POLEMIK KEPALA SMPN 2 TAMBORA: BAWASLU KAB. BIMA ON THE TRACK
Oleh: Muhammad Isnaini AR
(Direktur Eksekutif Visi Indonesia Wilayah NTB)
|
Di era Demokrasi, masyarakat memiliki ruang yang besar
dalam mengontrol setiap peristiwa terlebih itu soal menyangkut politik.
Saya mengikuti dengan cermat atas polemik yang terjadi
terkait dengan diduganya ASN Kepala SMPN 2 Tambora terlibat dalam
mensosialisasikan Caleg di Akun Medsosnya.
ASN tersebut telah diperiksa oleh BAWASLU Kabupaten Bima
dan dinyatakan tidak termasuk dalam tindakan TIPILU. Dasar hukum yang dipakai
oleh BAWASLU Kabupaten Bima adalah Pasal 547 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum.
Menurut BAWASLU Kabupaten Bima yang dalam hal ini
Abdurahman SH sebagai Koordinator GAKKUMDU dalam pernyataannya disalah satu
media online bahwa pasal yang disangkakan terhadap oknum ASN yang bersangkutan
tidak memenuhi syarat sebagai tindak pidana pemilu. Keputusan itu diambil
setelah melalui kajian yang mendalam bersama tim GAKKUMDU (jaksa dan polisi)
serta telah dikonsultasikan dengan akademisi pakar hukum tata negara
universitas mataram.
Dengan dihentikannya proses pemeriksaan atas dugaan
kampanye dimedsos oleh Oknum ASN dinyatakan tidak memenuhi unsur tindak pidana
pemilu oleh BAWASLU Kabupaten Bima secara cepat juga masyarakat menanggapi
bahkan kecewa atas sikap BAWASLU Kabupaten Bima.
Aktivis dan Akademisi STIH menyoroti hal tersebut dengan
menyatakan bahwa BAWASLU tidak cermat menggunakan pasal untuk oknum ASN yang
terperiksa. BAWASLU menurut mereka seharusnya tidak menggunakan pasal 547
melainkan harus menggunakan pasal 494 sehingga dapat dijerat dengan delik
"menjadi tim atau pelaksana kampanye".
Menurut pandangan hukum saya, pasal yang disangkakan oleh
BAWASLU sudah tepat dan malah yang salah kaprah adalah pasal yang disangkakan
oleh Aktivis dan Akademisi tersebut.
Saran Saya, Untuk kawan-kawan Aktivis dan Akademis yang
bersangkutan sebaiknya Membaca dan Memahami dengan baik frasa pasal 494 junto
pasal 280 ayat 2 dan ayat 3 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum. Sehingga apa yang dimaksud dengan "menjadi tim atau pelaksana
kampanye" dalam pasal tersebut diatas bisa dipahami dengan baik dan jelas.
Apakah perbuatan ASN yang dimaksud masuk dalam unsur "menjadi tim atau pelaksana
kampanye" atau bukan.
Jika itu (membaca dengan cermat) sudah dilakukan, maka
sesungguhnya kita bisa menemukan titik terang dari serangkaian langkah dan
tindakan yang telah diambil oleh BAWASLU. Penting itu dilakukan (membuka
kembali UU PEMILU) agar anasir-anasir yang terlihat tendesius dengan menyebut
SDM BAWASLU rendah tidak menjadi pilihan kata yang tepat untuk konsumsi publik.
Sebab bukan hanya BAWASLU disana, melainkan ada Kejaksaan dan Kepolisian.
Saya yakin, Akademis yang berkomentar disalah satu media
online tersebut sangat paham bahwa pasal tidak dapat hanya dibaca sekedar 1
(satu) pasal melainkan harus membuka dan membaca juga pasal-pasal yang lain.
Jika itu dilakukan, maka hemat saya Akademis tersebut juga akan memahami apa
yang telah dilakukan oleh BAWASLU.
Selanjutnya, saya ingin katakan bahwa apa yang terjadi di
Kabupaten Bima juga terjadi di Kota Malang. Kasusnya percis sama. Seorang ASN
memposting Foto Capres di akun medsosnya, lalu diperiksa oleh BAWASLU. ASN
tersebut oleh BAWASLU Malang dinyatakan tidak dapat dipidana melainkan BAWASLU
mengirim surat rekomendasi ke KASN Kota Malang lalu kemudian KASN melakukan
pemeriksaan terhadap ASN yang bersangkutan atas dasar surat rekomendasi
BAWASLU.
Berdasarkan pemeriksaan KASN, ASN tersebut dinyatakan
bersalah dan KASN Mengirim kembali surat ke BAWASLU untuk dilanjutkan ke
Walikota Malang. Dan pada akhirnya ASN diberi sanksi.
Atas dasar itu, saya menyarankan kepada kawan-kawan
Aktivis pegiat demokrasi dan pemilu di Kabupaten Bima serta Akademisi
(Syamsudin) untuk sebaiknya mengawal proses ini di tingkat KASN karena BAWASLU
sudah mengatakan pemberhentian pemeriksaan. Artinya terhadap ASN tersebut tidak
dapat diterapkan (dijerat) Undang-undang Pemilu melainkan harus dijerat dengan
UU ASN. Itu sudah menjadi ranahnya Pemerintah Daerah sebagai atasan yang
bersangkutan (Oknum ASN).
Selama BAWASLU dalam rel, selama itu pula para pegiat
demokrasi dan pemilu harus pasang badan mendukung BAWASLU. Sebab BAWASLU kuat
bersama Rakyat. Jika mereka keluar rel, maka sudah menjadi kewajiban untuk
mengkritik BAWASLU.
Terkait soal Kepala SMPN 2 TAMBORA, BAWASLU Kabupaten
Bima saya menilai On The Track dan Yurisprudensinya adalah BAWASLU Kota Malang.
Tulis Komentar Anda