Soal Membuang Ikan Pedagang, Kades Karumbu Ngaku Siap Menghadapi Konsekuensinya
"Yang Tersisa Dari Tindakan Oknum Kades Karumbu-Bima itu" |
Visioner Berita Bima-Peristiwa miris dan bahkan memilukan
pertamakali terjadi di Bima dalam bentuk membuang ikan milik dua orang pedagang
(Farida dan Hadijah) oleh oknum Kades Karumbu, Kecamatan Langgudu-Kabupaten
Bima, sebut saja Abdul Mutalib, spontan saja ditanggapi keras oleh publik dari
berbagai wilayah khususnya melaui Media Sosia (Medsos). Atas pemberuitaan
tentang peristiwa yang kini jadi trend topik tersebut, para nitizen lebih
menyorot kepada cara kepemimpinan Mutalib yang dinilai arogan terhadap kedua
pedagang dimaksud.
Tak hanya itu, para nitizen juga
mendesak agar Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri untuk melakukan pembinaan
khusus terhadap oknum Kades yang satu ini. Bukan itu sajam, suara nitizen juga
mendesak agar tindakanj oknum Kades terhadap kedua warganya itu, diseret ke
meja hukum. Sisi lain yang disorot oleh parat nitizen, juga mengarah kepada
kesan hilangnya nilai-nilai kemanusiaan terhadap oknum kades tersebut dengan
menempatkan tindakannya itu sebagai indikatornya.
Kendati beragam tudingan miring yang diarahkan oleh publik melalui Medsos tersebut, namun Kades Karumbu, Abdul Malik mengaku tak pernah gentar. Kecuali, dia mengaku siap menerima konsekuensi apapun atas tindakan yang dilakukannya terhadap kedua pedagang ikan asal kampung Bugis, Desa Karumbu, Kecamatan Langgudu tersebut. Ketegasan tersebut, diperoleh visioner melalui wawancara dengan Kades karumbu, Abdul Mutalib pada Rabu pagi (23/11/2017).
Kendati beragam tudingan miring yang diarahkan oleh publik melalui Medsos tersebut, namun Kades Karumbu, Abdul Malik mengaku tak pernah gentar. Kecuali, dia mengaku siap menerima konsekuensi apapun atas tindakan yang dilakukannya terhadap kedua pedagang ikan asal kampung Bugis, Desa Karumbu, Kecamatan Langgudu tersebut. Ketegasan tersebut, diperoleh visioner melalui wawancara dengan Kades karumbu, Abdul Mutalib pada Rabu pagi (23/11/2017).
“Apa yang saya lakukan adalah sudah
benar. Sebab, kedua pedagang tersebut sudah berkali-kali saya ingatkan, namun
tidak mengindahkannya. Dilokasi itu sebelumnya, sering terjadi kecelakaan
gara-gara pedagang yang menjual ikan di pinggir jalan. Untuk itu, tindakan yang
saya lakukan juga lebih kepada menjaga keamanan dan kenyamanan,” tegas Mutalib.
Menyangkut masalah Kades sebagai
corong Pemerintah katanya, sangat penting dibutuhkan untuk masyarakat. Yang
berkaitan dengan pasar paparnya, itu sudah dibuka, dibangun oleh Bupati Bima.
Dan itu, juga sudah diresmikan untuk digunakan oleh pedagang ikan. “Saya sudah
berkali-kali mewanti-wanti kepada para pedagang termasuk bakulan untuk ke
pasar. Sebab, penjualan di pinggir jalan sangat menggangu kepentingan umum, dan
bahkan beberapa kali terjadi kecelakaan,” katanya.
Karena hal itu, dirinya
dikejar-kejar terus oleh masyarakat untuk segera mersmikan pasar dan kemudian
menggunakannya. Bicara soal aturan, sesuai dengan ketentuan yang lebih tinggi
tentang penggunaan anggaran negara yang diperuntukan bagi pembangunan pasar, pihaknya
bersama Kepala Dusun (Kadus0, RT dan RW menghimbau agar masyarakat segera
melakukan penjualan di pasar di maksud.
“Itu himbauan dari atas. Dan
kami, juga merespon baik kemauan yang diatas untuk menjaga akibat kejadian yang
bada di tengah jalan itu. Oleh karenanya, semua masyarakat yang memiliki sudaha
semacam itu dipanggil untuk kemudian melakukan sosialisasi. Sosialisasi
tersebut, berlangsung baik di tingkat RT maupun secara bersama-sama di kantor Desa,”
ujar Mutalib.
Tetapi untuk farida dan Hadijah
katanya, sudah berkali-kali dipanggil tentang pentingnya melakukan penjualan di
pasar. Tetapi, keduanya masih juga terlihat melakukan penjualan di luar pasar
(jualan di tempat lain). Lantas adakah Perarutan Desa (Perdes) yang melarang
pedagang untuk beraktivitas di luar pasar?.
“Betul Pak, saya selaku Kades
sekaligus penanggungjawab penggunaan anggaran negara tersebut, selama ini
dituntut oleh para pedagang tetang kapan pasar dibangun dan kapan pula
diresmikan. Sebelum Perdes sebagai rujukan pedagang untuk tidak melakukan
penjualan di luar pasar, saya sudah mewanti-wanti agar tetap berada di pasar.
Sebab, yang lain-lain juga bertanya kenapa masih ada yang menjual ikanj di luar
pasar. Oleh karenanya, saya tidak mau dicaci-maki oleh yang lain akibat adanya
pedagang yang menual ikan di luar pasar,” kata Mutalib lagi.
Kembali ke Farida dan Hadijah,
beberapa kali dia memanggilnya baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Karena keduanya melakukan penjualan di luar pasar, para pedagang
selalu mempertanyakan kepada dirinya (Mutalib).
“Atas ulah Farida dan Hadijah
itu, para pedagang yang ada dipasar terus bertanya ke saya. Karena Hadijah dan
Farida ini pula, para pedagang yang ada di pasar mau juga menjual keliling di
luar pasar. Soal kerugian Farida dan Hadijah atas tindakan saya, saya siap
menanggungnya. Karena, itu meresahkan masyarakat, begitu intinya. Sekali lagi,
yang jualan ikan keliling itu meresahkan masyarakat, khususnya yang sama-sama
memiliki usaha dimaksud,” tegas Mutalib lagi.
Untuk pembangunan pasar itu,
jelas menggunakan uang negara. Karena pasar sudah diresmikan, mendesak untuk
ditempati oleh para pedagang agar tidak melaksanakan kegiatan diluar pasar. Hal
itu, diakuinya berkali-kali diberitahukan kepada masyarakat, termasuk kepada
Hadijah dan Farida. Daripada anggaran negara untuk pembangunan pasar terbuang
percuma, Kades ini memiliki bertindak tegas.
“Tetapi Farida dan Hadijah ini,
sama sekali tidak ikuti perintah saya. Tindakan yang saya lakukan kepada
keduanya, itu betul-betul sebagai bentuk tanggungjawab saya. Dari pada
masyarakat ngamuk sama saya, lebih baik saya tindak tegas sekalipun harus masuk
penjara. Sekali lagi, saya siap masuk penjara sekalipun dari pada masyarakat
lain mengamuk kepada saya,” ucapnya.
Kata Kades ini lagi, tindakan
yang dilakukannya terhadap Farida dan Hadijah sudah disetujui oleh para
pedagang yang beraktivitas di pasar. “Ya betul itu, setelah saya bertindak
tegas, sekarang sudah tidak ada lagi pedagang yang mondar-mandir di luar pasar.
Untuk kerugian yang dialami oleh Farida, saya siap ganti sebesar Rp200
ribu-Rp300 ribu. Saya juga sudah bicarakan itu dengan Pak Camat, RT dan RW yang
bersangkutan. Saya tahu soal desakan mengedepankan nilai-bilai kemanusiaan
terkait tindakan tersebut. Namun, dari pada digorok oleh masyarakat dengan
kata-kata kasar ya lebih baik bertindak tegas. Yang penting, masyarakat saya
aman dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
“Intinya, saya siap menerima
hukuman dari atasan saya atas tindakan saya itu ketika dianggap gegabah. Lebih
saya bersalah dimata Tuhan ketimbang saya menanggung resiko terpuruknya ekonomi
masyarakat setempat akibat ulah manusia tersebut. Secara kemanusiaan, tindakan
itu tidak etis dan bahkan melanggar hukum. Tetapi, saya siap menanggung
resikonya,” papar Kades ini dengan nada keras.
Sadar akan pelanggarannya sebagai
manusia atas tindakannya terhdap Farida dan Hadijah, Kades ini pun mengaku
salah dan siap menggantikan kerugian yang dialami oleh keduanya. Dan atas
tindakan yang dilakukannya sudah melanggar nilai-nilai kemanusiaan tersebut, ia
pun meminta maaf kepada masyarakat.
“Sebagai manusia jelas punya kekurangan dan
kekhilafan. Oleh karenanya, saya memohon maaf. Tetapi, saya harus menjalankan
amanat negara. Soal aturan tentang penertiban pedagang agar tak melaksanakan
kegiatan di luar pasar, itu nanti Pak. Sebab, pasar ini baru dibangun dan juga
belum lama diisi oleh pedagang,” sebutnya.
Tambahnya, di sana ada bos-bos besar
seperti mantan pegawai yang tahu ilmu yang menghadirkan para penjual ikan di
rumahnya masing-masing. Dan itu yang membuatnya kecewa hingga melakukan
penghadangan penjual ikan di hadapan mereka pula.
“Bos-bos yang saya maksud adalah
pengusaha, PNS yang merasa diri punya uang banyak dan ini-itu. Mereka tidak
indahkan pembicaraan saya baik melalui Masjid, pertemuan-pertemuan. Salah nama
bos yang saya maksud adalah pak Samson. Saya sudah bilang sama bos-bos itu,
kalau pesan ikan sama pedagang suruh bawa pakai palstik ke rumahnya, jangan
menggunakan baskom. Itu sudah berkali-kali saya himbau. Tetapi, itu tidak
diindahkan,” pungkas Kades Karumbuna’e.
Secara terpisah, Farida sebagai
salah seorang pedagang ikan yang dinilai diperlakukan secara tak manusiawi oleh
Kades tersebut, mengaku tidak pernah menerima ganti rugi. Dan, dirinyapun
menegaskan tidak pernah membicarakan soal ganti rugi atas ikannya yang dibuang
oleh oknum Kades tersebut hingga berhamburan di tanah dan di got.
“Sampai sekarang kami belum bertemu dengan
Kades itu, dan kami tidak lagi bicara soal ganti rugi. Yang kami inginkan
adalah, berikan ruang untuk berjualan keliling di Karumbuna'e. Hanya itu
permintaan kami,” tegas Farida kepada visioner melalui saluran selulernya, Rabu
(22/11/2017). (Rizal/Must/Buyung/Wildan)
Statemen di atas hanya pembenaran karena sudah di hujat oleh warga net dan warga setempat.
BalasHapusIni bukan persoalan peraturan yg di tegaskan,tp tindakan yg tdk perikemanusiaan.
Persoalan pasar yg di bahas hanya siasat pak kades untuk meredam emosi warga.
Pembangunan pasar harus di lihat sesuai dengan tingkat daya beli masyarakat yg mau ke lokasi pasar tersebut.
Sedangkan di desa hanya warga sekitar pasar yg mau berebelanja tp yg jauh dr jangkauan tidak memungkinkan karena sudah turun temurun tradisi jualan keliling sudah dr jaman dl.
Harapannya semoga warga mau mengusut tuntas tindakan kades tersebut.
Agar TUPOKSI sebagai kades tidak sewenang-wenang dalam menjalan amanat masyarat.