Jelang Pilkada Kota Bima, Dari Debat Pubilik Hingga “Kekecewaan”
Dari arena debat publik paslon Walikota-Wakil Walikota Bima periode 2018-2023 (17/4/2018) |
Visioner Berita Kota Bima-Selasa (17/4/2018), KPUD Kota Bima
menggelar kegiatan Debat Pasangan Calon (Paslon) Walikota dan Wakil Walikota
Bima periode 2018 di gedung Paruga Nae Convention Hall-Kota Bima. Moment
kegiatan yang berlangsung dengan kesan “tak meriah” lantaran udangan terbatas
dan janjib terbuka untuk umum namun berlangsung tertutup ini, melibatkan 3 Paslon,
yakni nomor urut 1 H A Rahman H Abidin-Hj. Ferra Amelia, SE, MM (MANUFER),
Paslon Nomor 2 HM Lutfi - Feri Sofiyan (Lutfi-Feri) dan Paslon Nomor 3 Subhan-Wahyuddin
(SW Mataho).
Pada moment tersebut, juga hadir
pihak KPUD Kabupaten Bima, KPUD Dompu, KPUD
Sumbawa, KPUD KSB, Pimpinan DPRD Kota Bima, Sekda Kota Bima, sejumlah kepala
SKPD, dan masing-masing Paslon dengan jumlah yang dibatasi oleh pihak KPUD Kota
Bima.
Pada kegiatan itu, ketua KPUD Kota
Bima Bukhari S.Sos menyatakan, ini merupakan acara yang sangat bersejarah. Lanjutnya,
debat publik Paslon ini merupakan salah satu tahapan utama Pilkada yang harus
digelar. "Debat publik ini, juga merupakan bagian dari kampanye. Sampai
hari ini, kampanye Paslon sudah masuk hari yang ke 62, dari total masa kampanye
selama 129 hari," terangnya.
Paparnya, debat publik dalam
aturannya digelar sebanyak 3 kali, dan paling sedikit 1 kali. Namun dalam
kaitan itu, KPUD Kota Bima disepakati dilaksanakan sebanyak 2 kali. Rencananya,
debat publik episode kedua akan dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2018. “Kegiatan
ini, bertujuan menyebarluaskan visi-misi Paslon kepada masyarakat, menggali
lebih dalam dan luas atas setiap tema yang diangkat saat debat,” urainya.
Bukhari menjelaskan, dari
kegiatan tersebut terdapat dua hak yang dipenuhi oleh ketiga Paslon. Yani, hak
yang dimiliki oleh Paslon untuk menyampaikan visi-misi dan hak masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang cukup tentang visi-misi Paslon agar bisa menentukan
pilihan. Liputan langsung sejumlah awak media pada moment tersebut melaporkan, yang
mengatur lalu lintas debat publik yakni Dr. H Qodri. Sementara 2 tim ahli yang
dihadirkan adalah Dokter Muhammad Firmansyah dan Rini Sri dari Universitas
Mataram. Dan proses debat publik diawali dengan penyampaian visi misi dari 3
pasangan calon. Masing masing calon diberikan kesempatan sebanyak 3 menit.
Masih dalam liputan langsung
sejumlah awak media, ketiga Paslon terlihat saling berjabat tangan, dan
berpelukan mesra, hal yang sama juga terjadi di penghujung kegiatan.
“Kemesraan” yang sama, juga terjadi antara masing-masing ketiga pendukung
Paslon. Sementara itu, Kapolres Bima Kota AKBP Ida Bagus Winarta, SIK mengakui
bahwa pelaksanaaan kegiatan dimaksud berlangsung dengan sukses dan aman.
“Ratusan pasukan yang melibatkan
TNI, Polri, Sat Pol PP dan aparat Dishub Kota Bima dilibatkan untuk melakukan
pengawalan-pengamanan secara ketat terhadap pelaksanaan kegiatan. Diakuinya,
ada kekisruhan maupun dinamikan sepanjang kegiatan berlangsung. Hal tersebut
paparnya, mencerminkan adanya kesadaran politik hingga soal demokrasi oleh
seluruh masyarakat Kota Bima.
“Alhamdulillah ya, semua berjalan
lancar, aman dan tenteram. Terimakasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi menjaga keamanan-kenyamanan hingga debat publik episode pertama
ini berlangsung sesuai harapan kita semua. Setidaknya, ini juga menjadi contoh
bagi daerah lainnya,” harapnya.
Debat Publik Dikritisi Banyak Pihak-Mengecewakan
Ketua KPUD Kota Bima, Bukhari S.Sos |
Kebiasaan debat publik yang
biasanya menghadirkan massa para pendukung masing-masing Paslon, berbagai etnis
di Kota Bima sebagai pemilih, namun kali ini justeru tak dilaksanakan. Tak hanya
itu, penataan sisi dalam ruangan debat publik juga memberi kesan kurang
optimal. Kekuatan AC yang ada di gedung debat publik terkesan tak dirasakan
dingin, kecuali panas yang diduga dipicu oleh kaca jendela gedung yang ditembus
oleh sinar matahari alias tanpa hordeng. Akibatnya, tak sedikit cameramen yang
mengeluhkan pengambilan gambar akibat back light.
Bukan itu saja, posisi wartan maupun
pengambil gambar juga terlihat tidak ditentukan. Kecuali, para Jurnalis
dibiarkan berdiri akibat tidak ditetapkan pada satu posisi. Dan pada moment
itu, juga sempat terjadi insiden kecil antara salah seorang petugas KPUD dengan
seorang Jurnalis, namun tidak berlangsung lama karena lekas dilerai oleh Ketua
KPUD, Bukhari S. Sos.
Kekuran lain yang terlihat pada
debat publik kali ini, juga terlihat tidak adanya pemasangan layar monitor di
luar gedung. Sehingga masyarakat dan pihak lain yang berada di luar gedung
tidfak bisa melihat secara langsung ekspresi para Paslon saat debat publik
berlangsung. Yang tak kalah menyedihkan lagi pada debat publik kali ini, para
pedagang biasanya meraup banyak keuntungan seperti moment yang sama sebelumnya,
kini justeru terlihat harus dihadapkan “sesuatu yak tak biasa” alias
dagangannya tak laris.
Salah satu kritikan pedas, muncul
dari salah seorang anggota DPRD Kota Bima, Dedy Mawardi. Debat publik kali ini,
diidentikannya seperti kegiatan seminar. "Moment debat publik kali ini,
sama sekali tidak ada gregetnya, selain sepi ya tepuk tangan juga diatur. Layar
monitor untuk melihat langsung debat publik kali ini, hanya ada di dalam
gedung. Semetara sejumlah pihak di luar gedung termasuk TNI dan Polri, hanya
bisa mendengar suara Paslon nyang berdebat, karena di luar gedung tidak ada
layar monitor. Ini sudah keluar dari kebiasaan debat publik pada periode
sebelumnya, untuk itu banyak yang kecewa,” keluh Dedy.
Kegiatan debat publik yang
mestinya menjadi ajang masyarakat untuk melihat kualitas masing- masing Paslon
sekaligus calon pemimpin terbaik untuk daerah ini, namun pada kenyataannya
hanya disuguhkan dengan cara menyaksikannya melaloui siaran langsung TV lokal
Bima. Masyarakat yang biasanya diberikan ruang untuk hadir menyaksiakn debat
publik namun tetap dalam pengawalan ketat aparat keamanan, namun kini justeru
sebaliknya.
“Ini kegiatan debat paling aneh di Bima,
modelnya tidak ubahnya dengan seminar. Saat pengambil nomor urut Paslon,
suasananya sangat ramai, massa masing-masing paslon juga hadir, keuntungan bagi
para pedagang karena dagangannya lakupun tak terhindari. Namun kini, masyarakat
dan para pedagang pun kecewa. Buktinya, semua mata ikut menikmati sepinya
halaman gedung Paruganae Convention Hall ini,” tandasnya.
"Meski acaranya live di
salah satu televisi daerah. Tetap saja tidak berjalan dengan maksimal, akan
berbeda ketika masyarakat menonton langsung dengan menyaksikannya di televisi.
Lantas bagaimana juga dengan warga yang tidak memiliki televisi atau siaran
langsung dari televisi daerah tersebut," tanya Dedy.
Pernyataan keras yang sama,l juga
dikemukakan oleh salah seorang warga-sebut saja Syarif. Ia mengaku mendapat
undangan untuk menghadiri kegiatan debat publik ini, namun menyayangkan karena
kegiatan itu dibatasi. Dan tegasnya, pengamanan dari aparat pun sangat ketat. Akibatnya,
masyarakat dan pendukung juga sangat dibatasi untuk berada di sekitar wilayah
debat publik. "Acaranya seperti bukan debat. Beda sekali waktu acara
pengambilan nomor urut yang sangat meriah. Lantas acara debat macam apa yang
sepi dan jauh dari kebiasaan seperti sebelumnya ini,” tanya Syarif.
Syarif menadaskan, sistim pengamanan
oleh aparat keamanan pada moment debat publik kali ini juga sangat ketat dan bahkan
kesannya sangat berlebihan. Hal itu tegasnya, seolah menggambarkan akan terjadi
sesuatu yang akan menganggu proses kegiatan. “Dampaknya, justeru mengurangi hak
warga yang ingin melihat langsung semua proses yang terjadi pada moment debat
publik kali ini. Untuk debat publik selanjutnya (Mei 2018), kami berharap agar
semua prosesnya bisa dinikmati oleh masyarakat dengan leluasa. Dan saran kami,
kekurangan yang terjadi pada debat publik kali ini, kedepannya harus dibenahi
secara total,” sarannya.
Kekecewaan yang sama, juga muncul
dari seorang Dosen STISIP Mbojo Bima, Dr. Syarif Ahmad. Kepada sejumlahj awak
media, dia mengaku menyaksikan debat publik tersebut melalui streeming di
facebbok. Karena merasa tidak puas, ia mengaku langsung menghentikan menonton
streeming dimaksud.
\Mestinya, debat publik tidak membuat
jenuh dan membosankan, namun kali ini justeru dinilainya hambar dan nyaris tak
berefek apa-apa pada pemilih. “Tidak ada yang bisa diambil oleh pemilih sebagai
referensi. Paslon bilang apa, bicara apa dan mengikat pemilih seperti apa pun
menjadi tidak jelas. Debat publik kali inin semua datar, hambar seperti sayur
tanpa garam dan membosakan,” timpal Syarif.
Ia kembali mengulas, sempat menyaksikan
debat publik kali ini lewat streaming di facebook, itu pun tidak sampai selesai
karena jenuh dan membosankan. Ia mengaku melihat debat tersebut, tidak dikelola
secara maksimal oleh pihak penyelenggara (KPUD Kota Bima). Isi debat yang
disampaikan para Paslon tersebut paparnya, sudah sering berseliweran di media
sosial. “Tidak ada hal-hal yang baru pada debat publik kali ini, dan tidak ada
pula menukik dan memberikan garansi pada para pemilih,” terannya.
Menurutnya, kelemahan pelaksanaan
debat terlebat penyelenggara, dalam hal ini KPUD Kota Bima. Sebab untuk
mengukur penguasaan materi Paslon sangat ditentukan oleh desain acara
penyelenggara. Penguasaan materi Paslon lanjutnya, akan nampak kalau para
penyelenggara mampu mendesain debat secara apik dan maksimal.
Maksudnya, agar setiap segmen
debat ada poin yang bisa dipegang sebagai referensi masyarakat untuk memilih. “Menurut
saya, debat publik kali ini datar saja,
bukan saja membosankan tetapi membuat orang jenuh dan tidak menarik. Justru
yang lebih hangat, debat pada tingkat ide dan gagasan di tingkat Kampus,” sebutnya.
Alumni S3 Universitas Indonesia (UI)
ini menegaskan, debat politik harus jelas. Sebab, jika disimak apa yang
disampaikan Paslon pada debat publik kali ini, sudah sering diumbar di media
sosial dan disampaikan lewat kampanye. Dan mestinya, debat publik mampu
menggambarkan bagaimana pengelolaan dan pengemasan acara debat yang tidak
menjenuhkan. “Kesan kaku dan hambar juga juga terlihat pada debat publik kali
ini. Ya, identik dengan sayur tanpa garam dan tidak ada yang baru, tidak ada
yang lebih. Tetapi justru lebih fasih, disampaikan lewat medsos tanpa biaya
apa-apa,” sentilnya.
Syarif mengaku, disesi awal
ketika pembukaan saja, sudah bisa menebak alur debat pasti kaku. Untuk itu, ia
berharap kritikannya bisa menjadi bahan evaluasi KPUD Kota Bima untuk
pelaksanaan debat berikutnya. Sebab, bicara demokrasi kata kuncinya selain dari
peserta, kontestan pilkada, yang paling penting itu adalah penyelenggara.
Kompetensi penyelenggara sangat dituntut, tidak sekedar bicara independensi,
klaim tentang netralitas-namun soal kapasitas adalah utama. “Itu saran saya,”
harapnya.
Syarif berkesimpulan, debat publik kali ini
penyelenggara telah gagal mengemasnya dengan menarik dan apik, sehingga tidak
muncul hal-hal baru. “Soal efek kepada pemilih, menurut saya nyaris tidak ada
efek apa-apa. Tinggal media saja yang memoles isu itu untuk mengedukasi pemilih,”
pungkasnya. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda