Dua Kasus Besar Seolah “Menampar Wajah Bima”-Penegakkan Hukum Mutlak Untuk Tujuan Jera
Catatan Penting Managemen Media
Online Visioner
Iptu Akmal Novian Reza, S.IK |
Di
pertengahan dan penghujug Januari 2019, Kota Bima disuguhkan oleh dengan dua
peristiwa besar, miris, memalukan, dan bisa menjadi sejarah buruk yang
membutuhkan waktu sangat lama untuk melupakannya. Paling tidak, dari kisah-kisa
yang dinilai “menampar keras” wajah daerah ini, dapat dijadikan sebagai hikmah
penting bagi anak bangsa dari berbagai lapisan khusunya pada dunia pendidikan
agar kasus yang sama tak terulang lagi di kemudian hari.
Seminggu
lebih yang lalu (masih dalam bulan Januari 2018), masyarakat Kota Bima harus
dikejutkan oleh kasus dugaan pemerkosan yang dilakukan oleh suami orang
berinsial YSF terhadap siswi kelas III SMP pada salah satu sekolah-sebut saja
Mawar (bukan nama aslinya). Kisahnya, Mawar dijemout di sekolahnya dan kemudian
selama lebih dari satu hari hingga pada akhirnya diperlakukan secara tak
manusiawi di sebuah rumah di Kelurahan Penanae-Kota Bima.
Cerita
Mawar kepada keluarganya, satu setengah hari tak diberikan makan-minum hingga
tubuhnya lemas. Sempat di ajak jalan-jalan hingga ke Dompu, kembali ke Kota
Bima lalu diinapkan pada sebuah rumah dan pada akhirnya Mawar kembali masuk
sekolah. Pasca itu, Mawar yang didampingi oleh keluarganya mendatangi Polres
Bima Kota untuk melaporkan peristiwa yang menimpanya. Mawar dan sejumlah saksi
telah di BAP, kasus ini pun naik ke tingkat penyidikan oleh Unit PPA Sat
Reskrim Polres Bima Kota dibawah kendali Kasat Reskrim, Iptu Akmal Novian Reza,
S.IK.
Catatan
penanganan kasus ini, menunjukan kemajuan yang dinilai sangat besar. Setalah
memastikan penanganan kasus ini masuk ke wilayah penyidikan, Polisi pun
bergerak memburu YSF yang semula sempat melarikan diri dan kemudian secara
resmi dinyatakan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Alhasil, sekitar dua
hari setelah korban memasukan secara resmi-YSF pun menyerahkan diri kepada
pihak Polsek Asakota dibawah kendali Kapolsek setempat, Iptu Masdidin SH yang
bekerjasama dengan Bhabinkamtibmas Jatiwangi, Brigadir Sumardi.
Namun
sebelum ia menyerahkan diri, pihak Polsek Asakota dan Bhabinkamtimas yang
babarengan dengan pemburuan oleh Buser Reskrim Polres Bima Kota-sempat
diberikan pemahaman hukum terhadap yang bersangkutan. Babarengan dengan
peristiwa menyerahkan dirinya ke Polisi, YSF pun mengakui semua perbuatannya
dan selanjutnya diserahkan ke Unit PPA untuk mengikuti proses hukum atas tindak
pidana “kejahatan” terhadap anak yang ia lakukan.
Kini
YSF sedang menginap di rumah baru bernama sel tahanan Polres Bima Kota. Tak
hanya YSF yang masih menginap di Polres Bima Kota, tetapi hal yang sama juga
dirasakan oleh sejumlah saksi lainnya. Hanya satu tersangka dalam kasus ini,
demikian penjelasan Kasat Reskrim Polres Bima Kota Iptu Akmal Novian Reza,
S.IK. Hal yang sama, juga dijelaskan oleh Ketua LPA Kota Bima, Juhriyati SH,
MH.
Berbagai
Spekulasi pun Bermunculan
Ketua LPA Kota Bima, Juhtiyati, SH, MH |
Orang
tua korban pun mengaku tidak tahu adanya hubungan cinta-kasih atas keduanya.
Kecuali dalam kasus ini, orang tua korban maupun kelarganya dengan tegas tetap
menginginkan bahwa supremasi hukum harus ditegakan. Pengakuan orang tua korban
maupun keluarganya, sampai dengan detik ini korban masih belum bisa berbicara
banyak. Alasannya, masih trauma dengan peristiwa yang menimpanya.
Trauma
helling (pemulihan psikologi) terhadap korban, juga dilakukan oleh pihak LPA
Kota Bima. Alhasil, pihak LPA mejelaskan bahwa kondisi psikologi korban secara
berangsur-angsur pulih. Dalam kasus ini, LPA Kota Bima tampaknya tidak ingin
terjebak pada berbagai spekluasi yang salah satunya menyebutkan bahwa korban
dan terduga pelaku memiliki hubungan cinta-kasih.
Tetapi,
LPA Kota Bima tetap fokus pada penegakan supremasi hukum. Dan dalam kasus ini,
LPA menuding bahwa YSF telah melakukan tindakan kejahatan terhadap anak dibawah
umur. “Keduanya berpacaran sebagaimana penyebutan orang-orang, itu kan logika
umum. Tetapi, kan logika sosial dibantahkan dengan payung hukum yang ada dimana
anak ini adalah korban. Dia adalah anak, korban persetubuhan-pelakunya dewasa.
Entah sebelumnya keduanya suka-sama suka, tidak saling kenal dan lainnya tetap
saja pada sebuah kenyataan hukum bahwa anak ini adalah korban persetubuhan.
Dalam UU perlindungan anak, anak itu adalah korban persetubuhan, bukan
pemerkosaan,” tegas Ketua LPA ini.
Karena
pihaknya sedang proses pendampingan hukum yang tentu saja bukan dalam proses
pendampingan sosial, dalam kasus ini korban tidak pas disebut sebagai korban
pemerkosaan. Tetapi, kalimat yang cocok dengan anak ini adalah korban
persetubuhan. “Mestinya kita harus bijak memilih kosa kata-kalimat yang pas
untuk memoposisikan kasus ini. Bukan pemerkosaan, tetapi anak ini adalah korban
persetubuhan,” terangnya.
Istilah
pemerkosaan dalam kasus ini, merupakan penjelasan dalam KUHP. Namun dalam
persepktif UU Perlindungan Anak, kasus ini tetap dipsisikan sebagai peristiwa
persetubuhan. “Dan dalam kasus ini, kami tegaskan jangan pernah menyebutkan
bahwa pelakunya lebih dari satu orang. Tetapi, Insya Allah pelakunya hanya satu
orang yang kini sedang berstatus tersangka-ditahan di Mapolres Bima Kota,”
terangnya.
Langkah-langkah
tegas yang dilakukan oleh LPA Kaota Bima dalam kasus ini, yakni terus melakukan
pendampingan hukum maupun pendampingan sosialnya dalam rangka ia terintegrasi
secara sosial, dan pendampingan di sekolahnya. “Trauma helling sesuai SOP UU
Perlindungan Anak terhadap yang bersangkutan, sudah, sedang dan akan terus kami
lakukan. Dari hasil trauma helling tersebut, Alhamdulillah dia sudah
berangsur-angsur pulih dan sudah bisa bercerita kepada kita tentang persitiwa
yang menimpanya, dan menyesali sesuatu yang sudah terjadi,” tandasnya.
Wartawan
dimintanya untuk tidak mewawancara korban tersebut, pertimbangannya lebih
kepada masalah psikologi anak. Paling tidak, eksepktasi LPA Kota Bima kedepan
adalah ada pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat tentang
kronologi-kronologi terkait kasus yang menimpa anak dimaksud. “Karena, anak ini
kan dari sekolah dijemput hingga disetubuhi, bukan diperkosa,” ujarnya.
Tentang
penegakan hukum atas kasus ini, YSF tetap diproses sesuai dengan pasal
persetubuhan sesuai ketentuan UU Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014. Ancaman
hukuman minimal 5 tahun penjara, paling lama 15
tahun penjara dengan denda Rp5 miliar. “Kita doakan saja agar penanganan
kasus ini secepatnya dituntaskan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dan
kemudian anak ini bisa menjalankan rutinitas sebagaimana biasanya,” harapnya.
Dalam
kasus ini, dilaporkan atau sebaliknya tetap disebut sebagai bentuk nyata dari
tindakan kejahatan seksual terhadap anak. “Terhadap masalah-masalah yang
berkaitan dengan anak, kami mohon kepada masyarakat agar lebih responsif. Jika
menemukan adanya indikasi-indikasi yang mengarah kepada adanya tindakan
kejahatan maupun kekerasan terhadap anak agar segera melakukan upaya-upaya
pencegahan. Karena dengan adanya upaya pembiaran yang dilakukan oleh
masyarakat, itu sama saja bahwa masyarakat telah melibatkan diri untuk ikut
pada sebuah keadaan kekerasan terhadap anak. Maksudnya, hal tersebut adalah
sama dengan masyarakat menyetujui tindakan kejahatan-kekerasan terhadap anak,”
paparnya.
Sekali
lagi, Ketua LPA Kota Bima ini menghimbau agar seluruh lapisan masyarakat ikut
berpartisipasi untuk mencegah-mengantisipasi agar kedepannya anak-anak tidak
lagi menjadi korban kekerasanj maupun kejahatan. Sebab, kejadian semacam ini dominan
terjadi diluar rumah. “Sekali lagi, untuk mengantisipasi agar kasus yang sama
tak terulang lagi di kemudian hari, maka mutlak membutuhkan respon masyarakat.
Kewajiban orang tua adalah berkewajiban mengurus dan mendidik anak. Sementara
kewajiban masyarakat secara luas adalah melakukan antisipasi sekaligus menyikapi
secara riel agar kasus yang sama tak lagi menimpa-anak di kemudian hari,”
imbuhnya lagi.
Kini
Kota Bima Dihebohkan Oleh Kasus Video Porno
Di gubuk inilah Video itu dibuat |
Posisi
puplernya kasus ini di Medsos, masih berada pada urutan teratas khususnya di
wilayah Bima dan sekitarnya. Catatan Polisi dari pengakuan HR sebagai salah
seorang yang terlibat dalam kasus itu, Video dibuat di rumahnya sendiri di
salah satu Kelurahan di wilayah Kecamatan Rasanae Timur Kota Bima pada tanggal
15 Januari 2019.
Video
berdurasi lebih 20 detik ini, pun kini terungkap telah tersebar luas. Imbas
dari praktek tak lazim itu, sukses memicu keprihatinan dan kemarahan besar
publik. Desakan-desakan agar penegakan supermasu hukum tetap bersifat mutlak
agar para pelakunya jera dan tidak menjadi contoh bagi masyarakat secara luas,
terkait kasus itu, hingga kini masih mengalir secara deras baik di di dunia
Medsos maupun di dunia nyata.
Menjawab
desakan tersebut, pihak Polres Bima Kota dibawah kendali Kapolres setempat,
AKBP Erwin Ardiansyah, SH, MH tentu saja tak tinggal diam. Berbagai upaya untuk
mengungkap kasus ini, pun dilakukan oleh pihak Reskrim melalui Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dibawah kendali Kasat Reskrim, AKP Akmal
Novian Reza, S.IK.
Kendati
tanpa adanya laporan atas kasus ini, Polisi bergerak secara cerdas. Antara lain
mendatangi sekolah dua orang wanita dalam Video tersebut, bertemu dengan Kepala
Sekolah (Kepsek) untuk tujuan meminta data, termasuk identitas detailnya para
pelaku. Setelah mengantongi data-data terkait kasus ini, Polisi pun dengan sigap
melakukan penyelidikan secara mendalam.
Alhasil,
tak membutuhkan waktu lama akhirnya Polisi mengaku telah mengantongi semua
identitas pelaku termasuk wilayah domisilinya. Bersamaan dengan viralnya
pemberitaan terkait kasus ini, Polisi pun melakukan pendekatan dengan seluruh
keluarga pelaku yang tertera dalam video itu. Hasilnya, HR pun dijemput di Desa
Tente Kecamatan Woha (menyerahkan diri setelah meminta polisi menjemputnya).
Proses penjemputan HR, dilakukan oleh keluarganya yang saat itu (19/1/2019) di Tente
dan kemudian dibawa ke Unit PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota.
Kerja-keras
Polisi dalam menangani kasus tersebut, tak berhenti sampai disitu. Selanjutnya
Polisi, dua orang wanita (remaja) dalam video tersebut pun akhirnya dijemput
dan kini sedang berada di Mapolres Bima Kota. Tak hanya itu, terduga yang semula menyebarkan
video porno itu pun kini sedang di amankan di Mapolres Bima Kota. “Sementara
BHRD sebagai salah satu pelaku yang ada dalam video itu masih melarikan diri.
Kami masih telah melakukan penelusuran tentang keberadaan yang bersangkutan.
Namun demikian, kami himbau agar BHRD segera menyerahkan diri atau bersikap pro
aktif,” desak Kapolres Bima Kota melalui Kasat Reskrim, Iptu Akmal Novian Reza,
S.IK.
Proses
penanganan atas kasus ini masih terus berjalan secara intensif oleh Penyidik
Unit PPA Sa Reskrim Polres Bima Kota. Hanya saja, penanganan kasus ini masih
berada pada wilayah penyelidikan. Sebab, masih banyak proses dan tahapan yang
harus dilewati oleh Polisi sebagaimana ketentuan yang berlaku. “Penanganan
kasusnya masih dalam wilayah penyelidikan. Terduga pelaku penyebar video
tersebut, kini sudah ada di Mapolres Bima Kota. Ia juga masih berstatus sebagai
pelajar,’ beber Akmal.
Catatan
lainnya, LPA Kota Bima sejak awal hingga kini masih mendampingi kasus ini.
Sebab, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya masih berstatus sebagai anak. Hanya
saja, Polisi menyebutkan bahwa HR bukan lagi berstatus sebagai anak kendati
masih duduk di kelas III pada salah satu SMK Swasta di daerah ini. HR yang
sempat bebricang singkat dengan Visioner pada Minggu siang (20/1/2019),
mengakui perbuatannya. Selanjutnya, dia menyampaikan permohonan maaf kepada
publik. “Saya khilaf, saya salah, dan dengan tulus saya menyampaikan permohonan
maaf kepada publik,” ujarnya di dampingi oleh ibu kandungnya.
Hubungannya
dengan seorang wanita dalam video itu, diakuinya bukanlah sebagai seorang
pacar. Tetapi, teman yang sebelumnya pernah menjadi pacarnya. Awalnya, ia
mengaku membuat video tersebut sebatas iseng. Namun, ia sadar bahwa yang
dilakukannya adalah sebuah kesalahan besar yang praktis saja membuat publik
marah beasr. Oleh karenanya, lagi-lagi dengan kepala menunduk sembari mengusap
air matanya, ia memohon kepada publik agar mau memaafkannya.
“Saya
ingin semuanya cepat berlalu. Saya berjanji tak akan mengulanginya kembali.
Saya mengaku berdosa kepada orang tua yang melahirkan saya. Lebih-lebih, saya
berdosa kepada Allah SWT. Untuk itu, saya ingin bertaubat, meminta maaf Allah
SWT dan kedua orang tua yang melahirkan saya,” tuturnya.
Terlepas
dari segala kesalahan yang dilakukannya, ternyata remaja yang mulai memasuki
usia dewasa ini punya cita-cita yang baik untuk tujuan membiayai kehidupan
dirinya dan kedua orang tuanya. Kehidupan dalam kategori ekonomi rendah di mana
ibu kandungnya berstatus sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan ayahnya berprofesi
sebagai tenaga sukarela, pun tak membantahnya.
“Saya
telah melakukan sebuah kesalahan besar, maafkanlah saya. Dan saya, pun tidak
menyangka bahwa persoalan ini berubah menjadi sesuatu yang besar bahkan teramat
fatal. Untuk itu, kepada publik saya memohon agar mau membukakan pintu maaf,”
pintanya.
Ibu
kandungnya yang sejak awal setia mendampinginya di dalam sel tahanan pada Unit
PPA Polres Bima Kota tersebut, pun terlihat dengan tak henti-hentinya
menteteskan air mata. Sang ibu, pun mengaku tidak tahu tentang sebuah kesalahan
besar-fatal yang dilakukan oleh anaknya itu (HR). “Sungguh saya tidak tahu
tentang kejadian ini. Kami sebagai orang tua, sangat terkejut dan terpukul atas
peristiwa yang dilakukan oleh anak kami. Untuk itu, kami mohon maaf dan
maafkanlah HR” pungkasnya dengan nada singkat.
Dibalik dua peristiwa
ini, terbesit sebuah harapan besar agar hal yang sama tak terulang kembali di
kemudian hari. Pihak sekolah maupun orang tua murid serta masyarakat secara
luas agar tetap mawas diri, sebaliknya justeru akan menjadi sejarah panjang
yang dinilai sulit untuk dihilangkan dari ingatan publik. Lebih jelasnya,
peristiwa-peristiwa dimaksud tentu saja memiliki dampak sosial yang dinilai
teramat fatal bagi siapapun pelakunya. Selanjutnya, berbagai pihak terutama
kalangan pelajar-remaja-dewasa diharapkan agar menatap masa depannya yang lebih
berarti. (***)
Tulis Komentar Anda