Kinerja LKSA Lpempm “Sangat Menyedihkan”, Bantuan Pemkot Belum Diserahkan Sampai Korban Meninggal
Padahal Bantuan itu Sudah Dicairkan oleh Pemkot Pada Mei 2018
Almarhumah Irka saat dirawat di RSUD Bima |
Visioner Berita Kota Bima-Nama Lembaga bernama LKSA Lpempm dibawah
kendali seorang ASN yakni Muhtar, SH-diakui bukan sesuatu yang asing bagi
publik khususnya di Bima. Selama ini, lembaga ini bergerak dibidang
kemanusiaan. Antara lain membantu warga yang sakit khususnya yang berekonomi
lemah mulai dari proses edukasi hingga ke pengantaran ke berbagai Rumah Sakit
baik baik di Bima dan bahkan hingga ke Denpasar-Bali.
Selama ini, kiprah Muhtar bersama
dengan LKSA, banyak diapresiasi oleh berbagai kalangan. Karena, dianggap membantu
membantu. Sebab, selama ini LKSA termasuk salah satu lembaga yang dinilai getol
mendampingi pasien sejak di RSUD Bima hingga di rujuk ke RS di Mataram dan
bahkan ke Denpasar-Bali. Dalam catatan media massa khususnya di Bima, kinerja
Muhtar bersama LKSA tercatat tak pernah disorot oleh publik khususnya di Bima.
Namun dibalik maraknya apresiasi
publik, kini kiprah Muhtar bersama LKSA dibidang kemanusiaan justeru harus
berhadapan dengan kekecewaan terdalam. Kasusnya, dana bantuan bagi pengibatan
Irka Alvianti WR yang menderita penyakit anemia (kuranjg darah) di vonis luput
oleh pihak Medis RSUD Bima. Takdir memang berkata lain. Harapan Irka bersama
keluarganya untuk hidup, tak dikabulkan oleh Allah SWT. Irka meninggal dunia di
RSUD Bima pada tanggal 16 Juli 2017.
“Kami tidak menolak takdir dari
Allah SWT. Sebab, kita semua pasti akan mati. Namun yang membuat kami sedih
adalah sikap dan perilaku Muhtar Mbojo bersama lembaganya yang sejak awal
mendampingi Almarhumah Irka,” keluh saudara kandung irka-sebut saja Ely
didampingi saudari kandungnya yakni Lesta kepada Visioner, Jum’at (20/7/2018).
Ely mengungkap, Muhtar
mendampingi Irkan sudah lumayan lama. Bahkan diakuinya, Muhtar yang menyarankan
agar Irka di iobsevasi di RS baik di Bima maupun di luar Kota. Bahkan
kepengurusan administrasi bantuan biaya pengobatan untuk korban yang kondisi
ekonominya sangat lemah dan hidup di rumah kos ini, juga diakuinya didampingi
oleh Muhtar.
“Tetapi yang menyedihkan,
anggaran senilai Rp3 juta dari Pemkot Bima yang sudah dikirim melalui rekening
ibunda kami (Hadijah) pada Mei 2018, sampai sekarang belum kami terima. Hingga
Irka meninggal dunia bahkan hingga saat ini, bantuan dari Pemkot Bima tersebut
belum duiberikan oleh Muhtar ke kami,” bebernya.
Eli menjelaskan, besarnya bantuan
dari Pemkot Bima tersebut untuk biaya pengobatan Irkan hanya mendengar namanya
saja. Sebab, buku tabungan atas nama ibunya yang digunakan oleh Pemkot Bima
untuk mentrasfer anggaran bagi pengobatan Irka justeru dipegang oleh Muhtar
jauh sebelum korban meninggal dunia.
“Kami tidak mempermasalahkan dan
tidak mempertanyakan soal bantuan dari Pemkot itu. Tetapi, sejak Muhtar
memegang buku tabungan tersebut justeru menjadi hambatan bagi keluarga kami di
luar Kota untuk mengirim uang untuk pengobatan Irka. Kami pernah mendatangi
Muhtar ke rumahnya untuk meminta buku tabungan serta menanyakan anggaran yang
sudah dicairkan oleh Pemkot tersebut. Namun, buku tabungan itu sampai sekarang belum
diberikan oleh Muhtar kepada kami. Pun demikian halnya dengan anggaran bantuan bagi
pengobatan Irka dari Pemkot Bima itu, maksudnya belum kami terima dari Muhtar”
bebernya.
Hal lain yang tak kalah
menyedihkan, KTP ibu kandungnya yang sempat dipegang oleh Muhtar. Akibatnya,
Irka gagal terbang ke Denpasar-bali untuk chek up lanjutan. Sebab, serbagai ibu
kandungnya harus mendampingi Irka ke Denpasar-Bali.
“Jika kita berangkat keluar kota
menggunakan pesawat terbang, tentu saja harus ada KTP. Pasalnya, pihak
penerbangan kan akan menanyakan KTP terlebih dahulu. Akibat KTP milik Ibunda
kami masih di tangan Muhtar, akhirnya chek up lanjutan bagi Irka waktu itu
gagal dilaksanakan. Dan, akhirnya Irka dirujuk ke RSUD Bima hingga dia
meninggal dunia,” terangnya.
Namun kata Ely, KTP ibunya itu
sudah dikembalikan oleh Muhtar melalui orang yang disuruhnya kepada pihaknya
beberapa waktu lalu. Saat itu jelasnya, melalui anggotanya itu Muhtar menitipkan
uang sebesar Rp450 ribu. “Ya, bukan Muhtar yang datang menyerahkan KTP dan uang
sebesar Rp450 ribu itu kepada kami, tetapi dia menyuruh anggota. Dan, kami juga
tidak tahu soal dari mana sumber anggaran Rp450 ribu yang kami terima itu,”
terangnya.
Selain yuang sebesar Rp450 ribu yang
telah diterimanya itu, dia mengaku tak sedikitpun anggan lain yang diterimanya
dari Muhtar bersama lembaganya.Saat Irka di rawat di sebuah RS di Bali, tak ada
bantuan berupa materi yang diterimanya dari Muhtar maupun lembaganya. Untuk
penginapan saat Irka dirawat di Bali, diakuinya justeru menginap di rumah
keluarganya.
“Ya, penjelasan Muhtar ke Anda
(Wartawan) dengan ke kami justeru berbeda. Maksudnya kepada Anda dia berkata A,
sementara ke kami dia menyatakan beda. Selain mendampingi Irka sebagaimana
kesanggupannya, Muhtar sempat datang beberapa saat saja di RSUD Bima saat Irka
dirawat di sana. Saat itu dia menyampaikan agar masalahnya tidak diposting
melalui Medsos, alasannya hanya karena malu saja. Sebab, masalah tersebut
sempat diposting di Facebook (FB) oleh beberapa orang termasuk rekan se
alumninya Irka,” tandasnya,.
Ely (Saudara Kandung Almarhumah Irka) |
“Itu saja yang membuat kami sedih
dan kecewa. Soal bantuan untuk Irka, juga banyak yang datang dari rekan sesama
Alumninya. Untuk itu, kami haturkan terimakasih tak terhingga kepada
pihak-pihak terutama frekan sesama Alumninya Almarhum Irka. Dan harapan kami,
doakan saja agar Irka tenang di alam sana,” harapnya.
Terkait adanya bantuan
kemanusiaan yang diberikan oleh rekan sealmuninya Almarhumah Irka saat berada
di Denpasar-Bali, juga dibenarkan oleh Yeni Sikka. Yeny menjelaskan, bantuan tersebut
langsung diberikan kepada Irka setelah diklumpulkan dari sumbangan rekan-rekan
sealumninya. “Nominal bantuan tersebut saya tidak tahu, sebab teman-teman yang
menyerahkan langsung kepada Irka saat di Denpasar Bali. Irka meninggal dunia
bukan di Bali, tetapi di Bima. Oleh karenanya, kami menyatakan turut berduka
dan semoga Almarhumah mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT,” ujar Yeny.
Sementara Kepala BPKAD Kota Bima,
Drs. Zainudin yang dimintai komentarnya menyatakan bahwa uang sebesar Rp3 juta
bagi biaya pengobatan Irka sudah dicairkan oleh pihaknya sekitar pertengahan
Mei 2018. Dan anggaran tersebut, langsung ditransfer melalui rekening ibu kandung
Irka yakni Hadijah.
“Kepengurusan administrasi soal
anggaran tersebut tidak lama. Dan, Muhtar juga ikut mendampinginya sejak awal
kok. Yang berhak mengeluarkan uang tersebut untuk biaya pengobatan Irka adalah
pemilik buku tabungan, bukan Muhtar Mbojo. Soal uang itu sudah diterima oleh
korban maupun keluarganya, itu bukan urusan Pemkot. Sebab, persoalan antara
korban dan keluarganya dengan Pemkot sudah clear. Dan soal kerjasama pendamping
terhadap pasien dimaksud saat itu dengan lembaga milik Muhtar, kami juga tidak
tahu. Intinya, niat baik Pemerintah sebagai pelayan masyarakat untuk itu sudah
diterjemahkan,” tegasnya, Jum’at (20/7/2018).
Secara terpisah, ASN sekaligus
Ketua LKSA Lpempm, Muhtar SH yang dimintai tanggapanya-menyampaikan klarifikasi
atas kekecewaan dan kesedihan yang melanda keluarga Almarhum Irka. “Agar tidak
menimbulkan fitnah, saya perlu mengklarifikasinya. Saya sampaikan bahwa KTP
orang tuanya Almarhum Irka sudah saya serahkan saat Almarhumah masih hidup. Dan
dikala Almarhumah masih hidup, tidak ada yang kami persulit,” bantahnya.
Kata Mjuhtar, disaat Almarhumah
Irka masih hidup tepatnya saat masih diobservasi-dirinya pernah datang
menjenguknya di RSUD Bima. Dan saat itu pula, dirinya menyampauikan adanya
bantuan sebesar Rp3 juta untuk biaya pengobatan yang bersangkutan pula. “Dan
uang itu saya serahkan saya Irka mau berobat lanjut, selanjutnya akan diberikan
bantuan ambulance gratis, rumah singgah gratis, bantuan tambahan, makan-minum
gratis di Mataram-NTB nantinya. Dan jika dia meninggalnya di Mataram, kami juga
akan membantunya dengan ambulance gratis pula,” katanya.
Sementara soal anggara bantuan
bagi pengobatan Irka sebesar Rp3 juta dari Pemkot Bima, diakuinya masih ada
dalam. Dan uang yang masih dalam buku tabungan tersebut, tidak bisda dicairkan
oleh pihaknya, “Yang mengajukan permohonan adalah atas nama lembaga. Kita harus
selektif memberikan dan mengatur keuangan bantuannya. Karena pengalaman kami,
kadang uang bantuan digunakan untuk beli handphone (HP) dan dipakai untuk bayar
utang,” sebutnya.
Muhtar kembali menjelaskan
tentang pengalamannya, uang bantuan juga kadang digunakan untuk membeli sepeda
motor oleh penerima manfaat, sehingga bukan hanya bantuan dalam bentuk uang
tetapi pendampingan menjadi lebih penting. “Sementara terkait kematian, itu
adalah rahasia Allah yang tidak mampu kita jangkau,” sebutnya.
Dia mengakuinya, buku tabungan yang
juga berisikan bantuan biaya pengobatan bagi Irka dimaksud hingga saat ini
masih ada ditangannya. Untuk membuktikan saldo tentang tabungan tersebut, dia
berjanji akan mengirim buktinya ke Visioner. “Nanti saya WA buktin itu ke Anda,
dan saya minta agar pihak Bank memprint outnya sehingga tidak menimbulkan
fitnah. Banyak kendala yang kami hadapi saat pendampingan korban. Yakni, keluarga
korban yang tidak kooperatif. Saat proses kesembuhan Irka belum dibolehkan
pulang paksa, sehingga tidak maksimal,” sebutnya lagi.
Ketua LKSA Lpempm Bima, Muhtar, SH |
“Dan saat itu saya sampaikan
bahwa uang dari Pemkot Bima itu akan saya serahkan pada saat ketika Irka akan
berangka untuk kebutuhan di Mataram. Dan ketika Irka di rujuk di Mataram, kami
juga berencana memberikan sejumlah bantuan lain. Tetapi di saat saya mencarinya
bersama tim sedekah di Mataram, kami tidak menemukannya. Soal uang bantuan dari
Pemkot tersebut, bagaimana saya bisa mencarikannya, sebab masih ada dalam
tabungan itu. Dan setelah saya cek di Mataram, uang bantuan bagi pengobatan
Irka tersebut baru masuk ke rekening tabunganj tersebut pada Juni 2018,”
tuturnya.
Irka sudah meninggal dunia-apakah
bantuan dari Pemkot Bima tersebut dinamai sebagai bantuan untuk biaya
pengobatan atau bantuan belasungkawa?, spontan saja pertanyaan tersebut dijawab
dengan nada terkesan diplomatis. “Itu bantuan untuk 0pengobatan Irka, dan saya
tidak bisa menamainya dengan dana belasungkawa,” sahutnya.
Muhtar juga mengaku, dirinya
tidak tahu kapan uang tersebut ditrasfer oleh pihak Pemkot Bima ke rekening Bank
ibu kandungnya Almarhum Irka. Namun saat itu, pihak Pemkot berjanji bahwa uang
tersebut akan segera ditransfer setelah semua persyaratan administrasi
dinyatakan telah terpenuhi.
“Yang jelas soal pentrasferan uang tersebut
oleh Pemkot kepada rekening ibu kandung korban tersebut, sama sekali tidak ada
korrdinasi dengan saya, Makanya setelah saya cek ke rekening tabungan yang
bersangkutan, uang itu masuknya Juni 2018. Memang yang mengurus soal
administrasi untuk bantuan tersebut adalah saya. Dan administrasinyapun, saya
yang menandatanganinya,” tuturnya.
Berpijak pada kesedihan dan
kekecewaan pihak keluarganya Almarhumah Irka, apakah lembaga yang Anda pimpin
ini benar-benar diterjemahkan sesuai ruh kemanusiaan atau justeru menjadikan
soal kemanusiaan sebagai sandaran untuk kepentingan pribadi?.
“Saya tidak punya kepentingan apapun. Saya hanya
mengurus secara kemanusiaan saja. Uang jalan pun tidak ada, dan kitapun tidak
digaji. Kita bergerak secara kemanusiaan atas dasar kasihan. Karenanya, kami
menyediakan rumah singgah, cari uang untuk ambulance gratis bagi pasien
meninggal karena BPJS tidak menanggulangi hal itu. Soal membantu mendampingi
warga yang sakit yang kami lakukan, bukan saja Almarhum Irka. Tetapi aksi atas
dasar kemanusiaan, juga kami lakukan kepada banyak pasien lainnya,” pungkas
Muhtar. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda