mulyono alias Baba Ngeng
sebesar Rp12 M, pembangunan Masjid Terapung dengan nilai belasan miliar rupiah
pun kini telah masuk ke meja Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Berbagai media massa di NTB termasuk di Bima
misalnya, menguak sejumlah persoalan menarik tentang penanganan kasus dugaan
korupsi terkait tiga mega proyek dimaksud. Baik PPK, konslutan maupun pihak ketiga
sebagai pelaksananya pun diinformasikan telah dilakukan Pemeriksaan oleh
Penyidik Kejati NTB. Tak hanya itu, Kajati NTB pun telah melakukan pemeriksaan
terhadap PPK hingga ke PPK dalam kasus mega proyek DAM pasca bencana tahun 2016
dibawah kendali Kepala BPBD Kota Bima, Ir. H. Sarafudin. Terdapat dua DAM yang
diduga telah rusak belum waktunya, sementara pagunya bernilai miliaran rupiah.
H. Ahmad Muju Sedang Menunjuk Wilayah Laut di Amahami Sembari Memberikan Penjelasan Kepada Visioner |
Pasalnya, dikawasan itu bukan ruang terbangun
sebagai mana yang tertera dalam Perda Kota Bima. Tak hanya itu, dugaan masalah
yang terjadi di kawasan Amahami adalah penimbunan laut, pembababtan hutan
mangrove yang jauh sebelumnya tumbuh subur secara bebas, terbitnya sertifikat
secara sporadis yang diduga adanya permainan orang dalam, kasus dugaan adanya
keinginan seorangwarga mencaplok aset daerah di blok 70 seluas 54 are, kasus
penjualan areal laut seluas 1 hektar di sebelah utara Masjid Terapung.
Hasil konsultasi pihak Pansus DPRD Kota Bima
dibawah kendali H. Arman (duta PKS) dengan pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
NTB beberapa waktu lalu, muncul tudingan bahwa seluruh aktivitas di kawasan
Amahami Kota Bima adalah ilegal karena tidak ada izin dari pihak Pusat melalui
Pemprov NTB sebagai pemilih kewenanga pada wilayah laut mulai dari titik nol
dan seterusnya.
Ujung Barat Timbunan di Amahami |
Pansus DPRD Kota Bima, tercatat hingga kini
masih terus bekerja. Setelah melakukan konsultasi dengan pihak DKP Provinsi
NTB, kini Pansus sedang berada di Jakarta dan kemudian diinformasikan telah
berkonsultasi dengan Kementerian Kelautan Perikanan dan RI. Informasi terkini
yang diperoleh Visioner mengungkap, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan RI
menegaskan bahwa Teluk Bima sudah tercatat sebagai Kawasan Strategis Nasiona
(KSN) yang tidak boleh digarap tanpa izin.
Masih menurut informasinya, yang diduga telah
dipatok dan ditimbun di kawasan Amahami tersebut juga masuk dalam kawasan teluk
Bima. Seorang sumber terpercaya menyebutkan, terkait kawasan Amahami yang sudah
banyak dijadikan sebagai hak milik sejumlah orang di sana, tentu akan dilakukan
pendalaman yang kemudian disesuaikan dengan Perda Provinsi NTB nomor 12 tahun
2017. Perda tersebut, diakuinya terkait dengan perizinan.
Jalan Raya Bagian Barat Pasar Amahami Menuju ke Bagian Utara |
Kisah Amahami pun kian menarik, Sabtu
(2/3/2019) crew Visioner mencoba mengelilingi lokasi itu. Proyek pembangunan jalan besar yang
dilaksanakan oleh Baba Ngeng itu dinyatakan sudah selesai dengan pagu Rp12 M
tahun 2018-tepatnya di masa Pemerintahan Qurais-Man. Disebelah selatannya,
berdiri kokoh sebuah bagunan Masjid Terapung yang didesin oleh Universitas
Kristen Petra Surabaya dengan pagu belasan miliar pula. Sementara di depan
Masjid Terapung juga dibangun taman dengan pagu Rp8,5 M dan dinyatakan telah
selesai tetapi masih dalam masa pemeliharaan.
Pun status pembangunan jalan yang dikerjakan
oleh Baba Ngeng tersebut, juga diakui oleh pihak Dinas PUPR Kota Bima masih
dalam masa pemeliharaan. Karenanya, pihak BPK maupun BPKP NTB belum melakukan
pemeriksaan terhadap. Sabtu siang, Visionerpun menemukan seseorang yang
sepertinya tahu soal apa dan bagaimananya Amahami sejak tahun 1952. Dia adalah
H. Ahmad Muju yang sejak saat itu mengaku bekerja sebagai tukang jahit.
Tanah Warga Yang Terlihat dan Yang Sudah Ditimbun dan Masih Ada Yang Belum di Bagian Barat Pasar Amahami |
Ia juga kembali mengungkap, wilah laut juga
termasuk pada dua bagunan milik warga non pribumi yang berdiri kokoh di Tempat
pelelangan Ikan (TPI) Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat. Di jalan yang
dibangun oleh Baba Ngeng mulai dari sebelah selatan Masjid Terapung hingga ke
ujung bagian baratnya juga areal laut yang ditimbun. Dan di sekitar itu juga
dulu diakuinya terdapat pohon mangrove yang sangat rimbun.
“Pohon-pohon mangrove yang masih tumbuh alias
sisa tebangan di di kawasan Amahami ini adalah wilayah laut. Pokoknya dimana
anda melihat tumbuhnya pohon mangrove maka disitu pula adalah wilayah laut yang
sekarang terlihat jelas sudah ditimbun. Dulu burung-burung apa saja masih
terlihat berbain bebas di di pohon mangrove di sini. Namun sekarang, suara
burung pun sudah tak terdengar lagi,” bebernya.
Hutan Mangrove Terlihat Masih Tumbuh Subur di Kawasan Yang Sudah jadi Milik Warga di Amahami |
“Saya tidak tahu apakah orang-orang berduit
menggarapnya setelah memberi dari masyarakat atau sebaliknya. Tetapi yang
jelas, mereka juga ada di kawasan itu. Bersamaan dengan itu pula, tambak-tambak
warga juga terlihat banyak, dan masih nampak sampai sekarang,” ujarnya.
Soal kawasan tersebut rata-rata sudah menjadi
hak miliki sejumlah orang dalam bentuk sertifikat, ia mengaku tidak tahu. Pun, ia
menegaskan tidak mengerti bagaimana proses SPPT hingga sertifikat milik
orang-orang itu diterbitkan padahal lokasi tersebut adalah kawasan laut.
“Saya hanya bercerita saja tentang apa yang
diketahui saat itu. Dari dulu hingga sekarang, yang saya tahu bahwa di lokasi ini
dulu adalah laut. Hanya saja sejak tahun 1962 sampai sekarang wilayah seluas
ini sudah ditimbun, dipatok-patok, dibangun pasar, dibangun jalan raya dan ada
pula aktivitas lain di dalamnya seperti yang sedang anda saksikan,” ucapnya.
Pohon Mangrove dan Karang di Tengah Timbunan di Atas Lahan Warga di Kawasan Amahami |
Di Era Nur Latif pula, di kawasan itu ada rencana pembangunan terminal AKAP di mana lahannya sudah dibebaskan kepada warga selaku pemilik tanah. namun di lahan yang awal direncanakan bagi pembangunan terminal AKAP tersebut telah diganti dengan bangunan pasar oleh Pemerintahan Qurais-Man. Tetapi, saya juga tidak tahu sekarang terminal AKAP dibangun. "Sebenarnya dulu yang saya tahu bahwa di sini mau dibangun Pelabuna. Namun, saya tidak tahu kenapa rencana itu tidak terlaksana sampai sekarang," katanya.
Sisa Pohon Mangrove, Lahan Dipatok dan Terlihat Bangunan Berdiri di Ruang RTH di Kawasan Amahami |
Singkatnya, dia menceritakan bahwa di kawasan
itu sangat sepi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, juga telah terlihat
adanya perubahan. “Di sini sudah ada pasar, jalan raya yang telah dihotmiks,
ada orang-orang berjualan, anak-anak yang bermain, orang-orang yang berolah
raga, anak anak-anak muda yang nongkrong dari siang hingga malam. Dan perubahan
yang drastis di sini adalah wilayah laut telah ditimbun, sejumlah bangunan
berdiri dan hutan mangrove yang tadinya subur namun kini nyaris tak tersisa,”
pungkasnya. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda