Real Action Ratusan Miliar Terkait Penanganan Pasca Bencana “Masih Kabur”
Ir. Hamdan: Tak ada kaitan dengan soal Pilkada
Jangan-jangan tenaga Universitas
Petra Surabaya lagi yang akan digunakan sebagai konsultan managemennya?. “Oh
itu tidak ada kaitannya dengan Universitas Petra, dan yang bersangkutan tidak
ada kaitannya dengan unsur perencanaan. Sementara Universitas Petra itu adalah
arsitektur. Oleh karenanya, jangan bicara begitu. Sebab, asumsi tersebut
terlalu subyektif,” imbuhnya.
Sehingga pihaknya melakukan
pembagian, ada 1200 jumlah warga yang sudah ada di data awal yang nantinya akan
divalidasi kembali oleh KM bersama tim fasilitatornya dan oleh pihak Dinas PKP.
“Fungsi validasi ini, penting untuk menjamin faktualitas orang-orang yang
tinggal di bantaran sungai. “Sehingga ada kebijakan Walikota Bima nantinya,
memberikan satu pemahaman kepada masyarakat di bantaran sungai untuk melakukan
realokasi dengan tahapan proses yang didahului oleh adanya sosialisasi oleh tim
yang dibentuk. Itu penting untuk menyatukan persepsi, sehingga kebijakannya
nanti tidak menemukan adanya kendala,” tutur Hamdan.
Jangan-jangan hal tersebut sangat
erat kaitannya dengan “tujuan utama salah satu Pasangan Calon (Paslon)”?, Hamda
membantahnya secara keras. “Kebijakan murni soal penanganan pasca bencana, sama
sekali tidak ada kaitannya dengan soal Pilkada Kota Bima periode 2018-2023. Sekali
lagi, mari kita singkirkan kepentingan Pilkada dari masalah penanganan pasca
bencana,” bantahnya.
Potret Bencana Banjir Bandang di kota Bima Desember 2016 |
Visioner Berita Kota Bima-Peristiwa terpahit yang dialami oleh
ratusan ribu warga Kota Bima bernama banjir bandang tertanggal 21 dan 23 Desember
2016 telah berlalu. Sementara penanganan pasca bencana terparah dan sejarah
Bima tersebut, menyisakan banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang belum dituntaskan
hingga detik ini. Pertanyaan demi pertanyaan, terus menggelinding sampai
sekarang. Misalnya soal relokasi rumah di bantaran sungai dan di luar bantaran
sungai hingga soal rumah rusak berat serta sedang yang melanda warga.
Sementara pertanyaan lain terkait
kapan anggaran ratusan miliar rupiah bagi penanganan pasca bencana dimulai, tampaknya
Pemkot Bima masih juga belum memberi kepastian alias “masih kabur”. Kecuali, Walikota Bima melalui Kadis Perumahan Kawasan
Pemukiman (PKP), Ir. Hamda mengaku bahwa hingga saat ini pihaknya sedang membentuk
struktur kelembagaan sebelum real action itu dilakukan. “Kalau berbicara target
sampai kapan,. Tentu kan ada titik star tentang apa yang harus dilakukan oleh
Pemerintah dengan jajarannya,” jelas Hamda.
Titik star yang pertama, yakni
bagaimana adanya kelembagaan-kelembagaan yang memang memiliki fungsi-fungsi
teknis yang harus dibentuk. Artinya, strategi penanganannya dilaksanakan secara
kolaboratif. “Kalau bicara dinas yang menanganinya, keterlibatannya sudah multi
Pak. Tetapi kita juga harus paham bahwa leading sektor penanganan rehabilitasi
dan rekonstruksi (RR) pasca bencana. Kewenangan itu sesungguhnya ada di tangan
BPBD Kota Bima, baik yang menyangkut status anggarannya, kemudian bagaimana
bentuk anggarannya, dan bentuk belanjanya. Jadi dia ini kan, kalau status
APBDnya adalah dana hibah RR. Bentuk bantuannya adalah bantuan sosial (Bansos),”
urai Hamdan.
Hal itu harus disebut, karena
berkaitan dengan pola penanganan. Katanya, ada beberapa prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan penanganan pasca bencana di Kota Bima. Diantaranya 1200 warga
yang akan direalokasi di bantaran sungai dengan 810 masyarakat di luar bantaran
sungai. “Jadi, kita bicara itu dulu. Sementara payung pelaksanaannya adalah
rehab rekon pasca bencana. Didalamnya,
ada program penyediaan perumahan layak huni untuk relokasi dan Insitu,”
katanya.
Terkait hal itu, maka yang
pertama dilakukan oleh pemerintah adalah menjustifikasi jumlah masyarakat yang
ada di bantaran, maksudnya masyarakat yang terkena bencana. Kedua, pemerintah
menjustifikasi jumlah masyarakat di luar bantaran yang juga menjadi bagian yang
harus dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Itu dulu yang
harus dilakukan,” ujarnya.
Keterlibatan Dinas Perkim sebagai
instansi teknis yang berkaitan dengan kewenangan penyediaan rumah layak huni
untuk dua sigman ini, diakuinya sudah beberapan yang telah dilakukan kendatipu
nanti akan ada konsolidasi atau semacam validasi yang dilaksanakan oleh
konsultan managemen. “Jadi dlama struktur penangananannya ada konsultan
managemen yang memanage semua kepentinga-kepentingan tanggungjawab. Soal
lembaga mana yang akan menjadi konsultan managemen, itu urusannya BPBD Kota
Bima. Mereka mau menggunakan lembaga mana saja, namun yang terpenting adalah
lembaga yang sudah memiliki pengalaman dan skalanya sudah nasional,” urainya.
Masih soal bencana banjir bandang di Kota Bima Desember 2016 |
Jadi konsultan perencanaan itu
yang nantinya, minimal akan melakukan beberapa hal. Diantaranya membentuk tim konsultan
perencana dalam rangka menyiapkan dokumen perencanaan untuk realokasi. Namun
disamping itu juga katanya, ada konsultan pengawas yang menjadi bagian
tanggungjawabnya konsultan managemen (KM). Disamping itu juga, ada pembentukan
Satgas RR. Karena di Satgas RR-lah yang menjadi kitab kuningnya penanganan
pasca bencana dan dokumennya sudah ada.
“Tugas lain KM adalah pembentukan
fasilitatoor yang juga ada tenaga ahli atau senior fasilitatornya, jadi satu
itme itu sudah selesai yakni terkait tugasnya KM. Selanjutnya kita tarik mundur
keluar, itu ada tugasnya instansi teknis.
“Kami di PKP bertindak sebagai
ketuam tim teknis untuk relokasi, ada juga ketua tim teknis disitu juga terkait
dengan penyediaan perumahan layak huni yang dinakhodai oleh teman-teman BPBD
selaku ketua tim tekhnisnya. Tugasnya tim teknis ini adalah melakukan
pendampingan. Maksudnya pendampingan terhadap kelompok masyarakat penerima
manfaat, demikian juga tugas tim teknis yang ada di Insitu. Selanjutnya
melakukan koordinasi dengan TFL yang dibentuk oleh KM bersama Satgas RR,” jelas
Hamdan.
Satgas dimaksud, memiliki makna
dalam fungsinya. Karena, dia tetap melakukan pengawalan, pendampingan bagi
masyarakat selaku penerima manfaat. “Bayangkan
saja 1200 yang realokasi, dan sebegitu beratlah tugasnya Satgas RR. Disamping
itu, ada data yang harus kita verifikasi dan validasi dengan baik. Maksudnya,
terutama sekali apakah 1200 jumlah warga yang ada di bantaran sungai atau
tidak. Sebab, bantaran sungai ini kita
tidak bicara hanya DAS saja. Sebab semua
wilayah yang kebetulan ada sungainya, maka kita kategorikan ada masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai. Itu prinsip, karena bagaiamanapun jugamereka adalah
masyarakat yang terkena dampak,” tegasnya.
Bukti dari ganasnya bencana banjir bandang di Kota Bima Desember 2016 |
Hamdan mengakui, anggaran Rp167 M
yang sudah ada untuk penanganan pasca bencana di Kota Bima, itu adalah lahir
atas kerja kolaboratif antara Pemerintah Daerah (eksekutive dan legislatif) dan
pemerintah pusat yang melibatkan eksekutive dan legislatifnya (DPR RI).
Menyongsong aplikasi pelakasanaan anggaran tersebut, hamda mengakui bahwa
kelembagaan bagi pelaksanaannya sudah dibentuk. “Soal pemetaan sebelum
dilaksanakan kegiatan penanganan pasca bencana, sebenarnya sudah ada rapat koordinasi
awal yang didalamnya ada pembagian tugas pemerintah pusat, provinsi dan daerah,”
katanya lagi.
Pemerintah pusat yang
diamaksudnya, adalah Menkeu (penyedia anggaran), BNPB sebagai instansi teknis
dan anggaran tersebut bersumber dari APBN yang menjadi miliknya BPNB dan kemudian
diteruskan ke APBD 2 Kota Bima.
“Masing-masing sudah ada
pembagian kewenangan. Soal adanya perbedaan data, itu lebih kepada hal yang
menyangkut kewenangan. Jadi tanggungjawab BNPB terkait dengan SK Walikota Bima
nomor 105 tahun 2017 adalah memayungi seluruh masyarakat yang terkena dampak di
bantaran sungai maupun di luar bantaran sungai. Sementara jumlah masyarakat di
bantaran sungai, itu sebanyak 3038. Jumlah tersebut, itu berdasarkan garis
sempadan yang 10 meter. Sementara di luar bantaran sungai, itu berjumlah 1286. Jadi, totalnya sekitar 5000,”
sebutnya.
Sepertinya terlalu lama
menjelaskan tentang tahapan, proses dan mekanismenya-lantas kapan real
actioannya?. “Rencananya launching soal struktur kelembagaan terkait
pelaksanaan pembangunan pasca bencana akan dilaksanakan sekitar akhir Maret
2018. Dan real action pelaksanaan penanganan pasca bencana, itu rencana akan
dilaksanakan pada April 2018,” paparnya.
Ir. Hamdan (kanan) di dampingi Kabid Perumahan pada PKP, Muktadir alias Gito (kiri) |
Hamdan menyatakan, ada dua hal
penting yang menjadi catatan terkait penanganan pasca bencana. Yakni,
penanganan tekhnis operasional tidaklah semudah membalikan tepak tangan. Tetapi
menurutnya, pihaknya sudah mengawalinya dengan persoalan-persoalan terkait
proses-proses administrasi.
“Administrasi pertama adalah
meyakinkan berapa sich tanggungjawab BNPB dari 3038 plus 1286, itu dulu Pak.
Jadi yang menjadi tanggungjawab BNPB adalah sebanyak 2625, sementara sisanya itu
boleh oleh Provinsi NTB, boleh dengan APBD 2 Kota Bima, boleh dengan APBN yang
reguler, boleh juga oleh pihak ketiga dan lainnya,” sebut Hamdan lagi.
Real action pelaksanaan fisik
terkait penanganan pasca bencana itu kapan?. “Begini, kita tidak bisa
menentukan real action fisiknya akan dimulai pada April 2018. Tetapi, Pak
Walikota Bima sudah menekan ke kita jika proses pembentukan KM bisa diputuskan
Maret 2018, maka saat itu juga kita akan launching. Maka dengan demikian, KM
akan melakukan apa saja di bulan Maret 2018. Karena secara hukum, Km ini sudah ditetapkan
sebagai KM,” urainya.
Artinya lambannya aplikasi
pelaksanaan terkait penanganan pasca bencana karena masih adanya kendala?. “Itu
sudah pasti, kendala kita kan soal merekrut KM ini harus mengacu kepada Perpres.
KM ini juga kan mengelola uang, walaupun uang bukan untuk dianya. Tetapi, uang
untuk biaya-biaya lembaga yang dia rekrut. Singkatnya, soal launching dan real
action penanganan fisiknya sudah dijadwalkan. Kemarin pun, kami diundang untuk
menyusul jadwa di setiap unit-unit fungsi sebelum pelaksanaan pembangunan
terkait penanganan pasca bencana,” pungkasnya. (TIM VISIONER)
Tulis Komentar Anda