Sebuah Fakta Mengejutkan di Pinggir Jalan, Walikota Bima Nikmati Es Campur Seorang Diri Sambil Wawancara Pedagang
H. Muhammad Lutfi, SE: Rezeki itu Tak Akan Tertukar
Walau Dimanapun Tempatnya
Setidaknya,
kisah nyata seorang pedagang di Mataram tersebut sesungguhnya tidak berlebihan
jika dipetik hikmahnya oleh PKL yang ada di kawasan Amahami dan di manapun di
Kota Bima yang cenderung mempermasalahkan soal relokasi. “Para digma pola pikir
kita semua harus dirubah. Jangan mengkhawatirkan soal keuntungan atau rezeki
yang diperoleh dari hasil berdagang. Kisah nyata seorang pedagang es campur di
pinggir jalan di Mataram itu, sangat layak dijadikan sebagai contoh bagi kita
semua,” tegasnya.
“Pemerintah
merubah semua keadaan bukan tanpa alasan dan logika. Itu dilakukan agar para
pedagang bisa sejahtera baik bagi dirinya maupun keluarga serta masa depannya.
Ayolah, kita harus berpikir maju dan berdaya saing. Kalau masih latah terus,
lantas kapan bisa maju,” tanyanya.
Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE terlihat sedang berbincang dengan Pedagang Es Campur di Mataram NTB |
Visioner Berita Mataram,
NTB-Terdapat
sebuah pemandangan menarik di jalan Majapahit tepatnya di depan Dinas PUPR
Provinsi NTB, Jum’at (4/1/2019). Usai melaksanakan ibada Sholat Jum’at,
Walikota Bima, H. Muhammad Lutfi, SE terlihat menikmati es campur sembari
mewawancara pedagangnya.
Pada
moment yang berlangsung beberapa menit lamanya itu, mantan anggota DPR RI dua
periode dan berada pada komisi VIII (bidang Agama, Sosial) yang sering disebut
dengan Bencana “Komisi Air Mata” ini, mengaku mendapat pengakuan yang sangat
mengejutkan dari pedagang asal Jawa tetapi berdomisili di Mataram tersebut. “Luar
biasa, dalam satu hari dia bisa mendapatkan uang Rp800 ribu dari hasil pejualan
es campur di pinggir jalan itu,” ungkapnya kepada Visioner, Jum’at (4/1/2018).
Pemimpin
pertama dalam sejarah yang mampu menumbhangkan dua kekuatan besar (saudagar dan
arsitokrat) pada Pilkada Kota Bima periode 2018-2023 berpasangan dengan Feri
Sofiyan, SH (Wakil Walikota Bima) ini, mengungkap pengakuan filosofis dari
seorang pedagang es campur dimaksud.
“Saat
saya mewawancaranya, dia bilang bahwa rezeki itu tak akan tertukar walau
dimanapun tempatnya. Kata dia, cecak saja bisa makan nyamuk tiap hari. Ia pun
berkata, lantas siapa yang suruh nyamuk mendekati cecak, itu semua karena
kehendak Allah SWT. Sungguh luar biasa pedagang es campur itu,” beber Lutfi.
Sebuah
kisah nyata yang ditemukannya di Mataram itu, diakuinya dapat dijadikan sebagai
contoh bagi warga Kota Bima khususnya para pedagang. Permasalahan soal lokasi
penjualan bagi PKL yang ada di Kota Bima, diakuinya menjadi poin penting untuk
dibandingkan dengan kisah nyata dan pendapatan luar biasa dari seorang pedagang
es campur di Mataram itu.
“Kisah
nyata pedagang es campur di Mataram itu, sesungguhnya dapat dijadikan contoh
oleh Kita di Kota Bima. Sebab, Allah sudah mempersiapkan rezeki bagi umatnya di
manapun dalam kondisi apapun. Kita mau dagang di daerah terisolir sekalipun
namun ketika Allah menghendaki soal rezeki, tentu tidak bisa dihadang oleh
siapapun,” terang Lutfi.
H. Muhammad Lutfi, SE sedang menikmati es campur di Mataram-NTB (4/1/2019) |
Perubahan
pola pikir para pedagang Kota Bima terangnya, juga pada sesi kelatahannya. Pada
satu lokasi, harus bisa menampilkan dagangan yang variable dan sesuai dengan
kebutuhan para konsumen.
“Misalnya, selama ini kalau seorang pedagang
mie ayam maka semuanya ikutan jualan mie ayam. Kalau satu orang dagang kopi,
yang lainnya juga ikutan jualan kopi, dan demikian pula seterusnya. Itu yang
terjadi selama ini, dampaknya mereka justeru hanya mendapatkan keuntungan yang
sangat sedikit. Baru relokasi tempat saja sudah ributnya luar biasa. Padahal,
soal rezeki itu sudah diatur oleh Allah SWT. Untuk itu, paradigma pola pikir
seperti itu harus dirubah yang salah satunya mengambil hikmah penting dari
pedagang es campur di Kota Mataram itu. Kalau tidak berubah, ya akan seperti
itu hasilnya,” imbuhnya.
Pemkot
Bima jelasnya, akan terus berupaya keras melakukan penataan terhadap para
pedagang khususnya PKL. Upaya tersebut, bertujuan agar para pedagang bisa
mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Tak hanya itu,
penyediaan rombong, kursi dan payung bagi kenyamanan para pedagang dan
konsumennya pun akan disediakan oleh Pemkot Bima.
Ketua STIE Bima, M. Firdaus, ST |
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima,
M. Firdaus, ST juga menyatakan apresiasinya dengan pernyataan serta
langkah-langkah profesional yang dilakukan oleh Walikota Bima, H. Muhammad
Lutfi, SE. Perubahan paradigma pola pikir sekaligus penataan para PKL di Kota
guna menatap kehidupan dan masa depan yang lebih baik tegasnya, mutlak untuk
dilakukan. “Saya setuju kalau kisa nyata pedagang es campur di Mataram tersebut
di komparasikan dengan PKL yang ada di kawasan Amahami,” ujarnya, Jum’at
(4/1/2019).
Firdaus
mengakui, konteks kelatahan para PKL Kota Bima hingga sekarang masih saja
terlihat. Dari cara yang masih dipertahankan itu tandasnya, hanya mampu
mendapatkan keuntungan yang sangat sedikit pada setiap harinya.
“Jika
mereka mengaku setiap hari hanya bisa mendapatkan uang Rp120 ribu-Rp150 ribu
per hari, tentu saja dikarenakan oleh kelatahannya belum mampu dirubah.
Indikatornya, sampai saat ini kalau seorang dagang kopi ya yang lainnya juga
ikut berjualan kopi, dan demikian pula seterusnya. Kompetisi yang seragam itu,
jelas memicu kian persempitnya keuntungan yang diraihnya. Paradigma pola pikir
dan tindakan latah itu harus dirubah dan kemudian ditata-kelola dengan baik,”
harapnya.
Firdaus
kemudian melebarkan pembahasan ke harapan pengelolaan kawasan teluk Bima yang
juga juga dibahas rapat FGD Kota Bima beberapa waktu lalu. Sebab, jika
pengelolaan kawasan tersebut bisa dilakukan maka akan mampu mengakomodir para
pedagang yang ada di Kota Bima. “Di sana mereka bisa berjualan apa saja.
Tetapi,k di sana juga ditentukan sebagai kawasan khusus,” usul Firdaus.
Seiring
dengan adanya rencana tentang program rumponisasi oleh Pemkot Bima harapnya,
hal tersebut bisa dikembangkan dikawasan teluk Bima karena luas arealnya yang
sangat besar hingga ke Kalaki (pada bagia selatannya), Asakota (pada bagian
utaranya), Desa Bajo (pada bagian baratnya), dan Pelabuhan Bima (pada bagian
timurnya).
“Pengelolaan-pengembangan
kawasan teluk Bima membutuhkan intensitas koordinasi dan komunikasi dengan
pihak Pemprov NTB. Sebab, kewenangan soal teluk sudah beralih ke Provinsi. Jika
kawasan teluk Bima bisa kita kelola dengan baik, tentu saja akan banyak
pedagang apa saja yang bisa ditampung di dalamnya. Selain itu,pengelolaan-pengembangan
Pulau Kambing juga berpeluang untuk dilaksanakan. Saya kira, Gubernur NTB juga
bersedia menyerahkan pengelolaan kawasan teluk Bima ke Kota Bima jika didahului
oleh koordinasi-komunikasi yang berkualitas,” pungkas Firdaus. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda