Hutan Gundul di Mana-Mana, Jagung “Berbuah Banjir”-Bima-Dompu Kembali Dalam Ancaman Bencana?
Potret Pembalakan Hutan Secara Liar di wilayah Kecamatan Parado- Kabupaten Bima. Dok: Bambang Hermawan/BPBD setempat
Visioner Berita Bima-Dalam beberapa tahun terakhir
ini, hampir seluruh Kabupaten-Kota se Pulau Sumbawa seolah menjadi langganan
tetap bagi bencana banjir bandang. Kabupaten Sumbawa, Dompu, Kabupaten Bima dan
Kota Bima, tercatat sebagai yang terparah. Setahun silam, Kabupaten Sumbawa di
hantam banjir bandang hingga berakibatkan kepada terjadinya kerugian besar bagi
masyarakatnya, namun saat itu tercatat tak adanya korban jiwa.
Pada
tahun yang sama (2017), bencana banjir bandang menimpa sejumlah Desa di
Kabupaten Dompu. Kerugian warga juga terungkap besar, hanya saja tak terjadi
korban jiwa. Yang terparah adalah, banjir bandang yang menimpa Kota Bima pada
tanggal 21 dan 23 Desember 2016, hampir seluruh wilayah Kelurahan di lima
Kecamatan diterjang banjir dengan kerugian yang sangat besar. Pada tahun yang
sama, sebahagian wilayah di Kabupaten Bima juga diterjang oleh banjir bandang,
total kerugian warga juga tercatat tidaklah sedikit.
Masih
dalam catatan media massa, bencana banjir bandang yang menimpa sebahagian
wilayah di bagian selatan Kabupaten Bima. Dampaknya bukan saja menghajar
sejumlah infrastruktur milik Pemerintah maupun warga, tetapi juga sukses
memakan korban jiwa (ada warga meninggal dunia).
Catatan
media massa pun menjelaskan, traumatika warga di sejumlah wilayah terjadinya
banjir bandang tersebut hingga kini terkesan belum juga berakhir. Musim hujan
tahun 2018, kembali menyapa seluruh wilayah di Nusantara, tak terkecuali di
Pulau Sumbawa. “Tanda-tanda” sejumlah wilayah dalam ancaman bencana banjir
bandang pun kini mulai nampak di depan mata.
Diantaranya
di beberapa wilayah di Kabupaten Dompu, di Kabupaten Bima bagian selatan dan
lainnya, serta salah satu wilayah (Kelurahan Sambinae-Kota Bima). Kesan kepanikan
warga di sejumlah tempat terjadinya banjir pada musim hujan pada akhir November
hingga awal Desember tahun 2018 pun terlihat nyata adanya.
Bahkan
setiap hujan deras tiba dengan durasi hingga empat jam lamanya, warga pun
mengungkapkan kewas-wasannya baik melalui Media Sosial (Medsos) maupun di dunia
nyata. Hingga detik ini, rasa sekaligus kekhawatiran warga tentang akan kembali
terjadinya bencana banjir bandang, saat ini bukan sekedar wacana hampa. Namun,
nyata adanya.
Yang
paling khawatir, adalah warga yang hidup di bantaran sungai dan sekitarnya. Hal
tersebut, adalah di Kota Bima, di Kabupaten Bima dan bahkan di Kabupaten Dompu.
Pertanyaan tentang penyebab terjadi banjir yang yang mulai menyapa sejumlah
daerah di Kabupaten Bima, Dompu dan Kota Bima pun sudah lama terjawab. Dan
penjelasan tentang pemicu terjadinya banjir bandang di sejumlah wilayah
tersebut, pun masih diperjelas oleh berbagai pihak saat ini.
Banjir Desember 2018 di Pasar Bawah Dompu-NTB |
Dan
berbagai pihak khususnya di Medsos menyentil, pada satu sisi program “jagungnisasi”
telah memberikan dampak ekonomi dan kesejahteraan bagi para petani. Namun pada
sisi yang lain, justeru beresistensi bencana banjir bandang bagi masyarakat di
hampir semua wilayah baik di Dompu maupun di Bima. Dari sejumlah data yang
diperoleh Visioner dari pegiat lingkungan misalnya, menduga kuat bahwa terjadinya
banjir bandang dipicu oleh maraknya usaha jagung oleh masyarakat baik di Bima
maupun di Dompu.
Sejumlah pegiat lingkungan pun mengungkap, dugaan bahwa maraknya aksi perambahan hutan yang kemudian lahan tersebut dikelola dengan tanaman jagung oleh warga yakni ketika kewenangan soal kehutanan dari Kabupaten dan Kota beralih ke Provinsi. Dan sinyelemen aksi perambahan hutan tersebut, bukan saja terjadi pada lahan milik warga. Namun, juga ditengarai berlangsung pada kawasan hutan tutupan negara. Oleh karenanya, sejumlah pegiat lingkungan pun mempertanyakan tentang kinerja BKSDA dan Dinas Kehutanan Provinsi NTB.
Data-data
terkini yang diperoleh sejumlah awak media pun kembali mengungkap, aksi
pembalakan hutan terjadi di sejumlah wilayah di Kabupaten Bima. Kawasan hutan
di Paradi, Langgudu, Ambalawi, Wawo, Donggo-dinilai bukan sekedar berita hoax. Tetapi,
diakui nyata adanya. Kawasan hutan di Parado yang sebelumnya terlihat “perawan”,
namun data tahun 2018 justeru memperjelas perubaan yang dinilai sangat drastis
alias hampir semua kawasan itu telah gundul.
Demikian
juga halnya dengan di sejumlah wilayah lain di Kabupaten Bima, di Donggo bagian
barat yang meliputi doro leme dan doro iku juga telah gundul dan kawasan itu
kini terungkap dimanfaatkan oleh para petani untuk menanam jagung. Gundulnya
hutan di dua gunung tersebut, diamati akan menjadi ancaman bagi warga di
Kecamatan Bolo, Madapangga dan sekitarnya.
“Kita
tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan aksi pembalakan liar di dua gunung
tersebut. Sebab, kewenagan soal kehutanan sudah beralih ke Provinsi NTB. Dulu
sebelum kewenangan itu beralih, tenaga Sat Pol PP masih bisa digunakan untuk
menghentikan aksi pembalakan liar. Namun, berbeda dengan setelah kewenangan itu
beralih ke Provinsi NTB,” keluh Camat Donggo, Abubakar S.Sos saat itu.
Tetapi
saat ini kata Bakar, sudah ada upaya secara diam-diam yang dilakukan oleh Pemerintah
untuk menghentikan aksi pembabatan hutan khususnya di Doroleme dan Doro Iku.
Kendati sebahagian kawasan hutan di sana telah digundulkan, namun masih ada
pohon-pohion kayu besar yang tersisa alias belum digundulkan. “Di kawasan hutan
yang digundulkan itu, sudah tidak diperbolehkan untuk menanam jagung karena
tingkat kemiringannya mencapai 20 porsen. Dan, dalam waktu dekat akan
diterbitkan Peraturan Bupati (Perbub) soal pelarangan menanam jagung dimaksud,”
terang Bakar.
Potret Banjir di Kampo Samporo-Dompu |
Yang tak kalah mirisnya ungkap Bakar, hutan-hutan di kebun milik masyarakat di Donggo sudah habis dibabat. Bukan saja kayu yang dibabat, tetapi ungkap Bakar, hal yang sama juga terjadi pada lahan kemiri milik warga itu sendiri. “Kita sudah berkali kali melarangnya untuk menebang kemiri, tetapi tidak diindahkan oleh masyarakat, Karena, mereka menganggap bahwa itu adalah miliknya sendiri,” pungkas Bakar.
Perambahan
hutan yang tak kalah parahnya di Kabupaten Bima, juga dibenarkan oleh salah
seorang pegawai BPBD Kabupaten Bima, Bambang Hermawan. Pada saat melakukan
mitigasi bencana, Bambang menemukan aksi perambahan hutan pada di Kwasan
Kecamatan Parado Kabupaten Bima. Perambahan hutan di sana ungkap Bambang, juga
terjadi di kawasan DAM pela Parado dan sekitarnya.
Hal
tersebut, juga direkam melalui video amatir oleh Bambang dan kawan-kawan (dkk).
Kata Bambang, aksi perambahan hutan di sana dilakukan pada malam hari oleh
oknum tertentu dengan menggunakan mesin pemotong kayu alias sensor. Masalah
ini, juga telah disampaikan oleh pihaknya kepada Bupati-Wakil Bupati Bima.
Atas
fakta yang ditemukannya itu, Bambang menyarankan agar perlu dilakukan pembentukan kelompok kecil
perdesa yang di bawah binaan dan naungan BPBD/BNPB atau Dinas terkait oknum
masyarakat yang melakukan perladangan liar.
Misalnya,
masyarakat diberikan diklat dan sertivikat cara penanganan bencana. Jika ini terbentuk, minimal dijaring pada setiap desa akan
terbangun dengan sendirinya. “Sehingga dalam komunikasi maupu memberikan informasi
awal terhadap situasi bencana yang terjadi akan lebih cepat. Selanjutnya, buatkan
Group WA kelompok setiap anggota perwakilan tiap desa, tujuannya untuk menjaga
komunikasi dan hubungan emosional. Mudah-mudahan wilayah perladangan liar itu
bisa dijadikan sebagai kawasan hutan lindung,” saran Bambang.
Aksi
perambahan hutan di sejumlah kawasan di Kecamatan Parado, juga dibenarkan oleh
Camat setempat yakni Baharuddin S.Sos. Peristiwa perambahan hutan dalam kawasan
tutupan negara di sana, terjadi sejak 2017-2018, tepatnya sejak beralihnya
kewenangan soal kehutan dari Kabupaten/Kota ke Pemprov NTB. “Sejumlah gunung
yang merupakan kawasan hutan tutupan negara di Parado telah habis dibalak
secara liar oleh masyarakat. Parahnya aksi perambahan hutan tersebut, yakni
sejak peralihan kewenangan soal kehutanan dari Kabupaten/Kota ke Pemprov NTB,”
ungkap Baharudin kepada Visioner, Rabu (5/12/2018).
Kawasan
hutan seperti di Lere, Kanca, Wane dan lainnya, semuanya diakuinya telah
gundul. Menjawab bagaimana bentuk kinerja Dinas Kehutanan Provinsi NTB melalui
BKSDA selama dua tahun hutan lindung di sana dirambah secara liar, katanya
hanya sebatas melarang dan mengeluarkan himbauan tetapi tidak diikuti oleh
penegakan hukum terhadap para pembalak hutan tutupan negaraitu sendiri. “Mereka
hanya melarang dan menhimbau saja, tetapi tidak ada penegakan hukumnya terhadap
pembalak hutan tutupan nega4ra,” beber Baharuddin.
Hutan-hutan
tutupan negara yang telah digundulkan itu jelasnya, kayu-kayu yang ditebang
dijual ke oknum tertentu oleh para pembalak hutan tutupan negara secara liar
tersebut. “Dikawasan hutan-hutan yang digundulkan itu ditanami pagi, dan tahun
2018 ini mulai ditanami dengan jagung. Tetapi kayu dari hasil pembalakan liar
di hampir semua gunung di Parado itu dijual kepada oknum tertentu,” bongkar
Baharuddin.
Luas
lahan hutan tutupan negara yang dirambah oleh masyarakat sejak tahun 2017
hingga 2018 ini terangnya, yakni lebi dari 1000 hektar. Untuk melakukan
pencegahan serta menyikapi aksi pembalakan hutan secara liar tersebut, pihaknya
justeru tidak didukung oleh kekuatan personil aparat.
“Disamping
kekuatan personil di tingkat Kecamatan yang tidak memadai, juga tak didukung
oleh kekuatan anggaran. Sebelum kewenangan tersebut beralih, kita masih bisa
mengatasi aksi pembalakan hutan secara liar oleh masyarakat khususnya di
wilayah Kecamatan Parado. Namun setelah itu, aksi perambahan hutan di kawasan
tutupan negara sangat marak dan seolah tak bisa dibendung lagi,” timpalnya.
Banjir terkini di Desa Ntonggu-Kabupaten Bima |
Baharuddin
menduga keras, aksi perambahan hutan yang terjadi di wilayah Kecamatan Paradi
merupakan titipan dari oknum tertentu. “Bayangkan saja setiasp hari kayu
sonokeling dijual ke Kota Bima hingga ke Pulau Jawa. Dan kayu-kayu sonokling
serta kayu rimba lainnya yang berasal dari Parado dan kemudian dibawa keluar
daerah tersebut adalah berasal dari kawasan hutan tutupan negara,” bongkar
Baharuddin.
Singkatnya,
atas gundulnya kawasan hutan di Kecamatan Parado-Baharudin kemudian menitipkan
harapan besarnya. Yakni, Pemerintah harus bersikap mulai dari penghentian aksi
pembalakan hingga melakukan penghijuan kembali pada kawasan hutan yang telah
digndulkan secara ilegal dimaksud. Kecuali, Baharuddin mendesak agar Pemerintah
melakukan penyelamatan dengan cara mencegah-mempertegas agar tak ada lagi
masyarakat yang masuk ke hutan.
“Meminta
kewenangan yang beralihn ke Provinsi ke Kabupaten/Kota, itu bukan kewenangan
saya sebagai Camat. Tetapi, mungkin itu bisa dilakukan oleh Pemerintah daerah. Tetapi
yang terpenting buat saya, antara lain adalah penegakan hukumnya. Kedua, pada
kawasan hutan yang digundulkan itu harus dilakukan penghijauan. Dan hal
terpenting lain yang dilakukan oleh Pemerintah adalah melarang keras masyarakat
untuk masuk kedalam kawasan hutan dengan kinerja nyata. Dan sikap Bupati dalam
minggu nini akan melakukan penanaman kembali di kawasan hutan gundul di Parado,
itu juga menjadi langkah tepat untuk menyelamatkan hutan di kemudian hari,”
pungkasnya.
Baharuddin kemudian
menambahkan, proses penegakan hukum yang harus dilakukan adalah menangkap oknum
yang mencuri kayu pada kawasan hutan tutupan negara khususnya Parado dan pada
umumnya di sejumlah wilayah di Kabupaten Bima. “Mereka yang melakukan illegal
loging itu hars ditangkap dan dihukum sesuai aturan yang berlaku. Sekali lagi,
itu merupakan tindakan yang paling tepat jika kedepan ingin menyelamatkan hutan
sekaligus mengantisipasi agar tidak lagi terjadi banjir bandang,” pungkasnya. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda