Belajar Ber Ramadhan-Memaknai sebuah Keihklasan
Oleh: Baharuddin
Memulai Catatan ini, saya Mengutip Ungkapan Dari Syaikh Ibnu Athailah dalam kalam Hikmahnya Beliau Mengatakan.
“Amal Amal perbuatan Itu seperti kearangka yang tegak,Sedangkan Ruhnya adalah terdapat rahasia keikhlasan dalam
amal amal itu”.
Melalui Kalam Hikmah ini, baik buruknya amal perbuatan dapat kita lihat dari dua dimensi. Dimensi pertama berkaitan
dengan amal perbuatanya, dan kedua berhubungan dengan niat orang yang
melakukanya. Kalau pertama menyangkut sisi material, maka yang kedua berkaitan dengan
sisi spritual. Dari sini kita hanya mampu melihat dari sisi yang pertama, sedangkan
sisi yang kedua hanya Allah saja yang tahu. Jika Sisi yang pertama kita bisa
memberikan penilaian, maka pada sisi kedua menjadi wilayah penilaian Allah
Saja.
Kalau bisa saya contohkan, banyak
dari kawan kawan kita di Bima yang berangkat dari latar belakang aktivitas yang
berbeda beda. Ada Komunitas komunitas sosial yang bergerak dari sisi
kemanusian, memberikan pertolongan dan pendampingan kepada masyarakat miskin yang
tidak bisa berobat,atau bantuan berupa alat alat medis berupa tongkat dan kursi
roda bagi penyandang cacat.
Tentu Kita Akan mengatakan bahwa
perbuatan perbuatan para Relawan maupun komunitas kemanusiaan ini sangat baik
dan bermanfaat buat ummat.
Atau misalkan Bapak Walikota dan
Wakil Walikota Bima pada satu momentum Ramadhan memberikan bantuan buat berbuka
puasa kepada masyarakat miskin di Kota Bima, tentu kita akan mengatakan bahwa
perbuatan pemimpin seperti ini patut kita contohi karna perbuatan ini baik.
Atau misalkan Bupati Bima setiap
menghadiri Safari ramadhan, keliling ke beberapa Kecamatan dan memberikan bantuan kepada Masjid Musholla
atau guru guru ngaji-tentu kita yang melihat perbuatan ini sangat baik, karna
bermanfaat buat banyak orang terutama masyarakat miskin.
Saudaraku….!
Kita hanya bisa menilai dari
sudut ini, dengan kata lain kita hanya bisa melihat kondisi sosialnya. Namun
tidak dapat melihat kondisi spritualnya. kita tidak tahu apakah niatnya di
dorong oleh sikap riya’ ingin di lihat dan di puji oleh orang lain atau
tujuanya di dasari oleh kepentingan kepentingan politik sesaat. Semua itu
merupakan wilayah yang misteri bagi kita sebagai manusia Dhoif.
Tapi Apakah Allah akan mengukur
amal amal perbuatan itu dengan ukuran yg kita gunakan?
Apakah hebatnya amal amal
lahiriah itu membuat Allah terpukau sebagaimana kita terpukau?
Apakah banyaknya amal amal
jasmaniah itu akan menjadikan Allah Terkesima ?
Tidak…!!
Allah tidak akan memberikan
penilaian seperti penilaian kita. Sebab Allah dalam menilai suatu perbuatan
bukan saja melihat dimensi jasmaniah, tapi lebih dari itu juga dimensi ruhaniah
kita.
Allah SWT Berfirman dalam surat
AL-Mulk ayat 2.
“ Dialah Allah yang menciptakan
kematian dan kehidupan untuk menguji engkau siapakah yang terbaik amalnya". Yang menarik dari ayat ini allah
menggunakan ungkapan Yang terbaik Amalnya dan bukan yg terbanyak Amalnya. Dalam
Bahasa Yang sangat sederhana, tolak Ukur nilai sebuah perbuatan di sisi Allah
adalah kualitas dan bukan kuantitas. Boleh jadi sebuah perbuatan nilainya sangat
tinggi dalam penilaian kita, namun menjadi tidak bermakna di sisi Allah, sebab
didasari Riya semata.
Untuk mengahiri tulisan Ini, saya
akan mengisahkan amal perbuatan yang dilakukan oleh Sayidina Ali dan Fatimah
AZ-Zahra ketika Memberikan tiga gantang gandum yang sangat mereka butuhkan
kepada fakir miskin. Kisah mereka di rekam dalam Alqur’an surat Al-insan ayat
9:
“Sesungguhnya kami memberi makan
kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan allah semata, kami tidak
menhendaki balasan dari engkau dan tidak pula ucapan terima kasih".
Inilah suara hati mereka yang di
ungkapkan Alqur’an. Luar biasa sekali, hanya dengan tiga gantang gandum tapi
bisa mengantarkan kisah mereka di abadikan dalam Kitab Suci yang paling Agung
dalam sejarah peradaban manusia.
Kenapa Sadaqah meraka menjadi
istimewah?, karena di dalamnya ada rahasi Liwajhillah-hanya untuk mencari
keridhaan Allah semata. Memang kalau kita lihat secara material, tiga gantang
gandum boleh jadi tidak berharga sama sekali. Tamuni karna di balik itu ada
nilai spritualnya, ada rahasia keikhlasan yang mendasarinya, maka amal mereka
menjadi prestasi yang sangat gemilang di sisi Allah SWT.
Sekali Lagi, adanya keikhlasan yang
menyertai amal amal lahiriah kita itulah sebagai ruh yang membuat segala amal
kita tidak patah di langit. Oleh karena itu, mari dengan Ibadah puasa di bulan Ramadhan
ini, kita belajar mengikhlaskan amal kita semata mata karna Allah agar ibadah
kita di terima olehNya. Sebab, bagaimana mungkin ibadah kita di terima oleh Allah
kalau tujuan kita selain Allah.
Inilah Maksud Allah Dalam hadist dengan mengatakan:
Semua amal anak Adam untuk
dirinya sendiri Kecuali Puasa, karena sesungguhnya Puasa Itu Kepunyaanku Akulah Yang membalasnya Langsung. (HR
Bukhari Muslim).
Semoga Allah, Ar Rasyid yg maha mendidik, berkenan
mendidik kita untuk bisa merasakan Agungnya makna keikhlasan dalam hati kita, hingga
betapapun kecilnya amal yang kita kerjakan akan tetap mempunyai nilai di
hadapanya, Amin Ya Rabbal Alamin (***)
Tulis Komentar Anda