Ibu Hamil Bersama Suaminya Terancam Hukuman Pidana 32 Bulan
Ketua Panwaslu Kota Bima, Sukarman, SH |
Usut punya usut, sepasang
suami-isteri ini terlibat dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pemilu (Tipilu).
Kasusnya, tertanggal 27 Juli 2018 yang bertepatan dengan puncak pelaksanaan
Pilkada Kota Bima-suami isteri ini melakukan pencoblosan dua kali. Yakni, di
Tempat Pemungutan Suara (TPS) di lingkungan So Nggela Kelurahan Ule Kecamatan
Asa Kota-Kota Bima dan di TPS Amahami Kelurahan Dara Kota Bima.
Kasusnya, dilaporkan oleh Tim
Hukum pasangan MANUFER yakni Al Imran, SH dkk ke Panwaslu Kota Bima. Atas
laporan tersebut, sejumlah saksi dan pasangan suami-isteri ini telah dilakukan
pemeriksaan oleh Petugas Panwaslu dan pihak Sentra Gakumdu. Dari data yang
diperoleh Visioner menjelaskan, pasangan suami-isteri ini menghakui
perbuatannya. Yakni, melakukan pencoblosan dua kali di dua TPS dimaksud pada moment
Pilkada Kota Bima.
Dan atas kasus tersebut, pihak
Panwaslu mengeluarkan rekomendasi yang isinya melakukan Pemungutan Suara Ulang
(PSU) di dua TPS tersebut. Rekomendasi tersebut, ditujukan oleh Panwaslu Kota
Bima kepada KPUD setempat. Sayangnya, rekomndasi tersebut dinyatakan tidak
dapat diterima oleh pihak KPUD Kota Bima. Alasannya, karena laporan pihak
pelapor terkait masalah itu dianggap telah kadaluarsa.
Ketua Panwaslu Kota Bima,
Sukarman SH pun membenarkan adanya laporan terkait keterlibatan pasangan
Suami-Isteri ini dalam kasus Tipilu. Atas laporan tersebut, pihaknya sudah
melakukan pemeriksaan terhadap pihak pelapor, saksi dan terlapor.
“Setelah dilakukan pemeriksaan, pasangan
suami-isteri ini mengakui perbuatannya. Tahapan dalam penanganan kasus ini,
sedang memasuki wilayah yang dinilai sangat serius. Unsur pelanggaran Tipilu
yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri ini pun sudah terpenuhi. Oleh
karenanya, keduanya terancaman hukuman pidana selama 32 bulan,” jelasnya.
Nama suaminya adalah Bambang
Jamaludin. Sementara isterinya yang sedang hamil, yakni Fatun Khairunnisa. Benarkah
pasangan suami-isteri ini adalah pendukung pasangan MANUFER pada Pilkada Kota
Bima periode 2018-2023 yang kemudian dilaporkan oleh Tim Hukum pasangan MANUFER
terkait kasus tersebut?, Sukarman hanya berkata dengan nada terkesan diplomatis.
“Dugaannya seperti itu. Kami tidak tahu apakah pasangan suami-isteri ini adalah
orangnya pasangan MANUFER atau bukan. Namun, merekalah yang membawanya ke
Panwaslu untuk diperiksa terkait kasus tersebut,” tandasnya.
Sukarman juga mengungkap, keluarga
pasangan suami-isteri ini juga sempat datang ke Panwaslu Kota Bima. Yang
bersangkutan, diakuinya kaget atas peristiwa yang menimpa pasangan suami-isteri
ini. “Kita ini orang yang tidak mengerti soal aturan, pak. Jika mencoblos dua
kali di dua TPS itu memang tidak bisa dilakukan, maka beritahulah kami ini supaya
tidak melaksanakan pencoblosan dua kali,”
ungkap Sukarman menirukan suara keluarga pasangan suami-isteri dimaksud.
Sukarman kemudian memaparkan, semula
kasus keterlibatan pasangan suami-isteri ini dilaporkan oleh Ramlah (pendukung
pasangan MANUFER) kepada Al Imran selaku tim kuasa hukum pasangan MANUFER.
“Ramlah juga telah diperiksa
sebagai saksi dalam kasus tersebut. Jika dalam proses pemeriksaan yang
dilakukanb oleh polisi, kemungkinan besar kasus ini akan dikembangkan.
Maksudnya, mungkin saja ada pihak lain yang mengarahkan pasangan suami-isteri
ini untuk mencoblos di dua TPS pada pundak pelaksanaan Pilkada Kota Bima pada beberapa
waktu lalu. Sampai saat ini kita belum bisa memastikan bahwa pasangan
suami-isteri ini adalah pendukung pasangan MANUFER, namun soal indikasinya ya
mungkin saja,” beber Sukarman.
Saat dilakukan pemeriksaan oleh
pihaknya apakah ibu hamil dimaksud adalah pendukung pasangan MANUFER, Sukarman
mengaku bahwa pihaknya sempat bertanya soal itu. Namun, yang bersangkutan tidak
mau menjawabnya. “Mungkin saja dia enggan menjawab saat ditanya karena
kemunkinan sedang dalam kebingungan. Namun detailitas penanganan kasus
tersebut, tentu saja akan dilakukan pada tingkat penyidikan oleh pihak Kepolisian.
Kasus tersebut, kini memasukan ranah pembahasan kedua. Tetapi, kami meyakininya
telah memenuhi unsur Tipilu,” terang Sukarman lagi.
Yang tak kalah mengejutkan, dari
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihaknya, ibu hamil tersebut mengaku pada
puncak Pilkada Kota Bima mendapatkan dua lembar C-6. “C-6 yang satu dia gunakan
pada salah satu TPS di So Nggela. Dan C-6 yang satunya lagi ia gunakan di TPS
Amahami. Saat di TPS Amahami, katanya kepada Ketua RT di TPS Amahami itulah
yang menyuruh memilih. Makanya, kita juga mau panggil Ketua RT tersebut untuk
diperiksa. Saat dilakukan pemeriksaan, ibu hamil ini mengaku bahwa pada Pilkada
sebelumnya juga melakukan pencoblosan dua kali,” beber Sukarman lagi.
Menjawab tentang dimana sumber
kelemahan sehingga pasangan suami-isteri ini melakukan pencoblosan dua kali,
Sukarman mengaku belum tahu. Namun, pihaknya membutuhkan klarifikasi dengan
pihak KPPS. “Kok pasangan suami-isteri ini bisa lolos melakukan pencoblosan dua
kaki, ini yang mau kita klarifikasi dengan pihak KPPS. Padahal menurut
pengakuan suami isteri ini pada saat dilakukan pemeriksaan apakah saat
menyoblos di TPS Amahami masih ada tinta dijarinya sebagai bukti bahwa
sebelumnya telah melakukan pencoblosan, keduanya mengaku masih ada. Sekali lagi,
demikian pengakuan suami-isteri ini saat kami periksa,” tutur Sukarman.
Atas kasus yang telah memenuhi
unsur Tipilu tersebut, Sukarman mengakui mengirimkan rekomendasi PSU yang
ditujukan kepada pihak KPUD Kota Bima. Namun seiring dengan perjalanan proses
dan tahapan kajian oleh KPUD setempat, rekomendasi tersebut tidak dapat
diterima karena lasan laporan pihak pelapor dianggap sudah kadaluarsa oleh
ketentuan yang berlaku.
“Mereka juga mendemo Panwaslu. Katanya
Panwaslu tidak melakukan investigasi terkait laporan mereka itu. Padahal,
sejumlah proses, tahapan dan mekanisme terkait penanganan kasus tersebut telah
dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku. Karerna mereka ngotot menyalahkan
Panwaslu, akhirnya kami mendesaknya untuk melaporkan kepada DKPP. Yang jelas,
yang berhak menyatakan laporan itu kadaluarsa atau tidak adalah kewenangan
pihak KPUD Kota Bima. Oleh sebab itu, kami tegaskan tidak bisa mengintervensi
kewenangan KPUD Kota Bima,” tegas Sukarman.
Sukarman menambahkan, total
jumlah pemilih di dua TPS dimaksud sekitar 1030 orang. Dan pada dua TPS
tersebut tandasnya, dimenangkan oleh pasangan Lutfi-Feri. “Pelanggaran itu
terjadi pada dua TPS tersebut. Karena fakta pelanggaran terjadi pada dua TPS
tersebut, akhirnya kami merekomendasikan ke KPUD Kota Bima agar dilakukan PSU.
Namun, pada kesimpulannya KPUD menolak PSU karena alasan bahwa laporan pihak
pelapor sudah kadaluarsa dengan merujuk pada ketentuan yang berlaku,”
tambahnya.
Seluruh rangkaian penanganan
kasus tersebut oleh pihaknya, diakuinya telah usai. Selanjutnya, kasus tersebut
telah dilimpahkan penangananya kepada pihak Polres Bima Kota untuk dilakukan
penyidikan lebih lanjut. Oleh karenanya, pihaknya belum mengetahui secara rinci
tentang sudah sejauhmjana penanganan kasus ini oleh pihak Kepolisian di Polres
Bima Kota. “Selanjutnya silahkan anda menanyakan perkembangan penanganan kasus
itu kepada pihak Polres Bima Kota,” pungkasnya.
Hingga berita ini ditulis, Katimriksa Ipda Dediansyah
belum berhasil dikonfirmasi. Pun demikian halnya dengan Kapolres Bima Kota,
AKBP Ida Bagus Winarta, SIK. Beberapa kali dihubungi melalui salulran seluler,
keduanya belum mengangkat Handphonenya kendati masih dalam keadaan on. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda