DI BALIK GOLPUT ITU…
Oleh: Junari (Penulis adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi STISIP Kota
Bima)
Pemilihan Umum (Pemilu) dari
waktu ke waktu memang sudah menjadi ajang untuk memperebutkan kekuasaan
khususnya pemimpin baik pemimpin negara maupun daerah. Namun, yang jadi catatan
untuk diperhatikan, menjadi pemimpin bukan sekedar pemimpin, memimpin harus
benar-benar dan jujur, ikhlas menjalani jabatannya sebagai pemimpin hanya untuk
memakmurkan rakyatnya. Pada masa Rasulullah, pengangkatan Nabi Muhammad SAW
tidak hanya sebagai rasul akan tetapi sebagai pemimpin bagi umatnya dan menjadi
contoh bagi rakyatnya. Bukan hanya itu, beliau diutus untuk membawa agama Allah
yaitu agama Islam yang menyempurnakan agama sebelumnya, sebagai jalan keluar
bagi para pemeluknya.
Hadirnya pemimpin di Indonesia
khususnya di propinsi NTB tahun ini, dipilih oleh 65% oleh warga dari total
Daftar Pemilihan Tetap (DPT) dari kabupaten Bima 356,424. Sedangkan, 35%
memilih untuk tidak datang ke TPS. Belum lagi di wilayah lain seperti Lombok,
kota dan kabupaten Sumbawa, kota Bima dan kabupaten Dompu menunjukkan angka
yang tidak jauh berbeda. Angka ini menunjukkan rendahnya angka partisipasi
warga. Rendahnya partisipasi warga ini perlu menjadi cermin untuk evaluasi baik
bagi para paslon, pemenang, pemerintah dan juga rakyat sendiri. Bukan sekedar
euphoria atas kemenangan yang “semu”.
Indonesia sudah merdeka sejak 73
tahun. Akan tetapi perubahan pemimpin di negeri ini tidak mampu mengurangi
kemelut persoalan yang melanda negeri. Sebaliknya, masalah terus menumpuk dan
tidak ada solusi yang solutif untuk menyelesaikan semuanya. Sebut saja masuknya
narkoba, pergaulan bebas terus merajalela, pembunuhan dan penyerangan antar
warga masih jadi pemandangan rutin, korupsi masih tetap menjamur, pencurian
terus meningkat, dan masih banyak peristiwa-peristiwa lainnya.
Golongan putih atau lebih akrab
dengan sebutan Golput memang bukanlah solusi atau jalan keluar. Akan tetapi
tidak adil jika langsung menghakimi pihak Golput atas apa yang menjadi pilihan
mereka. Jika diteliti, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pilihan mereka
untuk tidak memilih.
Pertama, alasan teknis.
Masyarakat memilih untuk tidak memilih karena posisi mereka yang tidak
memungkinkan untuk memilih. Kondisi tersebut semisal mahasiswa yang kuliah di
luar kota sehingga tidak memungkinkan untuk memilih, karyawan perusahaan atau
buruh yang bekerja di luar kota bahkan di luar negeri. Alasan ini jelas membuat
mereka tidak masuk dalam DPT sehingga jika dihitung, angka dan persentase
pemilih akan semakin besar.
Alasan kedua adalah alasan
apatis. Warga malas untuk memilih karena enggan terlibat dalam aktifitas
politik. Mereka menjadikan malas sebagai alasan. Hanya itu. Sedangkan alasan
ketiga adalah alasan yang kemungkinan besar adalah alasan dominan warga memilih
Golput yakni alasan ideologis.
Warga memilih untuk tidak memilih
karena diantara pasangan calon yang diusung tidak ada yang bisa mewakili opini,
keinginan dan idealisme mereka. Pasangan calon dianggap hanya membawa
kepentingan pribadi, kelompok, dan pemodal yang menyokong mereka. Ini memang
menjadi fakta umum bahwa pasangan calon cenderung mengutamakan kepentingan
penyokong mereka terutama penyokong dana (modal) atau lebih akrab disebut
sebagai para kapital.
Program kerja hanya sebatas
pencitraan dan tidak murni untuk kesejahteraan, kemakmuran dan kemuliaan
masyarakat. Maka tidak heran, para pasangan calon tidak ada yang secara
terang-terangan membawa islam sebagai idealisme perpolitikannya meski saat
kampanye mendekati dan merapat kepada para ulama.
Jika pasangan calon ingin
mendapatkan simpati masyarakat secara utuh termasuk suara mereka, selayaknya
dan seharusnya mereka memperjuangan apa yang bisa memuliakan masyarakat. Tidak
ada yang lain yang mampu melakukannya kecuali Islam dan apa yang dimiliki
Islam.
Islam sebagai way of life sekaligus way of thinking
adalah solusi tuntas tersebab apa yang ada padanya adalah bersumber dari
Pemilik kehidupan dan alam semesta serta manusia. Islam memiliki konsep
kehidupan dan metode menyelesaikan segalai permasalah yang dialami manusia baik
dari segi pemerintahan (khilafah atau imamah), pertahanan dan keamanan
(menghukum pelaku bughat, menekankan persatuan dan anti separatism), hukum dan
peradilan (qishas, rajam, potong tangan, ta’zir dan nasihat serta pembuktian),
sosial dan budaya (melindungi agama lain di luar islam yang tidak memerangi
islam, mengutamakan dakwah dengan lisan dari pada perang, melindungi tempat
ibadah dan pemuka agama apapun yang menjadi warga negera), pendidikan dan
kesehatan (layanan gratis untuk semua warga negera tanpa harus membayar uang
jaminan dalam bentuk apapun), dll (makanan, minuman, pakaian, ibadah, akhlak,
dsb) tanpa harus mencari dari sumber lain lagi. (***)
Tulis Komentar Anda