Tanah di Amahami, Pemkot Tegaskan Tak Ada Istilah Menuntut Kecuali Menertibkan dan Menjaga-Mengamakan Aset Pemerintah
Wakil Walikota Bima, Feri Sofiyan, SH (Bang Feri) |
Visioner
Berita Kota Bima-Bagi Walikota-Wakil Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH
(Lutfi-Feri), sesungguhnya masalah tanah di blok 70 di kawasan Amahami yang
ditimbun oleh oknum warga (Akyar) bukanlah sesuatu yang penting untuk dibawah.
Dan dengan tegas Lutfi-Feri menyatakan, Pemkot Bima hanya sebagai pihak yang
menerima tanah yang diserahkan secara legal oleh Pemkab Bima tahun 1999 itu.
Sementara legal standing serah terima tanah
tersebut dari Pemkab termasuk dokumentasi tukar guling antara Pemkab Bima
dengan Maman Anwar yakni tanah di Kecamatan Monta, diakuinya ada di tangan dua
Pemerintahan ini.
“Dalam hal ini, sesungguhnya Pemkot Bima sama
sekali tidak punya beban. Factualitas data tentang serah terima tanah tanah
tersebut dari Pemkab Bima kepada Pemkot Bima, pun bisa dipertanggungjawabkan
baik di dunia maupun di Akhirat kelak. Jika ingin tahu datanya, datang saja ke
Pemkot maupun Pemkab Bima, jangan tanya di ranah lain apalagi di Media Sosial
(Medsos),” tegas Wakil Walikota Bima, Feri Sofiyan, SH.
Atas dasar kelengkapan Legal Standingnya terkait
serah terima tanah tersebut, maka ranah di blok 70 dan sekitarnya itu telah terdaftar
sebagai asek daerah (Pemkot) Bima. “Cara kerja Pemerintah sangatlah sistimatis,
terstruktur, profesional dan bertanggungjawab. Tanah tersebut telah tercatat
sebagai asset daerah, tentu saja karena memiliki Legal Standing. Sebaliknya,
adalah sesuatu yang sangat naif bagi Pemkot Bima memposisikan tanah tersebut
tercatat sebagai asset daerah jika tak memiliki Legal Standing. Oleh karenanya,
anda harus mampu membedakan antara cara kerja Pemerintah-Negara dengan cara
kerja anda,” tuturnya.
Lagi-lagi, Politisi kawakan yang tiga periode
berada di kursi Legilastif dan Alumni Fakultas Hukum pada Universitas Mataram
(Unram) NTB ini menerangkan bahwa soal tanah tersebut hanya berurusan dengan
Pemkab Bima sebagai pihak yang merahkannya secara legal kepada Pemkot Bima.
“Kami disuruh menggugat siapa?. Maksudnya
harus menggugat Pemkab Bima maksudnya?, itu adalah sesuatu yang sangat lucu.
Kami disuruh menuntut Akhyar, itu juga sangat lucu. Karena soal tanah tersebut.
Secara proedural Pemkot Bima sama sekali tidak memiliki korelasi dengan Akhyar,”
timpal Ketua KONI yang juga menjabat sebagai Ketua Pordasi Kota Bima yang akrab
disapa Bang Feri ini.
Terhitung sejak tanah tersebut diserahkan
secara resmi oleh Pemkab Bima kepada pihaknya, maka secara hukum sejak itu pula
Pemkot Bima menguasai tanah tersebut. “Pemkot Bima menguasai tanah tersebut,
yakni sejak diserahkan oleh Pemkab Bima, sekarang hingga sampai kapanpun. Akhyar
menimbun lokasi itu bukan berarti menguasai, tetapi kami anggap mungkin saja
dia sedang bekerja secara sukarela untuk Pemkot Bima beserta masyarakatnya,”
ujar Bang Feri.
Tindakan Akhar yang telah melakukan
penimbunan di atas asset milik Pemerintah tersebut, pun mulai disikapinya
dengan cara melayankan surat teguran secara tertulis untuk segera mencabut
papan nama (plang) yang ditancapnya di sana, dan sesegera mungkin mengosongkan
lahan itu pula.
“Atas nama Pemerintah, kami tidak akan
menuntut Akhyar karena sama sekali tidak ada korelasinya dengan tanah yang
sudah tercatat dalam asset daerah ini. Selanjutnya, kemungkinan besar kami
tidak akan melayangkan surat peringatan kepada Akhar. Kecuali, langkah berikut
adalah Pemkot Bima akan segera melakukan penertiban, menjaga dan mengamankan
asset daerah ini,” tutur..
Setelah melayangkan surat teguran kepada
Akhar, maka selanjutnya pihaknya akan menggelar pertemuan penting dengan pihak
Polres Bima Kota, Kejaksaaan Negeri Raba-Bima, Kodim 1608 Bima, Pengadilan
Negeri Raba-Bima, DPRD Kota Bima, Camat Rasanae Barat, Lurah Dara dan SKPD/OPD
terkait serta Konsultan Hukum Pemkot Bima. “Muara akhir dari pertemuan penting
tersebut, Insya Allah akan diketahui oleh para pihak termasuk rekan-rekan
Wartawan,” ucap Bang Feri.
Pada moment wawancara yang berlangsung di
ruang kerjanya dua hari lalu itu (6/2/2019). Bang Feri kemudian mengungkap
dugaan yang sangat mengejutkan. Yakni, diduga Akyar juga tahu tentang kegiatan
tukar guling tanah tersebut dengan tanah di Kecamatan Monta oleh Pemkab Bima
saat itu.
“Saat saya menjadi Legislatif di Kota Bima,
diduga Akhyar pernah membicarakan soal tanah itu. Pun diduga, Akhyar pernah
membiacarakan soal tanah itu pada saat saya maju sebagai Calon Walikota Bima
berpasangan dengan Anang. Sementara intisari dari Pembicaraan Akhar tersebut,
tentu saja tidak elok untuk dibeberkan melalui Media Massa. Oleh karenanya, sekali
lagi saya menduga bahwa Akhyar tahu soal tukar guling tanah dimaksud,” duga
Bang Feri.
Secara terpisah, Akhyar yang dimintai
tanggapannya tetap menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik ibu kandungnya
yakni Hj. Maemunah yang juga diperuntukan kepada dirinya selaku salah satu ahli
warisnya. Hj. Maemunah memiliki 6 orang anak, antara lain saya dengan Maman
Anwar.
“Jadi, mungkin saja tanah yang ditukar guling
itu adalah miliknya Maman Anwar tetapi tidak semuanya. Atau mungkin saja haknya
Maman Anwar sudah tidak ada di blok 70 Amahami itu. Mungkin saja mempunyai hal
yang lain atau bagaimana. Yang jelas, ahli warisnya Hj. Maemunah bukan saja
Maman Anwar. Oleh karena itu, penuntasan masalah tanah di Amahami itu butuh
proses hukum,” tegasnya, Kamis (8/2/2019).
Soal perstiwa tukar guling tanah di blok 70
seluas 54 are di Amahami dengan tanah di Wilayah Kecamatan Monta antara Pemkab
Bima dengan Maman Anwar pada zaman Bupati Bima, H. Adi Haryanto, Akhyar mengaku
tidak tahu. “Saya tidak tahu soal itu, dan memang tidak ada tukar guling.
Nyatanya, dari kami sebagai ahli warisnya tidak ada yang menandatangani
peristiwa tukar guling tanah dimaksud,” katanya.
Akhyar menjelaskan, terkait tanah tersebut
Pemerintah Kota pernah menuntutnya secara secara hukum (Kepolisian). Karena,
tuntutan tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum maka saat itu juga
Polisi mengeluarkan SP2HP. “Peritiwa itu berlangsung pada saat H. Muhammad
Qurais H. Abidin menjabat sebagai Walikota Bima. Kekuatan lain yang kami miliki
soal tanah tersebut, yakni adanya surat resmi yang dikeluarkan oleh Ombudsman,
KOMNASHAM, SP2HP dari pihak Kepolisian dan surat dari Kemendagri,” sebutnya.
Papar Akhar, dirinya sangat keberatan
peristiwa tukar guling tanah tersebut oleh Bupati Bima saat itu yakni H. Adi
Haryanto. “Saat itu saya keberatan karena luas tanah yang ditukar giling saat
itu adalah tiga per empat. Jadi, kalau tukar guling ya nilai atau luas tanahnya
sama dengan yang di blok 70 Amahami itu. Yang saya minta saat itu, tanh di blok
70 Amahami ditukar guling dengan tanah di lokasi Kantor Dinas Pertanian dan
lahan di ada di rumah dinas Wakil Bupati Bima di depan Polsek Rasanae Timur
Kota Bima. Permintaan saya tersebut jelas demi keadilan, sebab yang lain-lain
saat itu bisa dapat rumah yang mewah dan lainnya. Tetapi, tidak diindahkan oleh
Pemerintah saat itu,” ungkap Akhyar.
Tentang luas lahan tanah di Kecamatan Monta
yang ditukar guling dengan tanah di blok 70 Amahami oleh Pemkab Bima saat itu,
Akhyar menkaku tidak tahu. “Yang saya tahu, bahwa seluruh Ahli Waris dari Hj.
Maemunah sudah menyerahkan tanah di blok 70 Amahami itu kepada saya. Untuk itu
saya tegaskan bahwa tanah di Amahami itu adalah milik saya,” tegas Akhyar.
Akhyar kemudian mendesak, Pemerintah harus
mampu menunjukan alas hukum sebagai bukti kepemilikannya atas tanah di blok 70
Amahami itu. “Yang jelas, pengklaiman Pemerintah terkait tanah tersebut sama
sekali tidak memiliki alasan hukum. Buktinya, Polisi telah mengeluarkan SP2HP atas
tuntutan Pemkot Bima karena yang bersangkutan tidak mampu membuktikan alas hukum
sesuai perintah UU tentang pengklaimannya dimaksud,” kata Akhyar lagi.
Menanggapi ketegasan Walikota-Wakil Walikota
yang akan melakukan penertiban terhadap lahan tersebut dalam waktu dekat karena
anggapan bahwa hal itu telah tercatat sebagai asset daerah setempat, Akyar
menyatakan bahwa itu adalah urusannya. Namun, sebagai hamba hukum ia menegaskan
akan menempuh jalur hukum pula. Kita ini hidup di negara hukum, jadi harus taat
pula terhadap hukum,” papar Akhyar.
Jika serah terima lahan tersebut dari Pemkab
Bima ke Pemkot Bima dianggap salah alias melanggar hukum sebagaimana isi surat
dari Ombudsman, SP2HP dari Kepolisian, dan Surat dari Kemendagri kenapa tidak
menguggatnya secara hukum?. “Ya sudah, untuk
apa saya laporkan ke Lembaga hukum. Itu semua kan ada di Polisi. Makanya,
Polisi mengeluarkan SP2HP terkait laporan Pemkot Bima itu karena tidak memiliki
hak sesuai perintah UU. Pemkab Bima menyerahkan tanah tersebut kepada Mkor
Bima, juga tidak memiliki alasa hukum sesuai perintah UU,” sebut Akhyar.
Walikota Bima secara resmi telah melayangkan
surat teguran agar anda mencabut papan nama dan segera mengosongkan lahan
tersebut?. “Untuk apa saya mencabut papan nama dan pengosongan lahan, sebab tanah
itu adalah milik saya. Saya tetap bertahan di lokasi itu selama Pemkot Bima
tidak memiliki keputusan yang tetap dari lembaga tentang kepemilikan lahan
tersebut. Silahkan saja, tetapi siapapun yang melakukan kerusakan di atas muka
Bumi ini tentu saja akan berurusan dengan hukum. Lebih jelasnya, saya akan
melaporkan ke Polisi terhadap siapapun ke yang melakukan perusakan di atas
lahan milik saya itu,” ancamnya.
Menurut Akhar, H. Budin selaku pemegang asset
pada Pemkab Bima juga tampil sebagai saksi di Kepolisian terkait laporan Pemkot
Bima terkait tanah di blok 70 Amahami itu. “Dalam BAPnya, H. Budin mengaku
bahwa Pemkab Bima tidak pernah menyerahkan tanah kosong itu kepada Pemkot Bima.
Kecuali, syarat-sarat Penyerahan lahan oleh Pemkab Bima ke Pemkot Bima itu
adalah sengaja direkayasa oleh Sekda Kabupaten Bima, Drs. HM. Taufik H.AK
baru-baru ini. Oh, saya orangnya ngerti tu Pak. Rekayasa itu diketahui melalui
SP2HP yang dikeluarkan oleh Polisi,” tuding Akyar.
Rujukan penyerahan tanah tersebut oleh Pemkab
Bima ke Pemkot Bima, harus berdasarkan SP2HP yang dikeluarkan oleh Polisi pula.
Sementara syarat-syarat penyerahan asset dimaksud oleh Pemkab Bima kepada
Pemkot Bima tersebut adalah rekayasa jika merujuk pada SP2HP yang dikeluarkan
oleh Polisi itu.
“Terkait tanah tersebut,
saya mau tambahkan bahwa saat itu ada juga suratnya Walikota Bima HM Qurais H.
Abidin yang isinya meminta kepada Pemkab Bima agar segera mengosongkan tanah di
blok 70 Amahami. Dan dalam surat tersebut, Walikota Bima mengakui bahwa tanah
tersebut bukan milik Pemkot Bima. Tetapi, milik Pemkab Bima yang belum
diserahkan kepada Pemkot Bima,” ungkap Akhyar. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda