API NTB Desak Pemerintah Usir Akhyar dan Orang-Orangnya di Amahami
“Negara Tidak Boleh Tunduk Pada
Cara Preman”
“Sebahagian
tanah tersebut ada yang ia jual. Dan diduga sebahagian lainnya dijual dengan
tanpa kelengkapan administrasi. Soal tanah di Amahami, Pemkot Bima hanya
menerima penyerahan dari Pemkab Bima. Legal standingnya pun jelas ada. Oleh
karenanya, sesaat lagi akan ada rapat Muspida dalam menentukan sikap resmi
untuk menyikapinya. Ya, tunggu saja,” imbuhnya.
Topan
mengaku, dirinya sangat kaget ketika mendengar dan melihat adanya Akhyar beserta
orang-orangnya yang melakukan penimbunan di atas lahan milik Pemerintah secara
legal itu. “Siapa yang suruh mereka masuk sembarangan di atas lahan milik
Pemerintah itu, oleh karenanya segera diusir keluar dari wilayah itu. Sebab,
tidak ada kaitannya Akhyar dengan tanah itu. Lantas apa kapasitasmu bertanya
dan meminta Legal Standing kepada Pemkot Bima terkait tanah itu, semantara
secara faktual sama sekali tidak ada korelasinya denganmu,” tanya Topan.
Sudirman SH alias Topan (kiri) Bersama Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE (Kanan) |
Visioner Berita
Kota Bima-Masalah
tanah yang diakui sebagai asset Pemerintah Kota (Pemkot) Bima di blok 70 seluas
54 are di kawasan Amahami yang diserahkan oleh Pemkab Bima tahun 1999, hingga
kini masih menjadi topik paling menarik dalam perbincangan berbagai pihak.
Walikota-Wakil Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE-Feri Sofiyan, SH
(Lutfi-Feri) masih menegaskan tak ada sengketa terkait tanah itu.
Yang
ada, hanyalah Akhyar bersama Penasehat Hukumnya (PH), Al Imran, SH melakukan
penimbunan di atas lahan milik Pemerintah yang telah memiliki legal standing
yang dapat dipertanggungjawakan baik di dunia maupun di Akhirat kelak. Walikota
Bima, H. Muhammad Lutfi, SE misalnya-dokumentasi tukar guling yang dilakukan
oleh Bupati Bima saat itu kepada Maman Anwar yang merupakan ahli waris dari Hj.
Maemunah pun sudah ada di tangan pihaknya.
“Jika
kami menuntut Akhyar terkait tanah tersebut adalah sama halnya dengan mengakui
bahwa itu milik yang bersangkutan yang sama sekali tidak tertera di dalam dokument
penyerahan asset dimaksud. Kami tegaskan, sedikitpun tak ada waktu atau
keinginan bagi kami untuk menuntut. Tetapi, akan melakukan penertiban,
mengamankan dan menjaga asset daerah. Pun surat teguran secara resmi telah kami
layangkan kepada Akhyar,” tegas Lutfi.
Dari
hasil pelacakan yang dilakukan oleh pihaknya, tanah yang diterima oleh Maman
Anwar di Kecamatan Monta dari hasil tukar guling dengan Pemkab Bima, juga hasilnya
telah dinikmatinya (3 kali panen dalam satu tahun).
Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE |
Lagi-lagi,
Lutfi menegaskan bahwa Ahyar tidak berkorelasi dengan tanah seluas 54 are di
kawasan Amahami itu. Sebab, nama yang
tertera dalam dokument penyerahan asset tersebut adalah Maman Anwar, bukan
Ahyar Anwar. “Kok Pemkot Bima yang dicubit, harus dia tuntut kakaknya (Maman
Anwar) secara hukum jika menganggap bahwa yang dilakukannya adalah melanggar
hukum. Dan, atau tuntut saja Pemkab Bima jika mereka menganggapnya telah
melakukan perbuatan melawan hukum,” imbuh Lutfi.
Lutfi
menyatakan, Pemkot Bima menguasai asset tersebut yakni sejak diserahkan oleh
Pemkab Bima dan sampai kapanpun. “Mereka hanya datang menimbun di atas lahan
tersebut, bukan menguasai. Sesaat lagi akan ada sikap tegas dari Pemkot Bima
dengan melibatkan pihak-pihak terkait, antara lain Polres Bima Kota dan Kodim
1608 Bima. Surat teguran sudah kami sampaikan kepada mereka, oleh karenanya
segera cabut papan plang dan kosongkan lahan itu,” desaknya.
Setelah
lama berpuasa bicara, kini Ketua Aliansi Pejuang Integritas (API) NTB, Sudirman
SH alias Topan berkata tegas dan bahkan lantang. “Negara tidak boleh tunduk
oleh cara-cara premanis. Oleh karenanya, atas nama API NTB, kami mendesak agar
Pemerintah segera mengusir keluar Akhyar dari lokasi itu. Sebab terkait tanah
itu, adalah milik Pemkot Bima yang sah dan meyakinkan sesuai dengan dokument
actual yang ada. Sekali lagi, segera usir keluar mereka di sana, sebaliknya
justeru akan merusak pemandangan,” imbuh Topan.
Topan
menyatakan, dirinya siap menjadi supir Buldozer jika diizinkan oleh Pemkot Bima
saat melakukan penggusuran terhadap timbunan di atas tanah selluas 54 are di
blok 70 kawasan Amahami itu. “Tidak ada cerita tidak berani untuk menabrak
siapapun yang mencoba menghadang Buldozer itu, nanti buktikan saja jika Pemkot
Bima memberikan kesempatan saya untuk menjadi pengendali Buldozer tersebut,”
ujarnya.
Negeri
ini harus dibiarkan dalam kondisi aman, nyaman, kondusif sebagai syarat mutlak
menunju kemajuan demi kemasalahatan orang banyak. Kota Bima ini, diakuinya
sudah sangat aman dan semua program Lutfi-Feri harus didukung penuh termasuk
soal keamanan daerah. “Siapapun provokatornya terkait lahan tersebut, harus
diberantas dengan sikap-cara tegas. Sebaliknya, mereka justeru akan tumbuh
berkembang sekaligus racun bagi anak bangsa di kemudian hari,” imbuh Topan.
Ketua DPRD Kota Bima, Samsurih SH (kanan) saat Diwawancara oleh Visioner) |
Dalam
waktu dekat, bendera API NTB akan segera ditancap di atas tanah seluas 54 are
tersebut sebagai bentuk dukungan rielnya kepada Pemerintah. Sikap tersebut,
diakuinya sebagai cerminan dari membela yang benar agar Pemerintah bisa bekerja
secara baik dan konsisten di dalam melayani rakyatnya.
“Ribut-ribut
di Medsos itu maksudnya apa, memangnya ada Pengadilan di Medsos. Wartawan yang
tahunya tulis berita kok dicerca di Medsos, memang anda Tuhan yang tidak pernah
keliru. Sekali lagi, kami nyatakan agar Wartawan terus maju untuk mengungkap
kebenaran dari masalah ini. Sebab, API NTB juga siap bersama Wartawan,” tutur
pria ganteng dan baik hati yang juga menjabat sebagai Dirut PD Wawo ini.
Secara
terpisah, Ketua DPRD Kota Bima Samsurih SH menyatakan akan mengangkat persoalan
ke ranah Pansus Dewan. Dengan hal itu, diakuinya sebagai cara elegan untuk
memperjelas tentang hirarki penyerahan tanah tersebut oleh Pemkab Bima ke
Pemkot Bima. “Di Pansus Dewan, tentu saja semuanya akan menjadi jelas tentang
siapa sesungguhnya pemilik asset dimaksud. Dalam hal ini, tentu saja Dewan
bekerja secara sistimatis, akurat, actual, profesional, bertanggungjawab dan
terukur,” tegas Samsurih.
Namun
jika Pemkot Bima memiliki Legal Standing sebagai alas kepemilikan terhadap
lahan dimaksud, tentu saja tidak ada korelasinya sedikitpun dengan Akhyar. “Pertanyaannya
sangatlah sederhana, jika dalam dokument penyerahan asset tersebut tertera nama
Maman Anwar lantas apa kaitannya dengan Akhyar. Jika Akhyar menganggap bahwa
penyerahan penyerahan asset tersebut adalah melanggar hukum ya tuntut saja Maman
Anwar dan atau Pemkab Bima dong,” Pungkas Samsurih. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda